Subscribe di sini

Friday 29 January 2016

fitrah manusia


BAB II
PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia
Fitrah artinya sifat batin semula, yang dibekalkan oleh ALLAH ke dalam diri setiap manusia sejak azali lagi. Fitrah wujud bersama lahirnya tubuh kasar manusia ke dunia. Ia terus menjadi sifat manusia tanpa melalui proses berguru atau pengalaman. Cuma ia tidak cukup subur semasa manusia masih bayi.  Ia beransur-ansur subur bersama kesuburan yang dialami oleh jasad lahir manusia. Contoh-contoh sifat fitrah ini ialah takut, sayang, simpati, marah, dendam, benci, gembira, dengki, megah, sedih dan lain-lain lagi. Rasa-rasa fitrah ini bukannya diperolehi di mana-mana sekolah atau dari mana-mana guru. Ia sudah sedia ada. Ia menjelma dalam kalbu manusia di waktu manusia itu berhadapan dengan keadaan yang tertentu.
Dalam al-qur’an manusia di sebut dengan berbagai nama antara lain: al-basyr, al-insan, al-nas, bani adam, al-ins, abd Allah, dan khalifah Allah. Nama sebutan ini mengacu pada gambaran tugas yang seharusnya diperankan oleh manusia. Sehubungan dengan hal itu maka dengan memahami peran manusia, perlu dipahami konsep yang mengacu kepada sebutan ynag dimaksud. Pemahamna tentang peran manusia erat kaitannya dengan sebutan yang disandangnya.
a.    Al- Basyr
Manusia dalam konsep al-basyr adalah dipandang dari pendekatan biologis sebagia makhluk biologis berarti manusia terdiri atas unsyr materi, sehingga menampilkan sosok dalam bentuk fisik material, berupa tubuh kasar (ragawi). Dalam kaitan ini, manusia merupakan makhlik jasmaniah yang secara umum terikat pada kaidah-kaidah umum dari kehidupan dari makhluk biologis.
Dalam konsep basyar, manusia adalah makhluk biologis. Sebagai makhluk biologis berarti manusia terdiri atas unsur materi, sehingga menampilkan manusia dalam bentuk fisik material (Hasan Langgulung dalam Jalaluddin, 2002: 19). Dalam konsep al-Basyr, manusia merupakan makhluk jasmaniah yang secara umum terikat kepada kaidah-kaidah umum dari kehidupan makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan (dorongan mengembangkan diri), memerlukan makanan dan minuman untuk hidup, memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan keturunannya (dorongan seksual), dorongan mempertahankan diri, sebagai dorongan primer makhluk biologis.
Adapun penjelasan al-Qur’an tentang proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis adalah:
1. Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan manusia berawal dari pembuahan (pertemuan sel dengan sperma) didalam rahim, pembentukan fisik janin (QS. Al-Mu’minun: 12-14).
2. Post natal (sesudah lahir) proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut (QS. Al-Ghafir: 67)
Sebagai makhluk biologis manusia pun mengalami proses akhirnya secara fisik yaitu, mati. Merupakan tahap akhir dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
Al-Qur’an mengatur peran manusia selaku makhluk biologis ciptaan Allah. Dengan adanya hukum tata aturan didalamnya, pertumbuhan dan perkembangan, serta dorongan biologisnya akan berjalan secara harmonis dan terarah. Mengenai kebutuhan makan dan minum, dibuat tata aturan agar manusia dapat memenuhi kriteria halal (absah) dan baik (bergizi) agar sesuai dengan kebutuhannya (QS. An-an-Nahl:65-69), mengenai air (QS. An-Nahl:65), susu (QS. An-Nahl:66), buah-buahan (QS.an-Nahl:67) dan air madu (QS. An-Nahl:69). Sedangkan untuk menyalurkan dorongan seksual, dibuat aturan pernikahan (QS. Ar-Ruum:21). Demikian pula untuk menjaga keturunan, diatur tanggung jawab orang tua terhadap anak dan usaha untuk memeliharanya agar terhindar dari azab neraka (QS. At-Tahrim:6). Sebaliknya diatur pula tata krama anak terhadap orang tua (QS. Al-Isra’: 23-25).
Dengan demikian, dalam konsep al-Basyr ini, manusia memiliki peran sebagaimana manusia sebagai makhluk biologis. Manusia dibedakan dari makhluk biologis lainnya seperti hewan, yang pemenuhan kebutuhan primernya dikuasai dorongan instingtif. Oleh karena itu, segala pemenuhan kebutuhan biologis manusia diatur dalam syariat agama Allah.
b. Al-insan
Al-Insan terbentuk dari kata nasiya yang berarti lupa (M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, 2003: 21). Al-Insan terulang 65 kali dalam al-Qur’an. Kata al-insan mengacu kepada potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik (QS.al-Mu’minun: 12-14) dan juga potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara mental spiritual.
Perkembangan tersebut antara lain, meliputi kemampuan untuk berbicara (QS.ar-Rahman:4), menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis) dan segala apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq: 4-5), kemampuan untuk mengenal Tuhan atas dasar perjanjian awal dialam ruh, dalam bentuk kesaksian (QS. Al-A’rof:172). Dari potensi manusia ini (yang positif) memberi peluang manusia untuk mengembangkan kualitas sumber daya insaninya.
Selain memiliki potensi yang positif, manusia juga memiliki potensi yang mendorongnya kearah tindakan, sikap serta perilaku negatif dan merugikan. Potensi tersebut yakni bentuk kecenderungan manusia untuk berlaku zalim dan mengingari nikmat (QS. Ibrahim:34), tidak berterima kasih dan putus asa (QS. Huud: 9), sombong bila telah berkecukupan, hingga mereka sanggup mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya” (QS. Al-Imran :181). Perilaku manusia seperti ini cenderung menjadikan manusia lupa diri dan melupakan harkat serta martabat dirinya sebagai makhluk ciptaan. Menurut M. Quraish Shihab, setidaknya ada tiga kecenderungan fitrah manusia yaitu: benar, baik dan indah. Mencari yang indah, melahirkan seni; mencari yang baik, menimbulkan etika dan mencari yang benar menghasilkan ilmu. (Quraish Shihab dalam Jalaluddin, 2002: 23).
Oleh karena itu, konsep al-Insan mengacu kepada bagaimana manusia dapat memerankan dirinya sebagai sosok pribadi yang mampu untuk mengembangkan dirinya, agar menjadi sosok llmuan  yang seniman, serta berakhlak mulia secara utuh. Konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berekreasi dan berinovasi. Dengan demikian, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang.
c. Al- nas
Dalam al-Qur’an kata Al-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Dalam QS. Al-Hujurat: 13, manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal-mengenal. Sebagai makhluk sosial, manusia secara fitrah senang hidup berkelompok, sejak dari bentuk satuan yang terkecil (keluarga) hingga kepalig besar dan kompleks, yaitu bangsa dan umat manusia.
 Kehidupan sosial memang diprioritaskan dalam ajaran islam, bahwa konsep al-Nas terulang sekitar 24 kali dalam al-Qur’an. Kemampuan untuk memerankan diri dalam kehidupan sosial, sehingga dapat mendatangkan manfaat, sebagaimana Nabi menyatakan: sebaik-baik manusia, adalah mereka yang banyak memberi manfaat bagi sesama manusia (khair al-Nas anfa’ li al-Nas). Dengan demikian konsep al-Nas mengacu kepada peran dan tanggung jawab manusia sebagi makhluk sosial dalam statusnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Sebagai makhluk ciptaan Allah bagaimanapun manusia dituntut untuk beriman kepada Penciptanya. Kemudian dalam kehidupan sosial mereka dituntut untuk berbuat kebaikan. Adapun terdapat tiga kerangka pokok peran manusia yang digariskan Penciptanya (lihat QS.al-Imran:110); 1) mengajak masyarakat berbuat baik (setelah dirinya terlebih dahulu melakukan kebaikan, 2) mencegah masyarakat berbuat kemungkaran (sebelum perbuatan mungkar terjadi), dan 3) atas dasar iman kepada Allah. Jika ketiganya dapat dilakukan manusia secara konsisten dan berkesinambungan serta dapat dijadikan tradisi dalam kehidupan sosial, maka kelompok masyarakat tersebut sebagaimana yang dijanjikan Allah, akan berpeluang mencapai peringkat terbaik, yaitu predikat khair ummat. Preringkat ini telah dicapai oleh Nabi dan para sahabat pada periode awal perkembangan masyarakat Islam, khususnya diperiode Madinah dalam suatu  Baldat Thayyibat wa Rabb Ghafur (negara yang aman tentram dibawah naungan pengampunan Tuhan.
d. Bani adam
Manusia sebagai  Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam al-Qur’an. Dalam konteks ayat-ayat yang mengandung konsep Bani Adam,  manusia diingatkan agar tidak  tergoda oleh Syaitan sebagai mana dalam (QS.Al-A’raf: 26-27), seperti pencegahan dari berlebih-lebihan baik itu makan dan minum dan tata cara yang berpakaian yang pantas saat beribadah (QS.Al-A’raf: 31), bertaqwa dan mengadakan perbaikan( QS. Al-A’raf: 35).
Bani Adam dalam (QS: Al-A’raf: 172), menjelaskan tentang kesaksian manusia terhadap Tuhannya , dan terakhir peringatan  agar manusia tidak terpedaya  hingga menyembah setan,  dengan mewanti-wanti manusia mengenai status setan sebagai musuh yang nyata  yang tertera (QS. Yasin: 60). Penjelasan ayat-ayat diatas  mengisyaratkan bahwa, manusia selaku Bani Adam dikaitkan dengan gambaran peran Adam as. aat awal diciptakan para malaikat seakan menghawatirkan kehadiran makhluk ini. Mereka memperkirakan dengan penciptaanya, manusia akan menjadi biang kerusakan dan pertumpahan darah. Kemudian  terbukti  bahwa Adam As.  dan istrinya Siti Hawa karena kekeliruan akhirnya terjebak oleh hasutan setan hingga oleh Allah, Keduanya dikeluarkan dari surge dsebagi hukuman atas kelalaian yang mereka perbuat. sebagaimana dikisahkan dalam (QS. Al-Baqarah: 35-36). Tampaknya manusia selaku Bani Adam memang termasuk makhluk bermasalah. memiliki peluang untuk digoda setan.
Dalam  penjelasan  Al-Gharib al-ishfahany, bani berarti keturunan (dari darah daging ) yang dilahirkan ( Al-Ishfahani.tt 20-21).  Menurut penafsir RI   mengartikannya segagai  “Umat manusia” Jadi “Khalifah” untuk itu selalu diperingatkan oleh Allah agar manusia selalu waspada dan  sebagai preventif (peringatan dini) bagi dirinya. Selain Itu Bani Adam, dalam bentuk menyeluruh mengacuh kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan. meskipun dari berbagai  latar belakang  sosio-kultural, agama, bangsa dan bahasanya harus dihargai dan dimuliakan.Dan pada hakekatnya kita adalah bersaudara dari nenek moyang sama. Yaitu Nabi Adam as.
e. Al-ins
al- ins adalah homonin dari al-jins dan al-nufur. Al-ins terbentuk dari akar kata berarti senang, jinak dan harmonis atau kar kata nisy yang berarti lupa, serta dari kara kta naus berarti penggerakan tau dinamis. Dalam kaitan dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang ksada mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak nampak. Selain itu, makna ini dihadapkan dengan an-nufur (perjalanan) karena manusia(al-ins) termasuk makhluk yang jinak, senang menetap.
Untuk melihat bagaimana konsep al-ins ii dipahami, seperti dikemukakan oleh al-qur’an, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Berdasarkan dari hakikat penciptanya ini nampaknya manusia dalam konteks al-ins berstatus selaku pengabdi Allah. Adapun upaya untuk menyalaraskan pola tingkah laku manusia dengan tuntutan ini, diharapkan dia harus selalu mengingat Allah. Sebagai pemantapan ingatan kepada Allah ini pula, barangkali dianjurkan kepada manusia agar mengawali setiap aktivitasnya dengan menyebut bismillah.
Ucapan bismillah mengandung arti bahwa aktivitas manusia tidak bebas nilai, semuanya tergantung kepada penciptaanya. Demikian melalui ucapan bismillha yang dilafzkannya, sekaligus mengandung arti, manusia berupaya memasukkan nilai-nilai illahiyat pada segenap kegiatan dan aktivitasnya. Ucupan tersebut seakan mempertalikan dirinya melalui keteringatannya kepada sang pencipta, sehimgga segala bentuk aktivitas yang akan dilakukannya senantiasa berada dalam garis tuntunan serta ridanya.
f. Abd Allah 
Al-Qur’an juga menamakan manusia dengan Abd Allah yang berarti abdi  atau hamba Allah. Menurut Prof Quraish Shihab, seluruh makhluk  memiliki potensi berperasaan dan berkehendak  adalah Abd Allah  dalam arti dimiliki Allah. Kepemilikan Allah terhadapa makhluk tersebut merupakan kepemilikan mutlak dan sempurna. Dengan demikian  Abd Allah tersebut tidak  dapat  berdiri sendiri  dalam kehidupan  dan seluruh aktifitasnya  dalam kehidupan  itu.
Al-Ishfahani memaknai kata Abd juga berarti ibadah,sebagai pernyataan kerendahan diri. Kemudian ibadah itu sendiri hanya diperuntukkan  kepada Allah semata (QS. Yusuf: 40)yang menunjukkan  sikap kerendahan diri paling puncak dan sempurna dari seorang pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah.
2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada Allah. Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah.
g. Khalifah Allah
Pada hakikatnya eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini adalah untuk melaksanakan kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini., sesuai dengan kehendak Penciptanya. peran yang dilakonkan oleh manusia menurut statusnya sebagai khalifah Allah setidak-tidaknya terdiri dari dua jalur, yaitu jalur horizontal dan jalur vertikal.
Peran dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan peran dalam jalur vertikal menggambarkan bagaimana manusia berperan sebagai mandataris Allah. Dalam peran ini manusia penting menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan sesama manusia adalah karena penegasan dari Penciptanya.
M. quraish shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah mencakup pengertian :
1. orang yang memberi kekuasaan untuk mengelolah wilayah, baik luas maupun terbatas.
2. khalifah memiliki potensi untuk mengembang tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.




No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...