Perang
Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-2 H dan bertempat di perigi
bernama Badar yang ada di antara Mekah dan Madinah. Ketika kafilah perdagangan
kafir Quraisy yang di pimpin oleh Abu Sufyan bin Harb melintasi ujung batas negeri
Madinah, Rasululloh saw. menyuruh mencegatnya Karena harta yang di bawa oleh
mereka sebagian besar harta rampasan dari kaum muslimin ketika mereka akan
berhijrah ke Madinah.
Pasukan
umat Islam berjumlah 313 orang yang terdiri dari 210 orang muslim Anshar dan
selebihnya dari kaum Muslim Muhajirin. Bendera perang di serahkan kepada
Mush’ab bin Umair, seorang pemuda yang baru saja masuk Islam, tapi keimanannya
sudah sangat kuat, sehingga Rasululloh memberinya kepercayaan untuk memegang
bendera perang. Mendengar Rasululloh telah menyiagakan pasukan, Abu Sufyan
segera mengutus Kurir ke Mekah untuk memberi tahu Abu Jahal dan para pembesar
Quraisy lainnya. Maka Abu Jahal menghimpun pasukan dengan kekuatan 1000 orang
untuk melindungi kafilah perdagangan mereka dari serbuan pasukan Islam.
Rasululloh
membentuk regu pengintai untuk meyelidiki jalur yang ditempuh kafilah dagang
Quraisy. Pasukan kafir Quraisy yang mengawal kafilah mereka telah menuju desa
Badar. Hal itu segera di laporkan kepada Rasululloh. Maka Rasululloh segera
mengadakan musyawarah dengan para sahabat dan di sepakati bahwa pasukan muslim
harus segra di berangkatkan menuju desa Badar untuk menyongsong kedatangan
pasukan kafir Quraisy.
Pasukan
Islam berkemah dekat sumber air di desa Badar, sehingga dapat dengan mudah
mengahadang pasukan kafir Quraisy dan mencegah mereka untuk menambil perbekalan
air bagi pasukannya. Tidak lama kemudian pasukan kafir Quraisy tiba di tempat
yang sama dengan segala perlengkapannya. Maka perang pun tak dapat di hindari.
Sebelum
perang missal terjadi, terlebih dahulu pasukan Quraisy menantang perang tanding
satu lawa satu. Dengan semangat jihad yang tinggi, pasukan Islam segera meminta
izin kepada Rasulullah untuk menerima tantangan pasukan kafir. Rasul
mengizinkan dan mengutus tiga orang perwiranya yang gagah perkasa, pemberani,
dan angat kuat imannya, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib,
dan Ubaid bin Haritsah. Sedangkan dari pihak kafir Quraisy mengutus perwiranya,
yaitu Utba bin Rabia, Syaiba, saudaranya Utba, dan Walid bin Utba (anaknya).
Perang
tanding pun dimulai. Hanya dalam hitungan detik, Hamzah bin Abdul Muthalib
dapat menebas leher Syaiba hingga tewas. Begitu juga Ali bin Abi Thalib dapat
membunuh Walid bin Utbah dengan sekejap. Ubaidillah bin Haritsah nampak saling
melukai dengan Utba. Ketika Ubaidillah terdesak, Hamzah bin Abdul Muthalib
segera membatu Ubaidillah menebaskan pedangnya ke leher Utba hingga tewas.
Menyaksikan
perwiranya terbunuh, Abu Sufyan segera menyerukan komandonya untuk menyerang
kaum muslimin. Sedangkan di pihak muslim, Rasululloh masih tampak khawatir
melihat pasukan musuh yang begitu besar jumlahnya. Namun Allah SWT tidak akan
membiarkan utusannya dalam kecemasan, maka segeralah turun wahyu untuk
meyakinkan hati Nabi Muhammad.
“Wahai
Nabi (Muhammad) Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua
puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan du ratus
orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, niscaya
mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, karena orng-orang kafir itu adalah
kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal: 65)
Setelah
mendapat wahyu tersebut, Nabi Muhammad segara mengobarkan semangat jihad kepada
pasukan Islam yang telah siaga menunggu perintah dari beliau. Tidak ada sedikit
pun perasaan takut dan bimbang dalam hati pasukan muslim, sebaliknya jiwa
mereka dipenuh dengan semangat jihad membela agama Allah dan Rasul-Nya.
Mendengar
komando Rasululloh saw. pasukan Islam segera berhamburan ke medan perang dengan
gagah perkasa. Puluhan musuh terbunuh oleh sabetan pedang Hamzah bin Abdul
Muthalib, puluhan lainnya tewas di tangan Ali bin Abi Thalib. Sa’ad bin Abi
Waqas sahabat senior, ahli pembidik panah mendengar seruan Nabi: “Bidikkan anak
panahmu hai Sa’ad. Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu.” Sa’ad teringan do’a
Nabi kepadanya pada saat baru masuk Islam: “Ya Allah, tepatkanlah bidikan
panahnya dan kabulkan do’anya”. Maka menggeloralah semangat juang Sa’ad
seketika, hampir tidak ada anak panah yang di lepasanya tanpa menewaskan musuh
yang menjadi sasarannya.
Nabi
sendiri tidak hanya mengomando. Beliau juga menyongsong musuh sambil menaburkan
debu ke arah musuh seraya berkata: “Hitamlah wajahmu!” Pasukan Islam terus
berjuang dengan penuh semangat untuk membela dan mempertahankan agama Islam.
Rasululloh saw. juga terus menyemangati pasukannya dengan berulang-ulang
membacakan ayat Al-Qur’an berikut.
“Kelak
akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka pukullah
di atas leher mereka dan pukullah tiap-tiap ujung jari mereka” (QS. Al-Anfal:
12)
Pasukan
kafir menderita kekalahan yang cukup parah dan jumlah korbannya yang terbunuh
cukup banyak termasuk Abu Jahal. Dari pihak muslim, 15 orang gugur sebagai
syahid dan beberapa orang luka.
2. Perang Uhud
Pada
perang badar kaum musyrikin menderita kekalahan total dan banyak pemimpin
mereka mati sehingga mereka terpaksa kembali ke Mekah dalam keadaan yang
menyedihkan dan sangat memalukan. Tetapi mereka tidak tinggal diam dengan
pemimpin Abu Sofyan dan orang-orang terkemuka dikalangan kaum Quraisy, mereka
menyiapkan kekuatan yang lebih besar untuk membalas kekalahan mereka pada
perang badar itu. Pada mulanya Rassulullah saw ingin bertahan saja di Madinah,
tetapi kebanyakan para sahabat berpendapat bahwa sebaiknya kaum muslimin
menghadapi serangan kaum musyrikin di luar kota. akhirnya Rassulullah saw
menerima pendapat mereka dan keluarlah beliau memimpin 1000 orang tentara untuk
menghadapi 300 tentara kaum musyrikin yang berkobar-kobar semangatnya.
Ditengah
jalan atas hasutan Abdullah bin Ubay salul 300 tentara tidak ikut berperang dan
kembali ke Madinah, jadi yang berperang 700 saja, diantaranya 100 orang berbaju
besi dan 2 orang berkuda. Rassulullah saw memilih tempat di kaki bukit Uhud dan
menyiapkan 50 orang pemanah di sebelah atas bukit itu serta memerintahkan
mereka supaya jangan meninggalkan tempat itu walau dalam keadaan bagaimanapun,
kewajiban mereka adalah memanah pasukan kudamusuh yang hendak maju menyerang
karena kuda tidak akan terhadap tusukan panah. Demikianlah tentara yang hanya
berjumlah 700 orang itu oleh Rassulullah saw ditempatkan pada tempat-tempat
yang strategis untuk menghadapi musuh yang banyaknya 3000 orang yang
dipersenjatai dengan senjata lengkap.
Dalam
suasana yang sulit dan tidak menguntungkan itu ada dua golongan diantara kaum
muslimin yang hampir patah semangatnya setelah mengetahui bahwa 300 tentara
Islam tidak mau ikut bertempur dan telah kembali ke Madinah. Mereka yang hampir
patah semangatnya itu adalah bani salamah dari suku Khazraj dan bani Harisah
dari suku ‘Aus masing-masing mereka adalah sayap kanan dan kiri dari tentara
Islam. Mereka terpengaruh oleh suasana yang amat mencemaskandan merasa lebih
baik mundur saja dari pada dihancurkan oleh musuh yang demikian besar jumlahnya
dan lengkap persenjataannya. Tetapi untunglah perasaan patah semangat itu tidak
lama mempengaruhi mereka karena mereka adalah orang-orang yang penuh tawakal
kepada Allah dan tetap berkeyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan
hambaNya yang bersabar dan bertawakal kepadaNya.
Sebagai
penambah kekuatan jiwa dan ketabahan hati dalam mengahadapi segala bahaya dan
kesulitan, Allah mengingatkan mereka kepada peperangan badar dimana mereka
berada dalam keadaan lemah dan jumlah yang amat sedikit dibanding kekuatan
jumlah musuh. Berkat pertolongan Allah, mereka berhasil memporak-porandakan
musuh itu hingga banyak diantara pembesar Quraisy yang jatuh menjadi korban dan
banyak pula yang ditawan dan tidak sedikit harta rampasan yang diperoleh kaum
muslimin. Oleh sebab itu Allah memerintahkan supaya mereka bersabar dan
bertaqwa kepada-Nya dan dengan sabar dan taqwa itu mereka akan mendapat
pertolongan dari-Nya dan akan mendapatkankemenangan dan sekiranya mereka akan
mensyukuri kemenangan itu.
Untuk
lebih memperkuat hati dan tekad kaum muslimin dalam menghadapi peperangan Uhud
ini, nabi mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan dibantu oleh Allah 3000
malaikat. Apabila mereka sabar dan tabah menghadapi segala bahaya dan bertaqwa,
Allah akan membantu mereka dengan 5000 malaikat. Pada mulanya dalam pereng uhud
ini kaum muslimin sudah dapat mengacau-balaukan musuh hingga banyak dari
dianatar mereka yang lari kocar-kacir meninggalkan harta benda mereka, dan
mulailah tentara Islam berebut mengambil harat benda itu sebagai ganimah
(rampasan). Melihat keadaan ini para pemanah diperintahkan Nabi Muhammad saw
supaya tetap bertahan ditempatnya, apapun yang terjadi, menyangka kaum
musyrikin telah kalah, lalu mereka meninggalkan tempat mereka dan turun untuk
ikut mengambil harta ganimah. Karena tempat itu telah ditinggalkan pasukan
pemanah, Khalid bin Walid (panglima kaum musyrikin waktu itu) dengan pasukan
berkudanya naik ketempat itu dan mendudukinya, lalu menghujani kaum muslimin
dari belakang dengan anak panah sehingga terjadi kekacauan dan kepanikan
dikalangan kaum muslimin.
Dalam
keadaan kacau balau itu kaum musyrikin mencoba hendak mendekati markas Nabi
Muhammad saw, tetapi para sahabat dapat mempertahankannya walaupun nabi
Muhammad saw mendapat luka pada muka dan bibirnya serta patah sebuah giginya.
Akhirnya berkat kesetiaan mereka membela Nabi Muhammad saw, dan kegigihan
mereka mempertahankan posisinya, mereka bersama Nabi naik kembali kebukit Uhud
dengan selamat. Dengan demikian berakhirlah pertempuran dan pulanglah kaum
musyrikin menuju Makkah dengan rasa puas karena telah dapat membalas kekalahan
mereka pada perang Badar.
3. Perang Khandaq
Perang Khandaq ini terjadi karena
hasutan kaum Yahudi. Sekelompok orang Yahudi Bani Nadhir disertai beberapa
orang dari kabilah Arab Bani Wail pergi ke Makkah menemui orang-orang musyrikin
Quraisy. Mereka menghasut pemimpin-pemimpin Quraisy supaya memerangi Rasulullah
saw di Madinah. Setelah menghasut kaum musyrikin Quraisy, mereka lalu
mendatangi kabilah Gathafan. Selain itu, mereka juga giat mendatangi
kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah dengan maksud yang sama.Kaum musyrikin
Quraisy dan Yahudi menyepakati pasukan yang akan dikirim ke Madinah sebanyak 10
ribu orang dengan perincian 4.000 orang tentara Quraisy, 6.000 orang kabilah
Gathafan, sedangkan kaum yahudi akan menyerahkan hasil perkebunan kurma di
Khaibar selama satu tahun pada kabilah Gathafan. Pihak musyrikin ini dipimpin
oleh Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh Quraisy yang terkenal paling gigih
memusuhi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Mengetahui jumlah pasukan musyrikin
yang besar itu, muncul perasaan khawatir dalam diri umat Islam. Rasulullah saw
selaku panglima tertinggi mengadakan musyawarah dengan pasukannya dan mengatur
strategi yang tepat dalam menghadapi pasukan Quraisy tersebut.
Dalam musyawarah Salman Al Farisy
berpendapat supaya menghadang tentara kafir dengan cara membuat parit yang
besar disekeliling Kota Madinah yang terbuka. Walaupun
ide tersebut dikeluarkan oleh orang bawahan, Rasulullah saw sebagai ketua tidak
ada masalah untuk menerimanya. Atas kerjasama semua, rancangan tersebut
direalisasikan.
Dalam
pembuatan parit ini, Rasulullah saw juga turut serta. Bahkan, setiap 10 orang
kaum Muslimin harus bisa menyelesaikan penggalian parit sepanjang 40 meter.
Menurut Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Athlas Hadits, dalam penggalian itu,
kaum Muslimin berhasil menggali parit sepanjang 5.544 meter dengan lebar 4,62
meter dan kedalaman parit mencapai 3,234 meter. Penggalian itu membutuhkan
waktu sekitar 10 hari. Sementara itu, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, lama
penggalian itu memakan waktu sekitar 6 hari.
Waktu
itu Kota Madinah sedang mengalami musim yang sangat dingin. Sedangkan kaum
Muslimin banyak yang tidak mempunyai makanan yang secukupnya. Bahkan adakalanya
sehungga tidak mempunyai apa-apa makanan. Kata Abu Thalhah : ” Kami pernah
mengeluh kepada Rasulullah saw tentang rasa lapar yang kami deritai. Dan kami
selalu mengikat perut kami dengan batu. Manakala Rasulullah saw pula mengikat
perut baginda dengan dua batu. Kata Anas: “Waktu itu ketika Rasulullah saw
keluar beliau saksikan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersama-sama menggali
parit disuatu pagi yang amat dingin sekali sedangkan keadaan mereka amat lapar.
Parit
yang digali itu memanjang dari utara hingga selatan Madinah. Namun, saat ini,
parit yang terletak di bagian selatan Madinah sudah hilang dan di dekatnya kini
dibangun Masjid Fatah. Setelah beberapa hari menyelesaikan penggalian parit,
datanglah tentara Quraisy yang berjumlah sekitar 10 ribu orang dari Makkah.
Umat
Islam pun siap siaga menjaga Madinah. Rasulullah saw lalu membawa pasukannya
sampai ke Gunung Silih (Saia) dan menjadikan tempat tersebut sebagai benteng
pertahanan. Namun, pasukan Quraisy tak menyadari akan menghadapi pertahanan
kaum Muslimin dengan mengandalkan parit ini.
Mereka
pun tak mampu melewati parit. Maka, saat kedua pasukan saling berhadap-hadapan,
mereka tidak bisa melakukan peperangan sebagaimana biasa, yakni bertempur
secara terbuka. Tentera Abu Sofyan yang tiba di Madinah amat kecewa karena mereka
tidak mampu untuk menyeberangi parit, Strategi Khandaq (parit) yang di bina
oleh Rasulullah saw ialah salah satu strategi perang yang baru di tanah Arab.
Walau bagaimana pun, Tentara Abu Sofyan terus berkubu sekitar Madinah
Dengan
adanya parit ini, kedua pasukan hanya bisa saling memanah. Dengan peperangan
model ini, dari kubu kaum Muslimin menjadi syuhada sebanyak enam orang,
sedangkan dari pasukan Quraisy sebanyak 12 orang. Dalam peristiwa ini, sempat
terjadi duel satu lawan satu antara Ali bin Abi Thalib dengan Amr bin Abdu Wudd
dan Ali berhasil membunuhnya.
Melalui
Gunung Sila (Sal’a) ini Rasulullah saw dapat mengawal pergerakkan tentera
Muslim dan juga mengawasi pergerakkan Musuh. Di Gunung Sila (Sal’a) ini
Rasulullah saw bermunajat selama 3 hari dan turunnya kemudian surah Al-Ahzab.
Dan kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran ini atas diterimanya munajat
Rasulullah saw dan Allah SWT memberikan kemenangan dengan sendirinya yaitu
mengirimkan tentara Malaikat dan angin kencang yang memporak-porandakan orang
kafir sampai lari terbirit-birit. (QS Al-Ahzab [33] 9).
4. Perang Hunain
Perang
Hunain terjadi pada bulan Syawal tahun kedelapan Hijriah, tidak lama setelah
Makkah berhasil dibuka oleh kaum Muslim. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum
Muslim menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah
itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan
aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah saw.
masih bercokol di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah
menolak ajakan Rasulullah saw. (dalam thalab an-nushrah) ketika beliau masih
berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi
saw. dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang
diperoleh Rasulullah saw. dan kaum Muslim tampaknya tidak menyenangkan para
pemuka kabilah yang berada di sekitar Makkah, yang masih musyrik. Kekhawatarian
mereka terhadap pertumbuhan kekuatan kaum Muslim bukan lagi sekadar ilusi, melainkan
kenyataan yang harus mereka hadapi. Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik
bin Auf an-Nashri, behasil memprovokasi beberapa kabilah lainnya, dan
bersiap-siap menghadapi pasukan kaum Muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang
sangat besar di daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif).
Dalam kesempatan itu ia menyertakan juga
anak-anak, kaum wanita, bahkan seluruh harta kekayaan mereka. Hal itu
dilakukannya guna mencegah anggota-anggota kabilah melarikan diri dari
peperangan, sekaligus untuk menyemangati mereka, karena harta kekayaannya,
anak-anak, dan kaum wanitanya terdapat di tengah-tengah mereka. Selain kabilah
Hawazin yang bergabung dengan Malik bin Auf, juga turut serta seluruh penduduk
Tsaqif. Begitu pula seluruh penduduk kabilah Nashr, kabilah Jusyam, Saad bin
Bakr, dan beberapa orang dari Bani Hilal.
Malik
bin Auf an-Nashri berkata kepada pasukannya, “Apabila kalian melihat mereka,
patahkan sarung pedang kalian, lalu bersatu padulah kalian bagaikan satu
tubuh.” Rasulullah saw. sendiri berangkat bersama 2.000 warga kota Makkah dan
10.000 sahabat yang turut serta bersama beliau di dalam penaklukkan Makkah.
Keberangkatannya terjadi pada tanggal 6 Syawal. Jumlah total kaum Muslim yang
terlibat di dalam perang kali ini mencapai 12.000 orang. Rasulullah saw.
menunjuk Attab bin Usaid bin Abu al-Ish bin Umayyah bin Abdu Syams sebagai
pemimpin yang mengontrol penduduk Makkah, yang tidak bisa turut serta berperang
bersama beliau. Jabir bin Abdullah berkata: Tatkala kami berjalan ke Hunain,
kami menuruni salah satu lembah Tihamah yang amat luas. Kami semestinya turun
secara perlahan-lahan, namun kami melakukannya dengan tergesa-gesa. Hal itu
terjadi di tengah malam yang amat gelap.
Di
sisi lain, ternyata orang-orang dari kabilah Hawazin telah mendahului kami tiba
di lembah itu. Mereka bersembunyi dari penglihatan kami di salah satu tempat
tersembunyi dari penglihatan kami. Mereka telah siap sedia dan bertekad bulat
untuk menyergap pasukan kaum Muslim. Demi Allah, tidak ada yang menakutkan kami
saat kami turun melainkan rombongan pasukan mereka yang menyergap kami dengan
kompak, ibarat serangan satu orang. Kami pun berlarian tercerai-berai, dalam
kondisi tidak seorang pun yang menoleh kepada yang lainnya. Di tengah kepanikan
tersebut Rasulullah saw. berseru, “Hai manusia, kembalilah, aku ini Rasulullah.
Aku Muhammad bin Abdullah.” Seruan beliau tidak didengar, sementara itu unta
maupun manusia saling berlarian berpencar, hanya tertinggal beberapa orang dari
kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan Ahlul Bait yang tetap bertahan bersama-sama
Rasulullah saw.
Di
antara para sahabat yang tetap bertahan bersama-sama beliau dari kaum Muhajirin
adalah Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab; dari Ahlul Bait adalah Ali bin Abu
Thalib, Abbas bin Abu Thalib, Abu Sufyan bin al-Harits bersama anaknya al-Fadhl
bin Abbas, Rabiah bin al-Harits, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin Ummu Aiman bin
Ubaid yang saat itu gugur sebagai syahid. Titik Balik Peperangan Menyaksikan
kekalahan itu, beberapa orang Makkah yang masih menaruh dendam di dalam hatinya
bereaksi. Abu Sufyan bin Harb berkata, “Kekalahan mereka tidak akan berakhir
sekalipun hingga di lautan.” Jabalah bin al-Hanbal juga berkata, “Ketahuilah,
sihir telah dikalahkan pada hari ini.” Meski sebagian besar pasukannya
berlarian tercerai-berai, Rasulullah saw. tetap tak beranjak dari tempat
berdirinya. Beliau bersabda, “Hai Abbas, berteriaklah. Hai seluruh orang-orang
Anshar, wahai seluruh orang-orang pemilik samurah.” Mereka lalu menjawab
bersahutan, “Ya, kami menyambut panggilanmu.”
Tidak
lama kemudian, pasukan mampu dikonsolidasikan kembali. Tekanan peperangan
berbalik menyudutkan pasukan musuh. Allah Swt. mengalahkan orang-orang musyrik
dalam Perang Hunain dan memberikan kemenangan kepada Rasulullah saw. Tatkala
orang-orang dari kabilah Hawazin kalah, korban dari pihak Tsaqif (Bani Malik)
amat banyak; 70 orang dari mereka tewas di bawah bendera perang mereka,
termasuk di dalamnya Utsman bin Abdullah bin Rabiah bin al-Harits bin Habib.
Orang-orang musyrik yang kalah dalam Perang Hunain melarikan diri ke Thaif
bersama Malik bin Auf an-Nashri. Sebagian dari mereka memang bermarkas di
lembah Authas, lainnya pergi ke Nakhla. Yang pergi ke Nakhla adalah Bani
Ghiyarah dari Tsaqif. Pasukan berkuda Rasulullah saw. mengejar orang-orang yang
mengarah ke daerah ats-Tsunaya.
Rasulullah
saw. juga memerintahkan Abu Amir al-Asy‘ari untuk mengejar kaum musyrik yang
melarikan diri ke lembah Authas. Di sana mereka menjumpai pasukan musyrik
sehingga pertempuran berlanjut di lembah itu. Di dalam pertempuran tersebut,
Abu Amir al-Asy‘ari gugur sebagai syahid. Bendera perang lalu diambil-alih oleh
Abu Musa al-Asy‘ari, yang tidak lain adalah anak paman dari Abu Amir
al-Asy‘ari. Abu Musa al-Asy‘ari melanjutkan peperangan melawan orang-orang
musyrik itu hingga Allah memberikan kepadanya kemenangan. Seluruh harta
rampasan Perang Hunain, termasuk tawanan (sabiy) kaum wanita dan anak-anak,
diperintahkan oleh Rasulullah saw. agar dijaga oleh Mas‘ud bin Amr al-Ghifari.
Rasulullah saw. memerintahkan para tawanan dan harta rampasan di bawa ke
al-Ji’ranah untuk disimpan di sana, lalu dibagi-bagikan.
5. Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah adalah
perjanjian antara Kaum Muslimin Madinah, dalam hal ini dipimpin oleh Nabi
Muhammad SAW, dengan kaum musyrikin Mekah. Ini terjadi pada tahun ke-6 setelah
beliau hijrah dari Mekah ke Madinah. Perjanjian ini terjadi di Lembah Hudaibiyah,
berada di pinggiran Kota Mekah. Pada saat itu rombongan Kaum Muslimin yang
dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah Haji. Namun
mereka dihalang- halangi masuk ke Mekah oleh Suku Quraisy, penduduk Mekah. Maka
setelah terjadi negosiasi beberapa waktu, kedua belah pihak sepakat untuk
mengadakan perjanjian damai. Sebelum terjadinya Perjanjian Hudaibiyah ini, Kaum
Musyrikin Mekah bersama- sama dengan Kaum Yahudi Khaibar, dan suku- suku lain
di sekitar Arab yang masih musyrik menyerang Madinah. Ini dikenal dengan
peristiwa Perang Ahzab atau Perang Khandaq. Usaha penyerangan tersebut gagal
total dikarenakan mereka terhalang oleh benteng yang dibuat oleh Kaum Muslimin
berupa parit. Serta berkat bantuan dari اللَّـهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berupa
badai yang sangat dingin yang menerpa pasukan musyrikin tersebut. Perang ini
dipandang sebagai akhir dari usaha Kaum Musyrikin Mekah untuk memerangi Kaum
Muslimin Madinah.
Sedangkan isi dari Perjanjian Hudaibiyah
tersebut menurut riwayat, intinya adalah:
a)
Gencatan senjata antara Mekah dengan
Madinah selama 10 tahun.
b)
Bagi penduduk Mekah yang menyeberang
ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah.
c)
Bagi penduduk Madinah yang
menyeberang ke Mekah tidak boleh kembali ke Madinah.
d)
Bagi penduduk selain Mekah dan
Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah.
e)
Pada saat itu Nabi Muhammad SAW dan
pengikutnya harus meninggalkan Mekah.
f)
Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya
dipersilahkan kembali lagi ke Mekah setahun setelah perjanjian itu, dan akan
dipersilahkan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya membawa pedang dalam
sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan
untuk menyerang). Dalam masa 3 hari itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar
dari Mekah
Sekilas isi perjanjian tersebut sama sekali
tidak menguntungkan bagi Kaum Muslimin, dan hanya menguntungkan kaum Quraisy
Mekah. Ini bisa kita cermati satu persatu isinya:
a)
Gencatan senjata sudah tidak
diperlukan oleh Kaum Muslimin, mengingat setelah Perang Ahzab/ Khandaq, Kaum
Quraisy sudah putus asa dalam memerangi Kaum Muslimin. Dan itu dibuktikan bahwa
mereka tidak berani memerangi Kaum Muslimin yang hendak datang ke Mekah.
b)
Jika penduduk Mekah tidak boleh
menyeberang ke Madinah, jelas jumlah Kaum Muslimin tidak akan bertambah,
sedangkan Kaum Quraisy tidak akan melemah.
c)
Jika penduduk Madinah yang pergi ke
Mekah tidak diperbolehkan untuk kembali ke Madinah, tentu warga Madinah akan
berkurang.
d)
Point ini bisa disebut imbang.
e)
Kaum Muslimin yang sudah capek-
capek menempuh perjalanan harus pulang tanpa tercapai tujuannya yaitu berhaji.
Ini tentu sangat mengecewakan mereka. Ditambah lagi sebelumnya Nabi Muhammad
SAW telah menyampaikan bahwa beliau bermimpi memasuki Mekah bersama- sama Kaum
Muslimin dengan aman, dan mimpi beliau pasti terjadi. Jika ternyata apa yang
beliau ucapkan tidak menjadi kenyataan, tentu akan menjadi pukulan bagi mereka.
Terlebih berita tersebut sudah menyebar di kalangan kaum munafiq dan Kaum
Yahudi. Jika mereka tahu, tentu Nabi Muhammad SAW dan Kaum Muslimin akan
menjadi bahan ejekan oleh mereka.
f)
Diperbolehkannya untuk kembali lagi,
dan hanya tinggal selama 3 hari, maka waktu 3 hari ini tidak cukup untuk
melaksanakan ibadah Haji. Apalagi tidak diperkenankan menghunus pedang, maka
ini adalah hal yang sangat merugikan
Pada saat itu
kondisi psikis Kaum Muslimin sangat tertekan. Mereka tidak percaya bahwa
pemimpin mereka yang sangat cerdas mau menerima perjanjian itu begitu saja.
Bahkan Umar bin Khattab r.a sempat memprotes secara halus tentang isi
perjanjian ini. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan Kaum Muslimin
untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan sebagai tanda
berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satupun yang melaksanakannya karena rasa
heran lebih menguasai pikiran mereka. Kalaulah bukan karena usul Ummu Salamah,
istri Nabi Muhammad SAW, mungkin mereka akan tetap terpaku dalam keadaan
seperti itu.
Namun ternyata
Nabi Muhammad SAW mempunyai pandangan yang orang lain tidak mampu menangkapnya.
Dan hal ini tidak pernah beliau beri tahukan kepada sahabat- sahabat beliau,
bahkan kepada Abu Bakar r.a dan Umar r.a. Ini beliau lakukan demi menjaga
rahasia strategi beliau. Maka beliau membiarkan para sahabat dan Kaum Muslimin
dalam keadaan seperti itu. Ternyata, setelah kemenangan Islam terjadi, kita
bisa mengambil pelajaran bahwa paling tidak ada 2 hal penting yang beliau ambil
dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut:
1.
Perjanjian ini ditandatangani oleh
Kaum Quraisy dengan Suhail bin Amr sebagai wakilnya. Suku Quraisy adalah suku
paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang
mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui
sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah
mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
2.
Dengan perjanjian ini, maka pihak
Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika
menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari
perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa,
sejak perjanjian itu dibuat bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab.
Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum atau seseorang tanpa
orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa dilihat dalam Al Qur'an
Surat Al Hajj ayat 39- 40.
Maka dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian
Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara
mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga, diantaranya
Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau
juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam.
Kemudian dengan
dijaminnya Quraisy tidak akan memusuhi Kaum Muslimin, maka Kaum Muslimin bisa
dengan leluasa menghukum Kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan
terhadap Kaum Muslim Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau
lakukan sehingga Kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu
Madinah.
Dalam pada itu, Nabi Muhammad SAW tahu betul karakter orang-
orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar perjanjian itu sebelum
masa berlakunya selesai. Dan itu benar- benar terjadi. Maka ketika Bani Bakr
yang menyatakan berpihak kepada Quraisy dan didukung beberapa tokoh Quraisy
diantaranya Ikrima bin Abu Jahal menyerang Bani Khuza'ah yang menyatakan
memihak Madinah, Nabi Muhammad segera menyiapkan rencana untuk menghukum Kaum
Quraisy. Dan pada akhirnya, terjadilah penaklukan Mekah tanpa perlawanan
berarti dari penduduk Mekah.
6. Perang Khaibar
Khaibar Khaibar (tempat terjadinya
perang Khaibar) terletak di tengah padang pasir, sekitar 165 km di utara
Madinah. Khaibar sangat istimewa, karena memiliki tanah yang subur dan air yang
melimpah. Khaibar terkenal dengan banyaknya pohon kurma dan hasil bumi. Seperti
biji-bijian dan buah-buahan. Oleh karena itu Khaibar disebut sebagai negeri
Hijaz yang subur dan negeri Hijaz yang kuat. Khaibar mempunyai pasar bernama
Pasar An Nathah. Pasar ini dilindungi oleh Kabilah Ghathafan. Kabilah Ghathafan
menganggap bahwa Khaibar termasuk tanah wilayahnya. Selain itu Khaibar juga
mempunyai kegiatan pertukaran uang yang luas.
Penyebab Perang Setelah perjanjian
Hudaibiyyah, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan waktu yang
tepat dan kesempatan yang bagus untuk memerangi Yahudi. Karena Yahudi telah
menampakkan permusuhan terhadap muslimin. Yahudi bergabung bersama pasukan Al
Ahzab. Mereka bersama- sama memerangi kaum muslimin pada tahun ke-5 H. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman Al-Qur’an Surat Al Fath ayat: 18-19, yang
artinya: “ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang
ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberikan
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta
rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
Perang Khaibar Rasulullah Sholallahu
‘alaihi wasallam berangkat ke Khaibar pada bulan Muharram tahun 7 H. Beliau
berangkat bersama 1400 tentara. Khaibar bertahan di benteng-benteng yang
berhasil ditaklukan kecuali Benteng Al Qathih dan benteng Sulalim. Kedua
benteng ini dikepung selama 10 malam. Akhirnya mereka meminta kepada Rasulullah
agar mengeluarkan dan melindungi mereka. Rasulullahpun bersabda: “ Allahu
Akbar! Khaibar telah runtuh!…Sesungguhnya bila kita tiba di halaman, suatu
kaum, maka sungguh jelek pagi hari orang-orang yang diberi peringatan!”
Setelah Perang Rasulullah Sholallahu
‘alaihi wasallam ingin mengusir Yahudi dari Khaibar. Tetapi Yahudi meminta agar
diperbolehkan tetap tinggal. Dan mereka bersedia menyerahkan upeti kepada kaum
muslimin berupa setengah hasil bumi Khaibar. Maka Rasulullahpun meluluskan
permintaan mereka dengan syarat muslimin bisa mengusir mereka kapan saja.
Rasulullah mau memenuhi permintaan itu, karena beliau ingin mereka masuk Islam.
Beliau berkata pada ‘Ali: “Demi Allah seandainya Allah menunjuki satu orang
melalui dirimu, hal itu lebih baik bagimu daripada onta merah.” Yahudi keluar
dari Khaibar secara bertahap. Pengusiran mereka selesai pada masa Khalifah
‘Umar bin Al Khaththab Rodhiallahu ‘anhu.
Poin Penting Perang Khaibar Dua
puluh orang muslim menemui syahid. Sembilan puluh Yahudi terbunuh. Muslimin
mendapatkan rampasan perang yang banyak. Dan muslimin berhasil menghilangkan
bahaya Yahudi. Karena selama ini Yahudi merupakan ancaman bagi kaum muslimin
Penduduk Fadak, di utara Khaibar, segera mengikat perjanjian dengan muslimin.
Daerah itu dikhususkan untuk Rasulullah.
No comments:
Post a Comment