Subscribe di sini

Friday, 29 January 2016

Fisiologi Kehamilan


Materi kuliah bidan - Fisiologi Nifas

FISIOLOGI NIFAS

     I.  PENGERTIAN NIFAS
Masa nifas (puerperium) secara tradisional didefinisikan sebagai periode 6 minggu segera setelah lahirnya bayi dan mencerminkan periode saat fisiologi ibu, terutama sistem reproduksi, kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Pengertian lainnya, puerperium adalah masa sejak persalinan selesai dan berakhir setelah 6 minggu, dimana alat-alat reproduksi berangsur-angsur kembali seperti normal.
    II.INVOLUSI DAN SUBINVOLUSI UTERUS
Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus. Oksitosin yang disekresikan kelenjar hipofisis posterior menginduksi kontraksi miometrium yang intermitten dan kuat, dank arena rongga uterus sudah kosong, maka keseluruhan uterus berkontraksi penuh ke arah bawah dan dinding uterus kembali menyatu berhadapan satu sama lain. Sekitar 1 jam pasca persalinan, miometrium sedikit melemas, tetapi perdarahan aktif dihambat oleh aktivasi mekanisme pembekuan darah, yang selama kehamilan mengalami perubahan besar, untuk menghasilkan respon pembekuan yang cepat. Involusi uterus berlangsung sedemikian cepat sehingga 50% dari massa total jaringan lenyap dalam 1 minggu.
Ukuran sel miometrium berkurang dan uterus kembali hampir ke ukuran prahamilnya, walaupun proporsi jaringan ikat yang ada di uterus secara progresif meningkat seiring dengan jumlah kehamilan. Involusi berlangsung lambat pada wanita yang menjalani SC segmen bawah. Involusi uterus yang berlangsung lambat (sub-involusi) mengindikasikan adanya retensi produk konsepsi dan atau infeksi sekunder, yang biasanya ditandai dengan adanya lochia rubra yang terus-menerus keluar disertai bau menusuk.
Involusi adalah perubahan-perubahan alat genetalia interna dan eksterna yang berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
a.       Uterus/Tinggi Fundus Uteri (TFU)
·         Setelah janin lahir, TFU kira-kira setinggi pusat
·         Setelah plasenta lahir, TFU kira-kira 2 jari di bawah pusat
·         Hari ke-5 postpartum, TFU setinggi ½ dari jarak antara simfisis os pubis (SOP) dan pusat
·         Hari ke-12 postpartum, TFU tidak teraba lagi
b.      Berat Uterus
·         1 minggu postpartum : 500 gram
·         2 minggu postpartum : 350 gram
·         6 minggu postpartum : 40-80 gram


c.       Miometrium
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah plasenta dilahirkan, sehingga pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini dapat menghentikan perdarahan.
d.      Cerviks uteri
·         Warna menjadi merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah dan konsistensinya lunak
·         Postpartum 2 jam pembukaan 2-3 jari, namun setelah 1 minggu pembukaan tinggal 1 jari
·         Setelah janin lahir, tangan bisa masuk cavum uteri. Oleh karena itu pada kasus retensio plasenta dapat dilakukan manual plasenta.
e.      Endometrium
·         2-3 hari postpartum, lapisan desidua akan mengalami nekrosis kemudian terlepas dan keluar sebagai lochia, sedangkan lapisan bawah decidua mengandung kelenjar-kelenjar endometrium baru
·         Tempat implantasi plasenta mengalami degenerasi untuk kemudian terlepas lengkap dan tidak menimbulkan jaringan parut
f.        Ligamentum dan Diafragma Pelvis
Setelah janin dilahirkan, berangsur-angsur mengerut kembali seperti semula. Kadang ligamentum menjadi kendor sehingga sering menimbulkan keluhan kandungan turun (prolaps uteri). Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan senam nifas.
g.       Luka-luka jalan lahir
Luka episiotomi yang telah dijahit, luka dinding vagina, luka cervikks akan sembuh sempurna selama tidak luas dan tidak ada infeksi primer maupun sekunder.
h.      Saluran kencing
Dinding saluran kencing memperlihatkan pembengkakan (edema) dan memerah (hiperemis). Kadang dapat menimbulkan retensi urine. kandung kencing (vesica urinaria) dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tinggal sisa urine. Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing pada saat persalinan dapat memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum ginjal akan normal kembali dalam waktu 2 minggu.
   III.        TAHAPAN PERUBAHAN LOKIA MASA NIFAS
Cairan yang pertama kali keluar dari vagina disebut lokia rubra dan terdiri atas darah yang terkumpul di dalam saluran reproduksi dan produk autolitik desidua yang nekrotik dari tempat perlekatan plasenta. Lokia adalah cairan normal masa nifas dan memiliki bau yang khas agak amis, kecuali jika terjadi infeksi. Pengeluaran lokia dalam jumlah besar disertai bau menyengat, demam, dan perasaan malaise merupakan indikasi infeksi intrauterine.
Tahapan perubahan lokia masa nifas :
a.       Hari ke-1 sampai dengan ke-3 post partum : lochia rubra/cruenta, yang terdiri atas darah segar, sisa selaput plasenta, sel-sel decidua, verniks kaseosa, lanugo dan meconium
b.      Hari ke-3 sampai dengan ke-7 post partum : lochia sanguinolenta, berupa darah yang bercampur lendir, warna merah kecoklatan
c.       Hari ke-7 sampai dengan ke-14 post partum : lochia serosa, berupa cairan yang tidak mengandung darah, namun banyak mengandung leukosit, mucus, sel epitel vagina, desidua nekrotik, bakteri non patologis, warna coklat kekuningan
d.      Hari ke-14 sampai dengan 6 minggu post partum : lochia alba, berupa cairan putih yang terdiri dari sebagian besar cairan serosa dan leukosit.
   IV.        PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA IBU NIFAS
a.       Perubahan Sistem Pencernaan
Selama persalinan, motilitas lambung berkurang akibat nyeri dan rasa takut. Penurunan tonus sfingter esophagus bawah, penurunan motilitas lambung, dan peningkatan keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan lambung. Kondisi ini dapat menyebabkan relaksasi abdomen, peningkatan distensi gas, dan konstipasi segera setelah melahirkan.
            Defekasi pertama biasanya terjadi dalam 2-3 hari pascapersalinan. Namun hal ini dapat dipersulit dengan adanya hemoroid, yang menyebabkan gangguan defekasi. Akibat pengaruh progesteron pada sistem vena, aliran darah mungkin melambat karena pembuluh darah menjadi lebih berkelok-kelok.
            Masalah konstipasi diperparah oleh atonia usus, otot abdomen yang melemah, asupan makanan yang tidak teratur, dan dehidrasi akibat persalinan. Pada hari ke-10, fungsi usus harus sudah kembali normal. Inkontinensia feses mungkin mengisyaratkan kerusakan sfingter anus atau perbaikan yang tidak adekuat.
b.      Perubahan Sistem Perkemihan
Trauma yang dialami oleh vesica urinaria (VU) selama persalinan biasanya menyebabkan edema dan hiperemis vesica urinaria, yang tonus ototnya berkurang selama kehamilan. Perubahan pada vesica urinaria dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi saluran kemih (ISK) pada masa nifas. Trauma pada sfingter VU meningkatkan frekuensi inkontinensia stres, yang ditandai oleh kebocoran urin saat pasien batuk, tertawa, melakukan gerakan mendadak, atau berolahraga.
Nyeri yang berkaitan dengan berkemih mungkin menandakan ISK. Dilatasi ureter, peregangan berlebihan VU, serta instrumentasi atau persalinan dengan operasi, semuanya meningkatkan risiko infeksi. Pada hari ke-10, fungsi VU harus diamati dan dinilai, seharusnya tidak lagi ditemukan tanda inkontinensia spontan.
c.       Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
d.      Perubahan Hormonal
Pada akhir persalinan, sebagian besar hormon steroid yang disintesis plasenta turun drastis seiiring dengan pengeluaran plasenta. Kadar estrogen dan progesteron turun ke tingkat sebelum hamil dalam 72 jam pasca persalinan. Kadar FSH pulih ke konsentrasi prahamil dalam 3 minggu pasca persalinan, tetapi pemulihan sekresi LH memerlukan waktu lebih lama, bergantung pada lama laktasi. Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung pada kinerja laktasi.
e.      Perubahan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologis
Pengeluaran darah saat persalinan, yang secara normal diperkirakan 300-500 cc, dikompensasi secara adekuat oleh peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan. Eritropoiesis mengalami pengaktifan sebelum dan sesudah persalinan. Diuresis juga semakin mengurangi volume plasma pada hari-hari pertama nifas.
Pada saat hamil terdapat hubungan pendek yang disebut shunt antara sirkulasi ibu dan plasenta. Namun setelah janin lahir, kemudian plasenta lahir, maka sirkulasi ibu dan plasenta akan terputus dan kemudian kondisi ini menyebabkan volume darah ibu relatif akan bertambah banyak sehingga beban jantung juga akan meningkat. Namun secara fisiologis, keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi yaitu timbulnya hemokonsentrasi (darah lebih kental) sehingga volume darah kembali seperti semula.
Hemokonsentrasi terjadi juga akibat perbedaan jumlah darah yang keluar saat persalinan dengan pemulihan keseimbangan normal air. Hemokonsentrasi menyebabkan hiperkoagulabilitas akibat peningkatan konsentrasi faktor pembekuan. Kadar hemoglobin juga kembali ke kadar normal prahamil dalam 4-6 minggu dan jumlah leukosit turun ke kadar normal dalam seminggu pasca persalinan, namun kemudian turun secara bertahap sampai ke kadar prahamil.
Mobilisasi merupakan hal penting untuk mengoptimalkan aliran balik vena (venous return) untuk menghindari statis di dalam jaringan vaskular sehingga risiko thrombosis vena profunda (deep vein thrombosis, DVT) berkurang. Pada masa nifas cenderung terjadi bradikardi (penurunan denyut jantung) menjadi 60-70 kali per menit. Peningkatan denyut jantung mengindikasikan anemia berat, thrombosis vena, dan infeksi.
f.        Perubahan Sistem Respirasi
Diafragma dapat meningkatkan jarak gerakannya setelah uterus tidak lagi menekannya sehingga ventilasi lobus-lobus basal paru dapat berlangsung penuh. Compliance dinding dada, volume dan kecepatan pernafasan kembali ke normal dalam 1-3 minggu.
    V.         PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
a.       Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
·         Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan. Pada saat ini, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya. Disamping nafsu makan ibu memang meningkat.
·         Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
·         Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
b.      Post Partum Blues
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Gejala-gejala baby blues antara lain menangis, mengalami perubahan perasaan, cemas, kesepian, khawatir mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini :
·         Mintalah bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan istirahat untuk menghilangkan kelelahan
·         Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan. Mintalah dukungan dan pertolongannya
·         Buang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat bayi
·         Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri
c.       Depresi Post Partum
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca persalinan (depresi post partum). Berikut ini gejala-gejala depresi pasca persalinan :
·         Sulit tidur, bahkan ketika bayi sudah tidur
·         Nafsu makan hilang
·         Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control
·         Terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi
·         Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi
·         Pikiran yang menakutkan mengenai bayi
·         Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi
·         Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar
Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konsultasi dengan psikiater. Jika depresi berkepanjangan ibu perlu mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Seorang ibu multipara mudah mengalami/menderita depresi masa nifas. Hal ini disebabkan oleh kesibukannya yang mengurusi anak-anak sebelum kelahiran anaknya ini. Ibu yang tidak mengurusi dirinya sendiri, seorang ibu cepat murung, mudah marah-marah. Hal ini menandakan ibu menderita depresi masa nifas. Dibutuhkan juga dukungan keluarga dengan cara selalu mengunjungi dan menawarkan bantuan dan dorongan kepada ibu.
d.      Psikosis
Ibu yang berisiko tinggi mengalami psikosis adalah ibu yang sebelumnya pernah mengalami depresi atau tekanan jiwa, ibu yang rasa percaya dirinya rendah, ibu yang tidak mendapatkan dukungan, ibu yang bayinya meninggal ataupun mempunyai masalah. Tanda-tanda dan gejalanya adalah tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, merasa bahwa ia tidak dapat merawat dirinya sendiri atau bayinya, berfikir untuk mencederai dirinya sendiri atau bayinya, seolah mendengar suara-suara atau tidak dapat berfikir jernih, perilakunya aneh, kehilangan sentuhan atau hubungan dengan kenyataan, adanya halusinasi atau khalayan, menyangkal bahwa bayi yang dilahirkan adalah anaknya. Penatalaksanaan : dirujuk ke seorang ahli yang mampu menangani masalah psikologis. Ia memerlukan pengobatan khusus untuk membantu mengatasi keadaannya dan dukungan untuk ibu sangat diperlukan.
Fisiologi persalinan
a) Definisi fisiologi persalinanPersalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001 ).Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam ( Rustam Mochtar, 1998 ).Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin ( Prawirohardjo, 2001 ).b)     Sebab-sebab mulainya persalinanBanyak penyebab mulainya persalinan. Sebab-sebab mulainya persalinan di dahului beberapa faktor. Menurut Sumarah (2009, bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya kekuatan his.Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu:1.Estrogen Estrogen berfungsi untuk meningkatkan sensivitas otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.2.Progesteron Progesteron berfungsi menurunkan sensivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.Pada kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam keadaan yang seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai, oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk mulainya kontraksi rahim.Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan :
1Teori Keregangan — Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
  1. Teori penurunan progesterone — Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
  2. Teori oksitosin internal — Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst  posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.
  3. Teori prostaglandin — Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.
  4. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis — Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin (1973). Malpar tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih lama. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
  5. Teori berkurangnya nutrisi — Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
  6. Faktor lain — Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Bagaimana terjadinya persalinan masih tetap belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor.
Pada kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam keadaan yang seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai, oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk mulainya kontraksi rahim
c) Persalinan normal
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001). Persalinan normal disebut juga partus spontan atau proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Rustam Mochtar, 1998).Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2001)
d)  Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan normal adalah rentetan gerakan pasif janin pada saat persalinan berupa penyesuaian bagian terendah (kepala) janin terhadap jalan lahir atau panggul pada saat melewati jalan lahir
a.            Masuknya kepala janin pada PAP
b.           Pada primigavida masuknya kepala janin dimulai pada akhir kehamilan. Masuk periode inpartu dalam keadaan kepala engaged.(BDP). Pada nulipara, masuknya kepala janin pada pintu atas panggul terjadi pada awal persalinan. masuk periode inpartu dalam keadaan floating (melayang di atas PAP)Engagement atau kepala sudah cakap apabila diameter terbesar bagian terendah janin telah melewati PAP.. Engagement kepala janin bergantian pada situasi :
1) Sinklitismus jika sutura sagitalis sejajar diameter transversal PAP, berada tepat antara simfisis pubis dan promontorium, tulang ubun-ubun depan dan belakang sama rendah.
2)     Asinklitismus jika sutura sagitalis dalam keadaan kebelakang mendekati promontorium dan ke depan mendekati simfisis pubis. Terdapat 2 macam posisi asinklitismus.yaitu Asinklitismus Anterior (sutura sagitalis mendekati promontorium dan tulang ubun-ubun/parietal depan lebih rendah dari tulang ubun-ubun belakang) dan asinklitismus Posterior (Sutura sagitalis mendekati simfisis pubis, tulang ubun-ubun/parietal belakang lebih rendah lebih rendah dari tulang ubun-ubun depan.
b.Turunnya kepala janin ke dasar panggul
Pada primipara, masuknya kepala janin ke dalam PAP terjadi sebelum persalinan, sedangkan turunnya kepala terjadi setelah itu, biasanya pada awal kala II. Pada nulipara, masuk dan turunnya kepala janin ke dalam panggul terjadi bersamaan.
c.Fleksi
Dengan turunnya kepala, fleksi kepala bertambah sehingga posisi ubun-ubun kecil (UUK) lebih rendah daripada ubun-ubun besar (UUB) sehingga diameter fronto oksipital (12 cm) sebagai ukuran terpanjang terbentang antara fronto diameter anteroposterior dan diameter sub oksipitobregmatika (9,5cm) yang lebih kecil yang akan melewati jalan lahir.
d. Putaran Paksi Dalam
Pemutaran bagian terendah janin ke depan (simfisis pubis) atau ke belakang (sakrum). Putaran paksi dalam merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir.
e.Ekstensi / Defleksi kepala janin
Terjadi agar kepala dapat melewati PBP, sumbu jalan lahir arah anteroposterior
f.Putaran paksi luar atau Restitusi
Setelah kepala lahir seluruhnya, kepala kembali memutat ke arah punggung untuk menghilangkan torsi pada leher karena putaran paksi dalam tadi.putaran ini disebut putaran restitusi kemudian putaran dilanjutkan hingga kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (di sisi kiri)
g.Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi hypomochilion untuk melahirkan bahu belakang kemudian bahu depan menyusul seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
3.      Fisiologi nifas
a) Puerperium normal dan penangananya
1)Pengertian nifas
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Fairer, Helen, 2001:225)
b)Perubahan masa nifas
1. Sistem Reproduksi pada Masa Kehamilan
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan yang terjadi di dalam tubuh seorang wanita sangatlah menakjubkan. Uterus atau rahim yang berbobot 60 gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg selama masa kehamilan dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Seorang bidan dapat membantu ibu untuk memahami perubahan-perubahan ini.
1.Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan decidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1. Iskemia Miometrium,Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi
2. Autolysis,Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3. Efek Oksitosin,Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehinggaakan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Prosesini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening.Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsinplasenta dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus).
Decidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium.
2. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta.Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochia ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar pada hakekatnya mengikis pembuluh darah yang meembeku pada tempat implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.
1.Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis.
1.Perubahan pada servik.Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikallis.Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena hyper palpasi ini dank arena retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.
  1. Lochea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan Lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri dari eritrosit,peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
a.  Lochia Rubra/ merah (kruenta)Lochia ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dans erabut dari deciduas dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
b.  Lochea Sanguinolenta, lochea ini muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum. Cairan berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
c.  Lochia Serosa Lochia ini muncul pada hari ke 7 sampai ke 14 postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d.  Lochia Alba, Lochia ini berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
  1. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.


No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...