Subscribe di sini

Sunday 31 January 2016

Tasawuf ‘Irfani, Tasawuf falsafi dan Tasawuf akhlaki


A.     Tasawuf akhlaki
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak,mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan manusia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni,yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ‘ulama salaf as-Salih.Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini antara lain :
> Takhalli,yaitu penyucian diri dari sifat tercela.
>  Tahalli,yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap perbuatan terpuji.
>  Tajalli,yaitu tersingkapnya Nur Ilahi (cahaya Tuhan) seiring dengan sirnanya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan takhalli dan tahalli.
Tokoh sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain :
1)     Hasan al-Basri (21 H – 110 H) ajaran tasawufnya adalah rasa takut dan pengharapan tidak akan dirundung kemuraman karena mengingat Allah SWT. khauf menurut Hasan Al-Bashri adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya. (khauf dan zuhud)
2)     Al-Muhasibi (165 H – 243 H) ajaran tasawufnya adalah ketakwaan kepada Allah SWT,melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meneladani Rasulullah SAW. 2. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya.yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’ , menurutnya, adalah ketakwaan pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentanga janji dan ancaman Allah; pangakal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.
Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al Qur’an dan As-sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dikaitkan dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah
3)     Al-Qusyairi (376 H – 465 H)ajaran tasawufnya adalah landasan tauhid yang benar berdasarkan doktrin Ahlus Sunnah.  Al-Qusyairi juga memberikan pandangannya kepada beberapa istilah yang ada dalam tasawuf, seperti fana’dan baqa’, wara’, syari’at dan hakikat:
a.       Baqa’ dan Fana’
Dalam struktul ahwal[13], yaitu mengenai fana’ dan baqa’, Al-Qusyairi mengemukakan bahwa fana’ adalah gugurnya sifat-sifat tercela,sedangkan baqa’adalah  jelasnya sifat-sifat terpuji. Barangsiapa fana’  dari sifat-sifat tercela, maka yang tampak adalah sifat-sifat terpuji. Sebalikya, apabila yang dominan adalah sifat-sifat tercela maka sifat-sifat terpuji akan  tertutupi. Jika seorang individu secara terus-menerus  membersihkan diri dengan segala upayanya, maka Allah akan memberikan anugerah melelui kejernihan perilakunya, bahkan dengan penyempurnaan tingkah laku tersebut.
b.   Wara’
Pemikiran Al-Qusyairi yang lain adalah wara’, menurutnya wara’merupakan usaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat syubhat(sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara’  adalah suatu pilihan bagi ahli tarekat.[14]

c.       Syari’at dan Hakikat
Al-Qusyairi membedakan antara syari’at dan hakikat; hakikat itu adalah penyaksian manusia tentang rahasia-rahasia ke-Tuhanan dengan mata hatinya. Sedangkan syari’at adalah  kepastian hokum dalamubudiyah,sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq. Syari’at ditunjukkan dalam bentuk kaifiyah lahiriah antara manusia dengan Allah SWT

4)     Al-Ghazali (450 H – 505 H) ajaran tasawufnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW,serta doktrin Ahlus Sunnah wa Al-Jama’ah (tasawuf suni). AjaranTasawuf-Al-Ghazali
Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jama’ah. Corak tasawufnya adalah psikomoral yang mengutamakan pendidikan moral yang dapat di lihat dalam karya-karyanya seperti Ihya’ullum, Al-Din, Minhaj Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al Hidayah, M’raj Al Salikin, Ayyuhal Wlad. Al Ghazali menilai negatif terhadap syathahat dan ia sangat menolak paham hulul dan utihad (kesatuan wujud), untuk itu ia menyodorkan paham baru tentang ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya:
a. Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada, alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir-qolb dan roh. Pada saat sir, qalb dan roh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya Tuhan dan dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan, kelak keduanya akan mengalami iluminasi (kasyf) dari Allah dengan menurunkan cahayanya kepada sang sufi sehingga yang dilihatnya hanyalah Allah, di sini sampailah ia ke tingkat ma’rifat.
b. PandanganAl-Ghazalitentang-As-As’adah
Menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah) di dalam kitab Kimiya As-Sa’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus dan indah, nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara merdu.

B. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain :
 Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), mahabbah Al-Hubb atau mahabbah adalah satu istilah yang selalu berdampingan dengan ma’rifat, karena nampaknya manivestasi dari mahabbah itu adalah tingkat pengenalan kepada Tuhan yang disebut ma’rifat. Al-hubb mengandung pengertian terpadunya seluruh kecintaan hanya kepada Allah SWT yang menyebabkan adanya rasa kebersamaan dengan-Nya. Seluruh jiwa dan segenap ekspresinya hanya diisi oleh rasa cinta dan rindu yang tumbuh karena keindahan dan kesempurnaan Dzat Allah, tanpa motivasi lain kecuali hanya kasih Allah
Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H),  Dzun Nun al Mishri adalah seorang tasawuf pertama yang memberikan tafsiran-tafsiran terhadap isyarat-isyarat tasawuf. Ia juga orang pertama yang berbicara tentang maqamat dan ahwal, orang pertama yang memberikan definisi tentang tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik.
2. Al Ma’rifat menurut pandangan Dzun Nun al Mishri adalah al ma’rifat terhadap keesaan Allah yang khusus dimiliki para wali Allah, sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan mata hatinya, maka terbukalah hatinya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
3. Maqamat adalah kedudukan hamba dalam pandangan Allah, Maqam ini menurut Dzun Nun al Mishri dapat diketahui berdasarkan tanda-tanda, simbol-simbol, dan amalananya.
4. Ahwal adalah sifat dan keadaan sesuatu. Menurut Dzun Nun al Mishri setiap maqam mempunyai permulaan dan akhir. Dintara keduanya terdapat ahwal. Setiap maqam memiliki symbol dan setiap ahwal ditunjuk oleh isyarat.
 Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H),
Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H),
Jalaluddin Rumi, Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli,
 Syaikh Abu Hasan al-Khurqani,
 ‘Ain al-Qudhat al-Hamdani,
Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.
C. Tasawuf falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain adalah
al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M). Al-Hulul mempunyai dua bentuk, yaitu :
1. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam bejana.
2. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu mengalir didalam yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir didalam bunga.
Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa al-hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut0, dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
 Menurut al-Hallaj Allah memiliki dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiasan (nasut). Demikkian pula manusia disamping memiliki sifat kemanusiaan juga memiliki sifat ketuhanan dalam dirinya.
 b. Haqiqih Muhammadiyah Hakikah Muhammadiyah atau Nur Muhammad, menurut al-Hallaj merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu, segala kejadian,  amal perbuatan dan ilmu pengetahuan. Dan dengan perantaranyalah alam ini dijadikan. Al-hallajlah yang mula-mula sekali menyatakan bahwa kejadian alam ini pada mulanya adalah dari haqiqah Muhammad.
 Wahbah al-Adyan (kesatuan semua agama) Paham ini muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad, yakni pendapat al-Hallaj tentang Nur Muhammad telah mendorongnya berkesimpulan tentang kesatuan semua agam, karna dalam kasus tersebut sumber semua agama adalah satu, menurutnya, agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya
 Ibnu’ Arabi (560 H – 638 H) Inti ajaran tasawuf ibn Arabi a. Wahdah al-Wujud Ibn Arabi tidak pernah menggunakan istilah wahdat al-wujud, dia dianggap sebagai pendiri dokrin wahdat al- wujud karna ajaran-ajarannya mengandung ide wahdat al- wujud,seperti dalam pernyataanya, semua wujud adalah satu dalam realisat, tiada satupunbersama dengannya. Wujud hukum lain dari al-Haqq karna tidak ada sesuatupun dalamwujud selain Dia
b. Al- Insan Al- Kamil Al- Insan al- kamil adalh nama yang dipergunakan oleh kaum sufi untuk menakan seorang muslim yang telah sampai ketingkat tinggi, yaitu menurut sebagian sufi tingkat seseorang yangtelah sampai pada fgan’ fillah,memang terdapat perbedaan pendapat dikalangan para sufi dalam menentukan siapa yang bisa dikatakan al- insan kamil.             Menurut ajaran tersebut, manusia sebenarnya adalah gambaran wujud Tuhan dan sebagi penjelma sempurna pada daya ciptaannya, ini adalah menurut ibn ‘Arabi mengenai ajarannya tentang al-insan al- kamil. Adanya manusia adalah untuk menunjukkan akan kesaempurnaan Tuhan dalam alam semesta dan untuk mencerminkan akd kebesaran-Nya.             Sekarang yang dimaksud al-insan al-kamil menurut ibn ‘arabi seperti yang disebutkan dalam kitab fusus, adalah: ‘Ain Al-Haqq, artinya manusia adalah perwujudan dalam bentuk-Nya sendiri dengan segala keesaan-Nya. Berbeda dengan segala sesuatu yang lain, meskipun al- Haqq( tuhan) ‘ain segala sesuatu, tetapi segala sesuatu itu bukan ‘ain(zat)-Nya karna dia hanya perwujudan sebagai asmanya, bukan tuhan bertajalli sesuatu itu dalam bentuk zat-zat-Nya. Dan apabila engkau berkata insan(manusia), maka maksudnya ialah al- iansan al-kamil dalm memanusiakannya yaitu tuhan ber tajalli dalam bentuk zat-Nya sendiri disebut ‘ain. Masalah al-insan al-kamil, dalam pandangan ibn ‘arabi tidak bias di lepaskan kaitannya dengan paham adanya nur Muhammad. Dikatakan bahwa nabi Muhammad SAW. Adalah al-insan al- kamil.menurutnya untuk mencapai al-insan al-kamil orang harus melalui jalan sebagai berikut:a. fana’ yaitu sirna didalam wujud tuhan sehingga seorang sufi menjadi satu dengan-Nya.b. baqa’ yaitu kelanjutan wujud bersama tuhan sehingga dalam pandangnnya wujud tuhanlah pada kesegalaan ini.             Semua ini menurutnya adalah merupakan upaya pencapaian ketingkat al-insan al-kamil dan ia hanya akan didapat melalui pengembangan daya intuisi al-Jili (767 H – 805 H),
Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H)

as-Sukhrawardi dan yang lainnya

No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...