Istilah drama dan teater seyogianya dibedakan artinya. Drama
dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung
oleh para aktor di pentas, sedangkan teater adalah istilah lain untuk drama
dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon
itu dipentaskan. Di samping itu salah satu unsur penting dalam drama adalah
gerak dan dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran dan karakter hidup
dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian hakikat drama
sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di panggung lewat gerak.
Pembelajaran Drama
Ada banyak strategi apresiasi drama sebagai karya sastra. Strategi
Strata menggunakan tiga tahapan, yaitu: tahap penjelajahan, tahap interpretasi,
dan tahap re-kreasi. Tahap penjelajahan dimaksudkan sebagai tahapan di mana
guru memberikan rangsangan kepada para siswa agar mau membaca teks drama dan
memahaminya. Tahap interpretasi adalah tahapan mendiskusikan hasil bacaan
dengan mendiskusikannya dalam kelompok dengan panduan pertanyaan dari guru.
Tahap re-kreasi adalah tahapan sejauh mana para siswa memahami teks drama
sehingga mereka dapat mengkreasikan kembali hasil pemahamannya.
Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis objektif.
Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh dalam drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman perbedaan bentuk dan gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam bermain drama. Cara yang ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks drama, berlatih gerak dalam membawakan peran, dan berlatih gerak sambil mengucapkan kata-kata.
Strategi Analisis terhadap teks drama dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama membaca dan mengemukakan kesan awal terhadap bacaannya. Tahap kedua menganalisis unsur pembangun teks drama. Dan tahap ketiga adalah tahap memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara respons subjektif dengan analisis objektif.
Tujuan penting pembelajaran drama adalah memahami bagaimana tokoh-tokoh dalam drama dipentaskan. Dalam pementasan diperlukan pemahaman perbedaan bentuk dan gaya teks drama, serta berbagai macam aturan dalam bermain drama. Cara yang ditempuh, pertama melakukan pembacaan teks drama, berlatih gerak dalam membawakan peran, dan berlatih gerak sambil mengucapkan kata-kata.
Asal-usul Drama di Indonesia
Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di Indonesia pun
awalnya ada dua jenis teater, yaitu teater klasik yang lahir dan berkembang
dengan ketat di lingkungan istana, dan teater rakyat. Jenis teater klasik lebih
terbatas, dan berawal dari teater boneka dan wayang orang. Teater boneka sudah
dikenal sejak zaman prasejarah Indonesia (400 Masehi), sedangkan teater rakyat
tak dikenal kapan munculnya. Teater klasik sarat dengan aturan-aturan baku,
membutuhkan persiapan dan latihan suntuk, membutuhkan referensi pengetahuan,
dan nilai artistik sebagai ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur. Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian. Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama. Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat pedesaan, jauh lebih longgar aturannya dan cukup banyak jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur. Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater rakyat dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian. Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara pementasannya sama. Sederhana, perlengkapannya disesuaikan dengan tempat bermainnya, terjadi kontak antara pemain dan penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana.
Ragam Drama
Secara pokok ada lima jenis drama, yaitu: tragedi, komedi,
tragikomedi, melodrama, dan farce. Drama tragedi adalah lakuan yang menampilkan
sang tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan kematian.
Drama komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan
berakhir dengan kebahagiaan. Tragikomedi adalah gabungan antara tragedi dan
komedi. Melodrama adalah lakuan tragedi yang berlebih-lebihan. Dan farce adalah
komedi yang dilebih-lebihkan.
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama
Unsur-unsur drama lazim dikelompokkan dalam dua kategorisasi, yaitu
unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur ekstrinsik. Unsur-unsur intrinsik drama
adalah berbagai unsur yang secara langsung terdapat dalam karya sastra yang
berujud teks drama, seperti: alur, tokoh, karakter, latar, tema dan amanat,
serta unsur bahasa yang berbentuk dialog. Sementara itu, unsur ekstrinsik
adalah segala macam unsur yang berada di luar teks drama, tetapi ikut berperan
dalam keberadaan teks drama tersebut. Unsur-unsur itu antara lain biografi atau
riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang, dan unsur sosial budaya
masyarakatnya yang dianggap dapat memberikan masukan yang menunjang penciptaan
karya drama tersebut.
A. Perkembangan
tahap awal
Kegiatan ritual keagamaan (bersifat puitis, melafalkan
mantra-mantra).
Pemvisualan dalam bentuk tari dan musik.
Jenis tontonan, pertunjukan, hiburan tetapi cerita bukan masalah
utama, cerita berupa mitos atau legenda. Drama bukan cerita tetapi penyampaian
cerita yang sudah ada.
Dilakukan oleh kalangan tertentu karena sebagai kegiatan yang
khidmat dan serius.
Kekaguman terhadap pemain karena sifat supernatural.
Cerita bersifat sakral, maka diperlukan seorang pawang ada
persyaratan dan aturan ketat bagi pemain dan penonton tidak boleh melanggar
pantangan, pamali, dan tabu.
Sebagai pelipur lara.
Sebagai sarana mengajarkan ajaran agama (Hindu, Budha, Islam).
Melahirkan kesenian tradisional. Ciri-ciri kesenian tradisional
menurut Kayam 1981: 44 kesenian tradisional-termasuk didalamnya teater-yaitu
bentuk kesenian yang yang hidup dan berakar dalam masyarakatdaerah yang memelihara
suatu tradisi bidaya daerah, akan memiliki ciri-ciri ketradisionalan dan
kedaerahan. Ciri-ciri kesenian tradisional, yang di dalam pembicaraan ini
dimaksudkan sebagai teater tradisional, menurut Umar Kayam adalah:
a. Ruang lingkup atau jangkauan
terbatas pada lingkungan budaya yang mendukungnya.
b. Berkembang secara perlahan
sebagai akibat dari dinamika yang lamban dari masyarakat tradisional.
c. Tidak spesialis.
d. Bukan merupakan hasil
kreativitas individu, tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat
kolektivitas masyarakat yang mendukungnya.
Sebagai konsekuensi kesenian tradisional, teater tradisional
mempunyai fungsi bagi masyarakat. Fungsi yang dilaksanakan oleh masyarakat
pendukungnyalah yang menyebabkan salah satu faktor mengapa teater tradisional
ini tetap bertahan di dalam masyarakatnya. Fungsi teater tradisional
sebagaimana kesenian lainnya bagi masyarakat pendukungnya adalah seperti
dirumuskan berikut ini:
a. Sebagai alat
pendidakan (topeng jantu dari Jakarta untuk nasehat perawinan/rumah tangga).
b. Sebagai alat
kesetiakawanan sosial.
c. Sebagai sarana
untuk menyampaikan kritik sosial.
d. Alat melarikan diri
sementara dari dunia nyata yang membosanakan.
e. Wadah pengembangan
ajaran agama.
B. Drama
dan teater rombongan: seni pertunjukan “tanpa naskah”
Rombongan opera Abdoel Moeloek “opera lakon melayu dari Johor
Malaysia”. Rombongan Abdoel Moeloek tidak bertahan lama karena :
Terlalu melayu sentris.
Bahasa, orkestra dan lakon hingga raja-raja melayu.
Tidak memperbaharui pertunjukannya.
Pada tahun 1891 di Surabaya didirikan opera melayu ”Komidi Stamboel
oleh August Mahieu”. Ciri-cirinya sebagai berikut :
Antara dua babak ditampilkan suatu selingan yang mungkin berupa
lelucon ”banyolan” ayau berupa nyayian.
Pada awal pertunjukan, saat layar dibuka untuk pertama kali, para
pemain maju secara bergantian. Mereka memperkenalkan diri dengan cara
membacakan beberapa bagian dari dialog tokoh yang akan diperankannya, atau
mungkin juga dengan bernyanyi. Setelah itu baru seluruh pemain bersama-sama
menghormat kepada penonton dan serempak kembali ke balik layar.
Dikarenakan pertunjukan tidak terikat pada naskah, maka para pemain
berimprovisasi sebisanya. Akibatnya sering kali pertunjukan disisipi
adegan-adegan yang kurang sopan.
3. Pada tahun 1906 pendiri Komidi
Stamboel meninggal :
a. Selingan diisi dengan
dansa-dansa barat.
b. Cerita lebih realistis ”Nyai
Dasima, Oey Tam Bahsia, Si Pitung”.
c. ”Komedi Stamboel” berubah
menjadi perkumpulan yang lebih kecil yaitu rombongan :
Komedi opera stamboel.
Opera pertama stamboel.
Wilhelmina.
Sinar bintang hindia.
Opera bangsawan.
Indera bangsawan.
Komidi bangsawan.
4. Pada tahun 1926, tepatnya pada
tanggal 21 Juni 1926, di Sidoarjo didirikan sebuah perkumpulan yang nama
lengkapnya The Malay Opera Dardanella oleh seorang Rusia kelahiran Penang,
Malaysia. Orang tersebut bernama Willy Klimanoff yang kemudian berganti nama
dengan A. Piedro. Pendiri Dardanella ini merupakan anak dari pemain sirkuit
kenamaan A. Klimanoff. Perubahan antara Dardanella dengan teater rombongan
sebelumnya adalah, antara lain :
a. Introduksi atau pengenalan
seperti yang terdapat pada Komedie Stamboel atau juga sebelum komidi bangsawan
dihilangkan. Pertunjukan langsung dimulai begitu layar untuk pertama kalinya
dibuka.
b. Nyanyian disampaikan hanya bila
perlu. Sementara teater rombongan sebelumnya, sepertinya nyanyian itu merupakan
hal yang wajib.
c. Kebebasan improvisasi yang
berlebih-lebihan dibatasi. Dalam pementasan pemain mulai diarahkan oleh
seseorang yang pada saat sekarang ini dapat disebut peran sutradara.
Pertunjukan lebih sopan dibanding pertunjukan teater rombongan
sebelumnya. Menendang atau menonjok kepala lawan main untuk menciptakan kesan
lucu yang terkadang tidak sopan itu tidak ditemukan di dalam Dardanella.
Jumlah babak pada Dardanella lebih kecil, bahkan tidak mencapai jumlah
sepuluh babak.
Akhirnya dalam sejarah drama dan teater rombongan dikenal suatu
kelompok atau perhimpunan sandiwara yang disebut Himpunan Sandiwara Maya.
Kelompok ini didirikan pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta Himpunan Sandiwara
Maya diketuai oleh Usmar Ismail. Untuk pertama kalinya sebuah kelompok seni
pertunjukan secara eksplisit mencantumkan tujuan aktivitasnya. Adapun tujuan
aktivitas kelompok Maya ini adalah ”Memajukan seni sandiwara pada khususnya,
kebudayaan pada umumnya, dengan berdasarkan kebangsaan, kemanusiaan, dan
ketuhanan.
Munculnya kelompok Maya, bersamaan dengan berkuasanya pemerintahan
penjajahan Jepang di Indonesia. Namun begitu kebijakan yang ditetapkan
pemerintahan penjajahan Jepang ternyata menciptakan situasi dan kondisi bagi
majunya kelompok sandiwara ini antara lain :
a. Adanya pusat kebudayaan Keimin
Bunka Shidoso, yang oleh pemerintahan penjajahan Jepang diberikan kesempatan
untuk berkembang, terutama bagi kepentingan propaganda Jepang.
b. Blokade pemerintah penjajahan
Jepang terhadap pengaruh Barat, termasuk di dalamnya tentang teater dan
perfilman Barat, sebagai media hiburan masyarakat.
Pertunjukan yang berdasarkan pada naskah, dijabarkan kedalam
skenario Script , munculnya peran tegas sutradara di mulai pada ”Zaman Maya”
ini. Keuntungan-keuntungan akibat tindakan pemerintah penjajahan Jepang pada
saat itu antara lain adalah:
No comments:
Post a Comment