FISIOLOGI
NIFAS
I. PENGERTIAN NIFAS
Masa nifas (puerperium) secara tradisional didefinisikan
sebagai periode 6 minggu segera setelah lahirnya bayi dan mencerminkan periode
saat fisiologi ibu, terutama sistem reproduksi, kembali mendekati keadaan
sebelum hamil. Pengertian lainnya, puerperium adalah masa sejak persalinan
selesai dan berakhir setelah 6 minggu, dimana alat-alat reproduksi
berangsur-angsur kembali seperti normal.
II.INVOLUSI
DAN SUBINVOLUSI UTERUS
Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus. Oksitosin yang disekresikan kelenjar hipofisis
posterior menginduksi kontraksi miometrium yang intermitten dan kuat, dank
arena rongga uterus sudah kosong, maka keseluruhan uterus berkontraksi penuh ke
arah bawah dan dinding uterus kembali menyatu berhadapan satu sama lain.
Sekitar 1 jam pasca persalinan, miometrium sedikit melemas, tetapi perdarahan
aktif dihambat oleh aktivasi mekanisme pembekuan darah, yang selama kehamilan
mengalami perubahan besar, untuk menghasilkan respon pembekuan yang cepat.
Involusi uterus berlangsung sedemikian cepat sehingga 50% dari massa total
jaringan lenyap dalam 1 minggu.
Ukuran sel miometrium berkurang dan uterus kembali hampir ke
ukuran prahamilnya, walaupun proporsi jaringan ikat yang ada di uterus secara
progresif meningkat seiring dengan jumlah kehamilan. Involusi berlangsung
lambat pada wanita yang menjalani SC segmen bawah. Involusi uterus yang
berlangsung lambat (sub-involusi) mengindikasikan adanya retensi produk
konsepsi dan atau infeksi sekunder, yang biasanya ditandai dengan adanya lochia
rubra yang terus-menerus keluar disertai bau menusuk.
Involusi adalah perubahan-perubahan alat genetalia interna
dan eksterna yang berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
a. Uterus/Tinggi Fundus Uteri (TFU)
·
Setelah janin lahir, TFU kira-kira
setinggi pusat
·
Setelah plasenta lahir, TFU
kira-kira 2 jari di bawah pusat
·
Hari ke-5 postpartum, TFU setinggi ½
dari jarak antara simfisis os pubis (SOP) dan pusat
·
Hari ke-12 postpartum, TFU tidak
teraba lagi
b. Berat Uterus
·
1 minggu postpartum : 500 gram
·
2 minggu postpartum : 350 gram
·
6 minggu postpartum : 40-80 gram
c. Miometrium
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah plasenta
dilahirkan, sehingga pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot
uterus akan terjepit. Proses ini dapat menghentikan perdarahan.
d. Cerviks uteri
·
Warna menjadi merah kehitam-hitaman
karena penuh dengan pembuluh darah dan konsistensinya lunak
·
Postpartum 2 jam pembukaan 2-3 jari,
namun setelah 1 minggu pembukaan tinggal 1 jari
·
Setelah janin lahir, tangan bisa
masuk cavum uteri. Oleh karena itu pada kasus retensio plasenta dapat dilakukan
manual plasenta.
e. Endometrium
·
2-3 hari postpartum, lapisan desidua
akan mengalami nekrosis kemudian terlepas dan keluar sebagai lochia, sedangkan
lapisan bawah decidua mengandung kelenjar-kelenjar endometrium baru
·
Tempat implantasi plasenta mengalami
degenerasi untuk kemudian terlepas lengkap dan tidak menimbulkan jaringan parut
f. Ligamentum dan Diafragma Pelvis
Setelah janin dilahirkan, berangsur-angsur mengerut kembali
seperti semula. Kadang ligamentum menjadi kendor sehingga sering menimbulkan
keluhan kandungan turun (prolaps uteri). Oleh karena itu dianjurkan untuk
melakukan senam nifas.
g. Luka-luka jalan lahir
Luka episiotomi yang telah dijahit, luka dinding vagina,
luka cervikks akan sembuh sempurna selama tidak luas dan tidak ada infeksi
primer maupun sekunder.
h. Saluran kencing
Dinding saluran kencing memperlihatkan pembengkakan (edema)
dan memerah (hiperemis). Kadang dapat menimbulkan retensi urine. kandung
kencing (vesica urinaria) dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tinggal sisa
urine. Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing pada saat persalinan
dapat memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum ginjal akan
normal kembali dalam waktu 2 minggu.
III.
TAHAPAN PERUBAHAN LOKIA MASA NIFAS
Cairan yang pertama kali keluar dari vagina disebut lokia
rubra dan terdiri atas darah yang terkumpul di dalam saluran reproduksi dan
produk autolitik desidua yang nekrotik dari tempat perlekatan plasenta. Lokia
adalah cairan normal masa nifas dan memiliki bau yang khas agak amis, kecuali
jika terjadi infeksi. Pengeluaran lokia dalam jumlah besar disertai bau
menyengat, demam, dan perasaan malaise merupakan indikasi infeksi intrauterine.
Tahapan perubahan lokia masa nifas :
a. Hari ke-1 sampai dengan ke-3 post partum : lochia rubra/cruenta, yang terdiri atas
darah segar, sisa selaput plasenta, sel-sel decidua, verniks kaseosa, lanugo
dan meconium
b. Hari ke-3 sampai dengan ke-7 post partum : lochia sanguinolenta, berupa darah yang
bercampur lendir, warna merah kecoklatan
c. Hari ke-7 sampai dengan ke-14 post partum : lochia serosa, berupa cairan yang tidak
mengandung darah, namun banyak mengandung leukosit, mucus, sel epitel vagina,
desidua nekrotik, bakteri non patologis, warna coklat kekuningan
d. Hari ke-14 sampai dengan 6 minggu post partum : lochia alba, berupa cairan putih yang
terdiri dari sebagian besar cairan serosa dan leukosit.
IV.
PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA IBU NIFAS
a. Perubahan Sistem Pencernaan
Selama persalinan, motilitas lambung berkurang akibat nyeri
dan rasa takut. Penurunan tonus sfingter esophagus bawah, penurunan motilitas
lambung, dan peningkatan keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan
lambung. Kondisi ini dapat menyebabkan relaksasi abdomen, peningkatan distensi
gas, dan konstipasi segera setelah melahirkan.
Defekasi
pertama biasanya terjadi dalam 2-3 hari pascapersalinan. Namun hal ini dapat
dipersulit dengan adanya hemoroid, yang menyebabkan gangguan defekasi. Akibat
pengaruh progesteron pada sistem vena, aliran darah mungkin melambat karena
pembuluh darah menjadi lebih berkelok-kelok.
Masalah
konstipasi diperparah oleh atonia usus, otot abdomen yang melemah, asupan
makanan yang tidak teratur, dan dehidrasi akibat persalinan. Pada hari ke-10,
fungsi usus harus sudah kembali normal. Inkontinensia feses mungkin
mengisyaratkan kerusakan sfingter anus atau perbaikan yang tidak adekuat.
b. Perubahan Sistem Perkemihan
Trauma yang dialami oleh vesica urinaria (VU) selama
persalinan biasanya menyebabkan edema dan hiperemis vesica urinaria, yang tonus
ototnya berkurang selama kehamilan. Perubahan pada vesica urinaria dapat
menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada masa nifas.
Trauma pada sfingter VU meningkatkan frekuensi inkontinensia stres, yang
ditandai oleh kebocoran urin saat pasien batuk, tertawa, melakukan gerakan
mendadak, atau berolahraga.
Nyeri yang berkaitan dengan berkemih mungkin menandakan ISK.
Dilatasi ureter, peregangan berlebihan VU, serta instrumentasi atau persalinan
dengan operasi, semuanya meningkatkan risiko infeksi. Pada hari ke-10, fungsi
VU harus diamati dan dinilai, seharusnya tidak lagi ditemukan tanda
inkontinensia spontan.
c. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih
lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
d. Perubahan Hormonal
Pada akhir persalinan, sebagian besar hormon steroid yang
disintesis plasenta turun drastis seiiring dengan pengeluaran plasenta. Kadar
estrogen dan progesteron turun ke tingkat sebelum hamil dalam 72 jam pasca
persalinan. Kadar FSH pulih ke konsentrasi prahamil dalam 3 minggu pasca
persalinan, tetapi pemulihan sekresi LH memerlukan waktu lebih lama, bergantung
pada lama laktasi. Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung pada kinerja
laktasi.
e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologis
Pengeluaran darah saat persalinan, yang secara normal
diperkirakan 300-500 cc, dikompensasi secara adekuat oleh peningkatan volume
darah yang terjadi selama kehamilan. Eritropoiesis mengalami pengaktifan
sebelum dan sesudah persalinan. Diuresis juga semakin mengurangi volume plasma
pada hari-hari pertama nifas.
Pada saat hamil terdapat hubungan pendek yang disebut shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta.
Namun setelah janin lahir, kemudian plasenta lahir, maka sirkulasi ibu dan plasenta
akan terputus dan kemudian kondisi ini menyebabkan volume darah ibu relatif
akan bertambah banyak sehingga beban jantung juga akan meningkat. Namun secara
fisiologis, keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi yaitu
timbulnya hemokonsentrasi (darah lebih kental) sehingga volume darah kembali
seperti semula.
Hemokonsentrasi terjadi juga akibat perbedaan jumlah darah
yang keluar saat persalinan dengan pemulihan keseimbangan normal air.
Hemokonsentrasi menyebabkan hiperkoagulabilitas akibat peningkatan konsentrasi
faktor pembekuan. Kadar hemoglobin juga kembali ke kadar normal prahamil dalam
4-6 minggu dan jumlah leukosit turun ke kadar normal dalam seminggu pasca
persalinan, namun kemudian turun secara bertahap sampai ke kadar prahamil.
Mobilisasi merupakan hal penting untuk mengoptimalkan aliran
balik vena (venous return) untuk
menghindari statis di dalam jaringan vaskular sehingga risiko thrombosis vena
profunda (deep vein thrombosis, DVT)
berkurang. Pada masa nifas cenderung terjadi bradikardi (penurunan denyut
jantung) menjadi 60-70 kali per menit. Peningkatan denyut jantung
mengindikasikan anemia berat, thrombosis vena, dan infeksi.
f. Perubahan Sistem Respirasi
Diafragma dapat meningkatkan jarak gerakannya setelah uterus
tidak lagi menekannya sehingga ventilasi lobus-lobus basal paru dapat
berlangsung penuh. Compliance dinding dada, volume dan kecepatan pernafasan
kembali ke normal dalam 1-3 minggu.
V.
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
a. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
·
Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung
dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan. Pada saat ini, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses
persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup
istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal
ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu
kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini
perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.
Disamping nafsu makan ibu memang meningkat.
·
Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena
itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
·
Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri
dan bayinya meningkat pada fase ini.
b. Post Partum Blues
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh
perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa
lelah yang dirasakan. Gejala-gejala baby blues antara lain menangis, mengalami
perubahan perasaan, cemas, kesepian, khawatir mengenai sang bayi, penurunan
gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu.
Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini :
·
Mintalah bantuan suami atau keluarga
jika ibu membutuhkan istirahat untuk menghilangkan kelelahan
·
Beritahu suami mengenai apa yang
sedang ibu rasakan. Mintalah dukungan dan pertolongannya
·
Buang rasa cemas dan kekhawatiran
akan kemampuan merawat bayi
·
Carilah hiburan dan luangkan waktu
untuk diri sendiri
c. Depresi Post Partum
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan,
otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan
depresi pasca persalinan (depresi post partum). Berikut ini gejala-gejala
depresi pasca persalinan :
·
Sulit tidur, bahkan ketika bayi
sudah tidur
·
Nafsu makan hilang
·
Perasaan tidak berdaya atau
kehilangan control
·
Terlalu cemas atau tidak perhatian
sama sekali pada bayi
·
Tidak menyukai atau takut menyentuh
bayi
·
Pikiran yang menakutkan mengenai
bayi
·
Sedikit atau tidak ada perhatian
terhadap penampilan pribadi
·
Gejala fisik seperti banyak wanita
sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar
Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan
konsultasi dengan psikiater. Jika depresi berkepanjangan ibu perlu mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit. Seorang ibu multipara mudah mengalami/menderita
depresi masa nifas. Hal ini disebabkan oleh kesibukannya yang mengurusi
anak-anak sebelum kelahiran anaknya ini. Ibu yang tidak mengurusi dirinya
sendiri, seorang ibu cepat murung, mudah marah-marah. Hal ini menandakan ibu menderita
depresi masa nifas. Dibutuhkan juga dukungan keluarga dengan cara selalu
mengunjungi dan menawarkan bantuan dan dorongan kepada ibu.
d. Psikosis
Ibu yang berisiko tinggi mengalami psikosis adalah ibu yang
sebelumnya pernah mengalami depresi atau tekanan jiwa, ibu yang rasa percaya
dirinya rendah, ibu yang tidak mendapatkan dukungan, ibu yang bayinya meninggal
ataupun mempunyai masalah. Tanda-tanda dan gejalanya adalah tidak bisa tidur,
tidak nafsu makan, merasa bahwa ia tidak dapat merawat dirinya sendiri atau
bayinya, berfikir untuk mencederai dirinya sendiri atau bayinya, seolah
mendengar suara-suara atau tidak dapat berfikir jernih, perilakunya aneh,
kehilangan sentuhan atau hubungan dengan kenyataan, adanya halusinasi atau
khalayan, menyangkal bahwa bayi yang dilahirkan adalah anaknya. Penatalaksanaan
: dirujuk ke seorang ahli yang mampu menangani masalah psikologis. Ia
memerlukan pengobatan khusus untuk membantu mengatasi keadaannya dan dukungan
untuk ibu sangat diperlukan.
Fisiologi persalinan
a) Definisi fisiologi
persalinanPersalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah
proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono,
2001 ).Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya
bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari
24 jam ( Rustam Mochtar, 1998 ).Persalinan normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ) lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin ( Prawirohardjo, 2001 ).b)
Sebab-sebab mulainya persalinanBanyak penyebab mulainya persalinan.
Sebab-sebab mulainya persalinan di dahului beberapa faktor. Menurut Sumarah
(2009, bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga
menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya kekuatan
his.Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu:1.Estrogen Estrogen
berfungsi untuk meningkatkan sensivitas otot rahim dan memudahkan penerimaan
rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan
mekanis.2.Progesteron Progesteron berfungsi menurunkan sensivitas otot
rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim dan
otot polos relaksasi.Pada kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam keadaan
yang seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan keseimbangan
kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise
parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai,
oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering.
Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat
mulai umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau
persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat
memberikan pengaruh penting untuk mulainya kontraksi rahim.Dengan demikian
dapat dikemukakan beberapa teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan
:
1Teori Keregangan — Otot rahim
mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu
tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Keadaan uterus yang
terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal
ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter
sehingga plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi
kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
- Teori penurunan progesterone — Proses penuaan plasenta
terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan
ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi koriales
mengalami perubahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami
penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu.
- Teori oksitosin internal — Oksitosin dikeluarkan oleh
kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen
dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering
terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat
tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga
persalinan dimulai.
- Teori prostaglandin — Konsentrasi prostaglandin
meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat memicu
terjadinya persalinan.
- Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis —
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi
keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini
dikemukakan oleh Linggin (1973). Malpar tahun 1933 mengangkat otak kelinci
percobaan, hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih lama. Pemberian
kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi persalinan.
Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara
hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal
merupakan pemicu terjadinya persalinan.
- Teori berkurangnya nutrisi — Berkurangnya nutrisi pada
janin dikemukakan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi
pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
- Faktor lain — Tekanan pada ganglion servikale dari
pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini
tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Bagaimana terjadinya
persalinan masih tetap belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua
faktor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi
multifaktor.
Pada kehamilan kedua hormon tersebut
berada dalam keadaan yang seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan.
Perubahan keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin yang
dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam
bentuk Braxton Hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada
saat persalinan dimulai, oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi
kontraksi semakin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui
prostaglandin yang makin meningkat mulai umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm
lebih-lebih sewaktu partus atau persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan
keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk mulainya
kontraksi rahim
c) Persalinan normal
Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks, dari janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah
proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono,
2001). Persalinan normal disebut juga partus spontan atau proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat
serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
(Rustam Mochtar, 1998).Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Prawirohardjo, 2001)
d) Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan normal adalah
rentetan gerakan pasif janin pada saat persalinan berupa penyesuaian bagian
terendah (kepala) janin terhadap jalan lahir atau panggul pada saat melewati
jalan lahir
a.
Masuknya kepala janin pada PAP
b.
Pada primigavida masuknya kepala
janin dimulai pada akhir kehamilan. Masuk periode inpartu dalam keadaan kepala
engaged.(BDP). Pada nulipara, masuknya kepala janin pada pintu atas panggul
terjadi pada awal persalinan. masuk periode inpartu dalam keadaan floating
(melayang di atas PAP)Engagement atau kepala sudah cakap apabila diameter
terbesar bagian terendah janin telah melewati PAP.. Engagement kepala janin
bergantian pada situasi :
1) Sinklitismus jika sutura
sagitalis sejajar diameter transversal PAP, berada tepat antara simfisis pubis
dan promontorium, tulang ubun-ubun depan dan belakang sama rendah.
2)
Asinklitismus jika sutura sagitalis dalam keadaan kebelakang mendekati
promontorium dan ke depan mendekati simfisis pubis. Terdapat 2 macam posisi
asinklitismus.yaitu Asinklitismus Anterior (sutura sagitalis mendekati
promontorium dan tulang ubun-ubun/parietal depan lebih rendah dari tulang
ubun-ubun belakang) dan asinklitismus Posterior (Sutura sagitalis mendekati
simfisis pubis, tulang ubun-ubun/parietal belakang lebih rendah lebih rendah
dari tulang ubun-ubun depan.
b.Turunnya kepala janin ke dasar
panggul
Pada primipara, masuknya kepala
janin ke dalam PAP terjadi sebelum persalinan, sedangkan turunnya kepala
terjadi setelah itu, biasanya pada awal kala II. Pada nulipara, masuk dan
turunnya kepala janin ke dalam panggul terjadi bersamaan.
c.Fleksi
Dengan turunnya kepala, fleksi
kepala bertambah sehingga posisi ubun-ubun kecil (UUK) lebih rendah daripada
ubun-ubun besar (UUB) sehingga diameter fronto oksipital (12 cm) sebagai ukuran
terpanjang terbentang antara fronto diameter anteroposterior dan diameter sub
oksipitobregmatika (9,5cm) yang lebih kecil yang akan melewati jalan lahir.
d. Putaran Paksi Dalam
Pemutaran bagian terendah janin ke
depan (simfisis pubis) atau ke belakang (sakrum). Putaran paksi dalam merupakan
suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir.
e.Ekstensi / Defleksi kepala janin
Terjadi agar kepala dapat melewati
PBP, sumbu jalan lahir arah anteroposterior
f.Putaran paksi luar atau Restitusi
Setelah kepala lahir seluruhnya,
kepala kembali memutat ke arah punggung untuk menghilangkan torsi pada leher
karena putaran paksi dalam tadi.putaran ini disebut putaran restitusi kemudian
putaran dilanjutkan hingga kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak
(di sisi kiri)
g.Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu
depan sampai di bawah simfisis dan menjadi hypomochilion untuk melahirkan bahu
belakang kemudian bahu depan menyusul seluruh badan anak lahir searah dengan
paksi jalan lahir.
3.
Fisiologi nifas
a) Puerperium normal dan
penangananya
1)Pengertian nifas
Nifas atau puerperium adalah periode
waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak
hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Fairer, Helen, 2001:225)
b)Perubahan masa nifas
1. Sistem Reproduksi pada Masa
Kehamilan
Dalam masa nifas, alat-alat
genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan yang terjadi di dalam tubuh seorang wanita
sangatlah menakjubkan. Uterus atau rahim yang berbobot 60 gram sebelum
kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg selama masa
kehamilan dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Seorang
bidan dapat membantu ibu untuk memahami perubahan-perubahan ini.
1.Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan
uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses
kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi
uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan decidua/endometrium dan
pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan
ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia.
Proses involusi uterus adalah
sebagai berikut :
1. Iskemia Miometrium,Disebabkan
oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi
2. Autolysis,Autolysis merupakan
proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga
10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan
atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi
yang berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
3.
Efek Oksitosin,Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterin sehinggaakan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Prosesini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.Penurunan ukuran uterus yang
cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari
abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan
puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas
diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam
beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan kemudian secara
berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi
di atas simfisis setelah sepuluh hari.Perubahan uterus ini berhubungan erat
dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi
perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan
melalui pembuluh getah bening.Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi
dan ekspulsinplasenta dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan
suatu bagian lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi
plasenta) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus).
Decidua yang tersisa ini menyusun
kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1. Suatu degenerasi nekrosis lapisan
superficial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan
lapisan dalam dekat miometrium.
2. Lapisan yang terdiri dari
sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh
proliferasi epithelium endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan selama
pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga kecuali di tempat
implantasi plasenta.Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan
lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochia
ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar pada
hakekatnya mengikis pembuluh darah yang meembeku pada tempat implantasi
plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lochia.
1.Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta
merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar
telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta
khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh
darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh
dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal
ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya
tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada
dasar luka.Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama
sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini
dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari
sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan
kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis.
1.Perubahan pada servik.Serviks
mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong.
Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri
merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari setelah
persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak
rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu
pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi
berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikallis.Pada serviks terbentuk
sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena
hyper palpasi ini dank arena retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi
sembuh. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa
dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan
tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada
pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir
belakang pada serviks.
- Lochea
Dengan adanya involusi uterus, maka
lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran
antara darah dan decidua tersebut dinamakan Lochia, yang biasanya berwarna
merah muda atau putih pucat.Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa
nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia
mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri dari
eritrosit,peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri. Lochia mengalami
perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lochia dapat dibagi
berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
a. Lochia Rubra/ merah
(kruenta)Lochia ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Sesuai
dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari
perobekan/luka pada plasenta dans erabut dari deciduas dan chorion. Terdiri
dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
b. Lochea Sanguinolenta,
lochea ini muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum. Cairan berwarna
merah kecoklatan dan berlendir.
c. Lochia Serosa Lochia ini
muncul pada hari ke 7 sampai ke 14 postpartum. Warnanya biasanya kekuningan
atau kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak
serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d. Lochia Alba, Lochia ini
berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih
kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
- Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan
serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia manjadi lebih menonjol.Segera setelah melahirkan, perineum
menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum
melahirkan.Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
No comments:
Post a Comment