A. Pengertian Agama Dalam Berbagai
Bentuknya
Dalam masyarakat Indonesia selain
kata agama, dikenal pula kata din (الدين) dari bahasa arab dan kata religi
dari bahasa Eropa. Memang agama mengandung ajaran yang menjadi tuntunan hidup
bagi penganutnya.[1]
Agama Islam adalah agama Allah, dari Allah dan milik Allah. Diamanatkan
kepada umat pengikut utusan Allah. Jadi, sejak jaman Nabi Adam, Musa, dan Isa
agama Allah adalah Islam, meskipun sekarang agama Yahudi diklaim sebagai agama
yang dibawa oleh Musa begitu juga dengan ajaran Kristen, diklaim sebagai ajaran
yang dibawa oleh Isa. Padahal sebenarnya ajaran yang dibawa oleh Musa dan Isa
untuk masalah akidah adalah sama, sama-sama mengesakan Allah, hanya berbeda
dalam hal syara’ yang lain. Jadi, makna Islam dapat dipersempit lagi sebagai
agama yang diamanatkan kepada umat pengikut Rasulullah, Muhammad SAW.
Agama, dalam hal ini adalah Islam
(اسلام) berasal dari kata-kata:
- salam (سلام) yang berarti damai dan aman
- salamah (سلامة) berarti selamat
- istilah islaam (الاسلام) sendiri berarti penyerahan
diri secara mutlak kepada Allah SWT untuk memperoleh ridho-Nya dengan
mematuhi perintah dan larangan-Nya.
Agama Islam terdiri atas akidah dan
syariat:
- akidah atau kepercayaan (ilmunya)
- syariat peribadatan
- syariat akhlak (moral) dan muamalah
Islam adalah satu-satunya
agama yang benar dan dibenarkan serta diakui oleh Allah SWT, dalam
firmannya:
“Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85)
Tidak sah keislaman seseorang
kecuali sempurna dua hekekat yang penting:
- mengenal Allah dan tidak mempersekutukannya
- patuh kepad perintah dan larangan Allah
yang perlu dicatat oleh seluruh
manusia dan terutama kaum yang memandang Islam sebagai agama yang penuh akan
kekerasan, bahwa sebenarnya Islam adalah agama yang datang dengan penuh
kedamaian bukan disamapaikan dengan pedang tapi dengan perkataan yang lembut.
[2]
Bahkan Islam sendiri menghargai dan
melindungi mereka yang tidak mau mengikuti ajaran Islam selama mereka tidak
mengganggu dan memantik permusuhan dengan Islam.Dalam faham dan keyakinan umat
Islam al-Qur’an mengandung sabda Tuhan (كلام الله) yang di wahyukan kepada nabi Muhammad SAW.[2]
Ajaran yang terpenting dari Islam ialah ajaran tauhid, maka
sebagai halnya dalam agama monoteisme atau agama tauhid lainnya. Yang menjadi
dasar segala dasar di sini ialah pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Di samping ini menjadi dasar pula soal kerasulan, wahyu, kitab suci, yaitu
al-Qur’an, soal ajaran yang dibawa nabi Muhammad, yaitu soal mukmin dan muslim,
soal orang yang tidak percaya kepada ajaran-ajaran itu yakni orang kafir dan
musyrik, hubungan makhluk, terutama manusia dengan pencipta, soal akhir hidup
manusia yaitu syurga dan neraka dan lain sebagainya.
Semua soal ini dibahas oleh ilmu tauhid atau ilmu kalam yang
dalam istilah baratnya disebut teologi. Aspek teologi merupakan aspek yang
penting sebagai dasar Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam ajaran agama Islam ialah
aha manusia yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan, dan
kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang dating dari Tuhan juga
suci dan akan dapat kembali ke tempat asalnya di sini Tuhan, kalau ia tetap
suci. Kalau ia menjadi kotor dengan masuknya kedalaman tubuh manusia yang
bersifat materi itu, ia tak akan kembali ke tempat asalnya.
Selanjutnya Islam berpendapat bahwa hidup manusia di dunia
ini tidak bias terlepas dari hidup manusia di akhirat, bahkan lebih dari itu
corak hidupnya manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat kelak.
Kebahagiaan di akhirat bergantung pada hidup baik di dunia. Hidup baik
menghendaki, masyarakat manusia yang teratur. Oleh sebab itu Islam mengandung
peraturan-peraturan tentang kehidupan masyarakat manusia. Demikianlah terdapat
peraturan-peraturan mengenai hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, waris,
dan lain-lain). Tentang hidup hidup ekonomi dalam bentuk jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam perserikatan dan lain-lain tentang kehidupan
kenegaraan, tentang kejahatan (pidana), tentang hubungan Islam dan bukan Islam,
tentang orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Semua ini di bahas dalam
lapangan hukum Islam dalam istilah islamnya di sebut ilmu fikih. Fikih
memberikan gambaran tentang aspek hukum dan Islam.
[3]
Lebih lanjut lagi Islam mengajarkan bahwa Tuhan adalah
pencipta semesta alam. Oleh karena itu perlu di bahas arti penciptaan, materi
yang diciptakan, hakekat roh, kejadian alam, hakekat aqal, hakekat wujud, arti
qidam (tidak bermula) dan lain-lain. Pemikiran dan pembahasan dalam hal-hal ini
dilakukan oleh akal. Maka timbullah persoalan akal dan wahyu serta falsafat dan
agama ini semua di bahas oleh falsafat dalam Islam.
Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum di ketahui, bukan
hanya mempunyai satu-dua aspek, akan tetapi mempunyai beberapa aspek, Islam
sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral, aspek
mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan lain-lain
sebagainya.
Dalam pada itu aspek teologi tidak hanya mempunyai satu
aliran tetapi berbagai aliran: ada aliran yang bercorak liberal, yaitu aliran
yang banyak memakai kekuatan akal di samping kepercayaan kepada wahyu dan ada
pula yang bersifat tradisional, yaitu aliran yang sedikit memakai akal dan
banyak memakai atau bergantung pada wahyu. Di antara kedua aliran ini terdapat
pula aliran-aliran yang tidak terlalu liberal, tetapi tidak pula tradisional.
Dalam aspek hokum demikian pula terdapat bukan hanya satu mazhab, tetapi
berbagai mazhab dan yang diakui sekarang hanya empat mazhab yaitu: Mazhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
B.
Peran Agama Dalam Kehidupan Manusia
Manusia adalah makhluk
yang berfikir dan merasa dunia berfikir dan rasanya itulah yang membentuk
kebudayaan dan hidup dalam kebudayaan. Masalah manusia adalah amat kompleks,
ruang lingkupnya sangat luas, seluas alam pikiran dan perasaannya.
Kalimat kebudayaan itu
adalah gabungan dari dua kata “budi” dan “daya”. Budi terletak di hati,
sedangkan daya terletak pada perbuatan. Iman timbalan budi, amal shaleh
timbalan daya.
Cara hidup adalah makna
yang paling umum dalam kebudayaan, yang secara umum dipersetui oleh para ahli
sekelompok manusia yang mengamalkan cara hidup yang sama membentuk kesatuan
sosial atau masyarakat dalam tiap ruang dan kawasan wujud cara hidupnya
sendiri, karena itu kebudayaan di suatu daerah berbeda dengan kebudayaan
lainnya.
3
Endang Saifuddin
mengemukakan defenisi sebagai berikut: kebudayaan adalah hasil karya cipta
(pengolahan, pengarahan dan pengarahan terhadap alam) oleh manusia dengan
kekuatan jiwa (pikiran perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi fakultas-fakultas
ruhaniah lainnya) dan raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan
(hidup ruhaniah penghidupan hidup lahiriah) manusia, sebagai jawaban atas
segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri
manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia.(spritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat
ataupun individu dan masyarakat.[3]
A.H. Hasanuddin mengemukakan fungsi agama itu adalah:[4]
1.
Mendidik manusia, jadi tenteram dan
damai, tabah dan tawakal, ulet dan percaya pada diri sendiri.
2.
Membentuk manusia jadi berani
berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dengan kesiapan mengabdi dan
berkorban.
3.
Mencetak manusia jadi sabar, enggan
atau takut untuk melakukan pelanggaran yang menjurus kepada dosa.
4.
Memberi sugesti manusia, agar dalam
jiwanya tumbuh sifat mulia terpuji dan penyantun, toleran kepada dosa.
Peranan
agama itu sebagai tali kekang
1.
Tali kekang dari pada pengembara
akal pikiran (yang liar dan binal)
2.
Tali kekang dari gejolak hawa nafsu
(yang angkara murka)
3.
Tali kekang dari pada ucapan dan
perilaku (yang keji dan biadab).
C. Tujuan Agama Islam Dalam Kehidupan Manusia
Salah satu syarat kehidupan manusia yang teramat penting
adalah keyakinan, yang oleh sebagaian orang dianggap menjelma sebagai agama.
Agama ini bertujuan untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan jasmani.
Dan untuk mencapai kedua ini harus diikuti dengan syarat yaitu percaya dengan
adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Orang-orang
yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa selalu merasa dilindungi oleh tuhan
dalam suasana, keadaan yang bagaimanapun mereka tidak merasa takut.
Tuhan
tidak akan mengizinkan, mengingat kebutuhan manusia akan rasa aman itulah yang
menjadi pokok atau pangkal utama bagi manusia untuk mempercayai/Tuhan dan
perlunya hidup beragama.
Setiap orang yang percaya akan kebesaran Tuhan yang
menciptakan alam semesta ini mereka akan selalu memuja atas rahmat-Nya. Setiap
daerah, setiap agama dan setiap agama mempunyai cara-cara tersendiri untuk
mendekatkan diri dan memuja kepada Tuhan. Misalnya, seperti Bali, yang mana
sebagian penduduk memeluk agama hindu-dharma. Mereka mempunyai cara tersendiri
di dalam melakukan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka memuja Tuhan
dengan memakai sesajen yang berisi berbagai macam buah-buahan dan kembang yang
berwarna-warni, yang semanya ditujukan untuk memuja tuhan. Begitu pula halnya
dengan daerah-daerah lain seperti: Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatera dan lain
sebagainya semua mempunyai cara-cara tersendiri untuk mendekatkan diri dan
memuja Tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing. Meskipun caranya
berbeda-beda, akan tetapi tujuannya sama yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa sang
pencipta alam dunia ini.
Kapanpun dan di manapun kita berada, kalau kita senantiasa
mengingat_Nya, meskipun dalam keadaan bahaya kita pasti bias untuk
mengatasinya. Kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan penuh keenangan dan
bijaksana. Dan untuk mencapai semua ini cukup kita dengan melakukan ibadat,
sembahyang maupun dengan doa-doa yang semuanya bertujan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Yang jelas dan yang paling dapat
diterima adalah bagi agama monoteisme, yakni Tuhan yang bersifat Ar-Rahman
Ar-Rahim, yaitu Tuhan yang menyayangi dan menentramkan. Tuhan yang memenuhi
jiwa manusia. Manusia dengan jalannya sendiri-sendiri selalu berusaha untuk
mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak tahu dimana tuhan itu
berada, dan bagaimana bentuknya, rasaNya, bauNya. Kita tahu itu tahu itu semua.
Tetapi yang jelas tuhan itu ada, dan kita mempercayainya.
5
Karena tanpa adanya Tuhan, kehidupan ini,
beserta segala isi dunia ini tidak akan ada. Dengan percaya kepada-Nya, dan
selalu mengingat_Nya, maka kita akan bias tenang dan tenteram dalam menghadapi
segala hal.[5]
Adapun yang tujuan agama Islam terhadap kehidupan manusia
adalah:[6]
1.
Penyelamat manusia baik di dunia
maupun di akhirat
Firman
Allah dalam al-Qur’an surat Ibrahim: 1
Artinya: Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami
turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada
cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Firman
Allah SWT dalam surat al-‘Alaq: 4-5
2. Pengendalian diri
Firman
Allah dalam surat ar-Rum: 33
Artinya: “Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya,
mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian apabila
Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripada-Nya, tiba-tiba
sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya,”
3. Menjamin kebahagiaan manusia dunia
dan akhirat
Firman
Allah SWT dalam surat al-Isra’: 9
Artinya:
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
Firman
Allah SWT dalam surat al-A’raf: 18
D.FUNGSI
ISLAM DALAM KEHIDUPAN
a. Sebagai Pembimbing Dalam HidupPengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenang.
b. Penolong Dalam Kesukaran
Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya) akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang.
Beda halnya dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas manusia itu.
c. Penentram Batin
Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran tuhan tak peduli orang itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup.
Lain halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah.
7
Begitu juga dengan orang yang miskin
yang beriman, batinnya akan selalu tentram karena setiap yang terjadi dalam
hidupnya merupakan ketetapan Allah dan yang membedakan derajat manusia dimata
Allah bukanlah hartanya melainkan keimanan dan ketakwaannya.d. Pengendali Moral
Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah untuk meminta dihormati.
Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua (orang tuamu) uf!!” Tidak ada ayat yang memerintahkan kepada manusia (orang tua) untuk minta dihormati kepada anak.
Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan manusia lain (hablum minannas/hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus jujur, jika seorang berkata bohong maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan Islam yang berkaitan dengan moral. Masih banyak lagi aturan Islam yang berkaitan dengan tatanan perilaku moral yang baik, namun tidak dapat sepenuhnya dituliskan disini.
E.Ruang
Lingkup Islam
Secara garis besar ruang lingkup
Islam terbagi atas tiga bagian yaitu:
1. Hubungan manusia dengan
penciptanya (Allah SWT)
Firman Allah:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Az Zariyat: 56)
Firman Allah:
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah:
5)
8
2. Hubungan manusia dengan manusia
Agama Islam memiliki konsep-konsep
dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan
lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gamabaran tentang ajaran yang berkenaan
dengan: hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyaraktan yang ada bertumpu pada satu nilai,
yaitu saling menolong antara sesama manusia.
“dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2)
Manusia diciptakan Allah terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku. Mereka saling membutuhkan dan saling mengisi sehingga manusia
juga disebut makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu sama lain.
Demikian pula keragaman daerah asal.
Tidak pada tempatnya andai kata
diantara mereka saling membanggakan diri. Sebab kelebihan suatu kaum bukan
terletak pada kekuatannya, kedudukan sosialnya, warna kulit,
kecantikan/ketempanan atau jenis kelamin. Tapi Allah menilai manusia dari
takwanya.
3. Hubungan manusia dengan makhluk
lainnya/lingkungannya
Seluruh benda-benda yang diciptakan
oleh Allah yang ada di alam ini mengandung manfaat bagi manusia. Alam raya ini
berwujud tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptak oleh Allah dengan
sengaja dan dengan hak.
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa
Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak?” (QS. Ibrahim;
19)
Manusia dikaruniai akal (sebagai
salah satu kelebihannya), ia juga sebagai khalifah di muka bumi, namun demikian
manusia tetap harus terikat dan tunduk pada hukum Allah. Alam diciptakan oleh
Allah dan diperuntukkan bagi kepentingan manusia
F.Hakekat Agama Islam1. Arti dan Ruang LingkupAgama Islam
Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari (derivasi) dari kata asslmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih selamat dari kecacatan lahir batin. Agama Islam adalah agama wahyu yang bedasarkan tahuid, atau keesaan Tuhan diketahui manusia bedasarkan kabar dari Tuhan itu sendiri melalaui fiirman yang disampaikan kepada Rasul Nya.
9
Islam satu-satunya yang memiliki kitab suci yang asli dan autentik, tidak
mengalami perubahan semenjak diturunkan pada abad ke-6 maasehi sampai sekarang
bahkan sampai akhir zaman Rasul yang menerima wayu Allah bernama Muhamad putra
Abdullah yang memiliki silsilah dan keturunan yang jelas. Beliau dilahirkan di
mekah tahun 571 masehi dan mendapat wahyu yang pertama kali ketika beliau
berusia 40 tahun. Isi kitab Al-Quran semuanya firman Allah yang disampaikan
dengan bahasa arab salah satu bahasa yang telah, sedang dan akan digunakan
manusia sepanang masa. Ajaran Isalam berlaku Universal untuk segala tempat dan
bangsa serta berlaku abadi sepanjang masa sebagaimana diungkapkan AL-Quran
surat AL-Ambyaa.(21):107 yang artimya:Dan tidaklah kami menggutus kamu, melainkan untuk (menjadi )rahmat bagi semesta alam.
Ayat ini megisyaratkan bahwa ajaran yang diturunkan kepada Nabi Muhamad(Islam) ditujukan untuk semua manusia pada semua tempat dan waktu
.
2.Islam Agama Universal
Agama Islam sering dipandang secara sempit sebagai agama dogma dan berisi ibadah ritual saja. Padahal aspek ruitual hanya sebagaian saja dan komponen ajaran Islam, karena ajaranya berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia yang sekaligus memberikan nilai-nilai esensial terhadap semmua aspek tersebut.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di dunia, sedangkan akhirat adalah hasil dari kehidupan dunia Islam menunjukkan jalan dan arah yang ditempuh untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat
3. Islam Agama Rahmat Lil Alamin
Islam diturunkan kepada manusia berfungsi sebagai rahmad namun nilai rahmat tersebut akan berpengaruh kepada manusian yang melaksanaakan ajaran agamanya secara totalitas sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqrah ayat 208 yang artinya:
Hai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam seluruhnya, dan jaganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
1. Islam juga agama yang mengajarkan selalu dan wajibnya
amar ma’ruf nahi mungkar sebagaimana yang sudah ditentukan caranya oleh Islam.
{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ} [آل عمران: 110]
Artinya: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. QS. Ali Imran: 110.
Ayat di atas menunjukkan gelar “umat yang terbaik” akan disandang umat ini selama syarat dilaksanakan, yaitu AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
{وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [آل عمران: 104]
{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ} [آل عمران: 110]
Artinya: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. QS. Ali Imran: 110.
Ayat di atas menunjukkan gelar “umat yang terbaik” akan disandang umat ini selama syarat dilaksanakan, yaitu AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
{وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [آل عمران: 104]
10
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. QS. Ali Imran: 104.
Ayat di atas menunjukkan perintah untuk AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR dan pelakunya, dialah orang yang beruntung.
{ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ} [آل عمران: 114]
Artinya: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh”. QS. Ali Imran: 114.
Ayat di atas menunjukkan bahwa tanda keimanan dan keshalihan adalah menegakkan AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
{وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ } [التوبة: 71]
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. At Taubah: 71.
Ayat di atas menunjukkan bahwa bentuk pertolongan seorang beriman kepada sesama orang yang beriman adalah menegakkan AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
2. Islam juga agama yang mewajibkan untuk mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Jangan dibalik! Apalagi disebabkan karena posisi di masyarakat, tekanan sosial, takut dijauhi, takut ditinggal jama’ah, takut dimarahi, takut menyalahi arus, atau takut dibenci manusia atau semisal dengan alasan-alasan ini.
Contoh: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dimintai sesuatu oleh shahabatnya, yang nota benenya, mereka adalah orang yang sangat butuh untuk disikapi lembut, agar hati mereka teguh di dalam Islam. Tapi karena yang mereka minta adalah perkara yang merupakan sarana kesyirikan, maka beliaupun shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan sikap yang tegas dan keras dihadapan mereka.
عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ».
Artinya: “Abu Waqid Al Laitsy radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pergi ke daerah Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik kaum musyrik, yang disebut pohon Dzatu Anwath, mereka (kaum musyrik) menggantungkan senjata mereka di atasnya, maka para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana milik mereka (kaum musyrik)”.
Ayat di atas menunjukkan perintah untuk AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR dan pelakunya, dialah orang yang beruntung.
{ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ} [آل عمران: 114]
Artinya: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh”. QS. Ali Imran: 114.
Ayat di atas menunjukkan bahwa tanda keimanan dan keshalihan adalah menegakkan AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
{وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ } [التوبة: 71]
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. At Taubah: 71.
Ayat di atas menunjukkan bahwa bentuk pertolongan seorang beriman kepada sesama orang yang beriman adalah menegakkan AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
2. Islam juga agama yang mewajibkan untuk mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Jangan dibalik! Apalagi disebabkan karena posisi di masyarakat, tekanan sosial, takut dijauhi, takut ditinggal jama’ah, takut dimarahi, takut menyalahi arus, atau takut dibenci manusia atau semisal dengan alasan-alasan ini.
Contoh: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dimintai sesuatu oleh shahabatnya, yang nota benenya, mereka adalah orang yang sangat butuh untuk disikapi lembut, agar hati mereka teguh di dalam Islam. Tapi karena yang mereka minta adalah perkara yang merupakan sarana kesyirikan, maka beliaupun shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan sikap yang tegas dan keras dihadapan mereka.
عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ».
Artinya: “Abu Waqid Al Laitsy radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pergi ke daerah Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik kaum musyrik, yang disebut pohon Dzatu Anwath, mereka (kaum musyrik) menggantungkan senjata mereka di atasnya, maka para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana milik mereka (kaum musyrik)”.
11
Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Maha Suci Allah, ucapan ini adalah
sebagaimana perkataan kaumnya Musa (اجْعَلْ
لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ
آلِهَةٌ) (yang artinya:
Wahai Musa! Jadikanlah untuk kami sebuah sembahan sebagaiman mereka memiliki
sembahan), demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti
kebiasaan orang sebelum kalian”. HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani.
Demi Allah, sungguh tidak ada manusia yang paling lembut,
santun, kasih sayang selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi
beliau tetap tegas dan keras ketika hal itu dibutuhkan.
Contoh lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ. فَقَالَ « جَعَلْتَنِى لِلَّهِ عَدْلاً بَلْ مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ »
Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa ada seorang yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesuai dengan apa yang telah dikehendaki Allah dan anda (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)”, lalu Nabi membalas ucapannya: “Kamu telah menjadikanku sejajar dengan Allah, akan tetapi (katakanlah) sesuai dengan Kehendak Allah satu-satu-Nya”. HR. Ahmad dishahihkan oleh Al Albani.
Contoh lain: Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, meskipun beliau berlemah lembut ketika memanggil bapaknya, tetap saja beliau mencegah kemungkaran yang dilakukan bapak beliau:
{يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45)} [مريم: 43 - 45]
Artinya: “Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”. “Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”. “Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan”. QS. Maryam: 43-45.
Lihat! bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tetap memanggil dengan panggilan yang lembut tapi tetap juga AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
Pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah:
1. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar.
2. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya menyembunyikan kebenaran.
3. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya tidak berani mengatakan ini salah, ini kesyirikan, ini bid’ah, ini maksiat dan tidak boleh dikerjakan.
Ingatlah…
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وأرضى الناس عنه وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سخط الله عليه وأسخط عليه الناس » رواه ابن حبان
Contoh lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ. فَقَالَ « جَعَلْتَنِى لِلَّهِ عَدْلاً بَلْ مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ »
Artinya: “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa ada seorang yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesuai dengan apa yang telah dikehendaki Allah dan anda (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)”, lalu Nabi membalas ucapannya: “Kamu telah menjadikanku sejajar dengan Allah, akan tetapi (katakanlah) sesuai dengan Kehendak Allah satu-satu-Nya”. HR. Ahmad dishahihkan oleh Al Albani.
Contoh lain: Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, meskipun beliau berlemah lembut ketika memanggil bapaknya, tetap saja beliau mencegah kemungkaran yang dilakukan bapak beliau:
{يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45)} [مريم: 43 - 45]
Artinya: “Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”. “Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”. “Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan”. QS. Maryam: 43-45.
Lihat! bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tetap memanggil dengan panggilan yang lembut tapi tetap juga AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR.
Pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah:
1. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar.
2. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya menyembunyikan kebenaran.
3. Janganlah dengan dalih “Islam adalah agama yang lembut, santun dan penuh kasih sayang“, akhirnya tidak berani mengatakan ini salah, ini kesyirikan, ini bid’ah, ini maksiat dan tidak boleh dikerjakan.
Ingatlah…
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وأرضى الناس عنه وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سخط الله عليه وأسخط عليه الناس » رواه ابن حبان
12
Artinya: “Aisyah radhiyallah ‘anha berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mencari keridhaan Allah
dengan kemarahan manusia maka Allah kan meridhainya dan menjadikan manusia
ridha kepadanya, dan siapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah
maka Allah akan murka kepadanya dan menjadikan manusia murka kepadanya”. HR.
Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani.
Ingatlah…
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَال: َقال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” قُلِ الْحَقَّ، وَإِنْ كَانَ مُرًّا ” .
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Katakanlah yang benar meskipun hal itu pahit“. Hadits riwayat Ibnu Hibban dan dishahihkan dengan riwayat-riwayat pembantu oleh Al Albani.
Ingatlah…
قال أبو علي الدَّقاق رحمه الله : ( الساكتُ عن الحقِّ شيطان أخرس , والُمتكلِّم بالباطل شيطانٌ ناطق )
Abu Ali Ad Daqqaq rahimahullah (w: 516H) berkata: “Orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu, sedang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara”. Lihat kitab I’lam Al Muwaqqi’in dan Al Jawab Al Kafi, karya Ibnul Qayyim.
Ingatlah…
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَال: َقال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” قُلِ الْحَقَّ، وَإِنْ كَانَ مُرًّا ” .
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Katakanlah yang benar meskipun hal itu pahit“. Hadits riwayat Ibnu Hibban dan dishahihkan dengan riwayat-riwayat pembantu oleh Al Albani.
Ingatlah…
قال أبو علي الدَّقاق رحمه الله : ( الساكتُ عن الحقِّ شيطان أخرس , والُمتكلِّم بالباطل شيطانٌ ناطق )
Abu Ali Ad Daqqaq rahimahullah (w: 516H) berkata: “Orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu, sedang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara”. Lihat kitab I’lam Al Muwaqqi’in dan Al Jawab Al Kafi, karya Ibnul Qayyim.
G.URGENSI AGAMA ISLAM DALAM
KEHIDUPAN
Segala puji bagi Allah yang telah meridhai agama Islam sebagai jalan hidup bagi hambanya, lalu memuliakan orang yang berpegang teguh dengan ajarannya serta menahan diri dari segala larangan-Nya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah yang Maha Melihat dan Maha Mendengar, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa kabar gembira dan peringatan bagi manusia.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada semua keluarga dan sahabatnya yang mulia.
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diriyang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (An-nisaa' (4) : 1)
"Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku sempurnakan atasmu nikmatku,dan telah Aku ridhai bagimu Islam sebagai agama."(Al-Maidah (5) : 3)
Sesungguhnya manusia bagaimanapun ia diberi kekuatan, harta, ilmu dan kekuasaan, ia tak sanggup berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, si kaya tidak bisa hidup tampa si miskin, yang kuat tidak akan eksis tanpa yang lemah, orang pintar tidak dianggap kalau tak ada orang bodoh, begitu juga sang raja tidak tidak bisa memerintah jika tak ada rakyat. Jadi, kehadiran orang lain dalam hidup ini adalah merupakan kemestian, hidup bersama mereka adalah kebutuhan asasi yang tidak bisa ditawar-tawar, demi mewujudkan kebahagiaan dan kemakmuran dalam hidup ini.
Segala puji bagi Allah yang telah meridhai agama Islam sebagai jalan hidup bagi hambanya, lalu memuliakan orang yang berpegang teguh dengan ajarannya serta menahan diri dari segala larangan-Nya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah yang Maha Melihat dan Maha Mendengar, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa kabar gembira dan peringatan bagi manusia.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada semua keluarga dan sahabatnya yang mulia.
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diriyang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (An-nisaa' (4) : 1)
"Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku sempurnakan atasmu nikmatku,dan telah Aku ridhai bagimu Islam sebagai agama."(Al-Maidah (5) : 3)
Sesungguhnya manusia bagaimanapun ia diberi kekuatan, harta, ilmu dan kekuasaan, ia tak sanggup berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, si kaya tidak bisa hidup tampa si miskin, yang kuat tidak akan eksis tanpa yang lemah, orang pintar tidak dianggap kalau tak ada orang bodoh, begitu juga sang raja tidak tidak bisa memerintah jika tak ada rakyat. Jadi, kehadiran orang lain dalam hidup ini adalah merupakan kemestian, hidup bersama mereka adalah kebutuhan asasi yang tidak bisa ditawar-tawar, demi mewujudkan kebahagiaan dan kemakmuran dalam hidup ini.
13
Namun, akankahkebahagiaan itu kan tercapai secara sempurna?
Rasanya semua itu mustahil kalau dalam upaya mencapai kebahagiaan tersebut
tidak diatur oleh petunjuk dan rambu-rambu yang memberikan rasa aman kepada
mereka yang berjalan di atas dunia ini. Selanjutnya kita membutuhkan
aturan-aturan yang jelas, undang-undang yang adil dan bijaksana, undang-undang
yang mencegah orang-orang zhalim berbuat onar,yang memberikan keadilan bagi
yang dizhalimi. Undang-undang yang mampu menahan manusia dari melanggar
batas-batas larangan Allah, sehingga mereka tetap berada pada asas kewajaran
dan keseimbangan yang ditetapkan Allah. Agar supaya hawa nafsu yang menjadi
sumber segala kejahatan dan kerusakan di dunia ini bisa diredam, dan tidak
merajalela menguasai manusia untuk menghancurkan kebahagiaannya.
Lalu, adakah undang-undang yang sesempurna ini? Kalau kita cari, tidak akan kita dapatkan kecuali pada agama. Hanya agamalah yang mampu melunakkan watak manusia yang keras seperti batu, yang mampu membersihakan jiwa dari kotoran dan karat-karat penyakitnya, sehingga bisa menyinari jalan hidupnya.
Kalau kita bertanya, "Kenapa agama memperingatkan kita untuka menjauhi iri hati dengki, tipu daya,aniya, permusuhan, dan semua bentuk kejahatan. Lalu menganjurkan kita untuk berakhlak mulia dan berbuat baik. Tentu itu semua adalah untuk membersihkan jiwa dan hati kita agar mudah menyerap cahaya hidayah Allah yang akan menerangi hidup ini, menuju kbahagiaan dunia dan akhirat.
Kalau kita perhatikan agama-agama samawi (yang diturunkan oleh Allah) semuanya mengajak kepada Allah, menganjurkan pemeluknya kepada akhlak yang mulia dan budi pekerti yang tinggi. Akan tetapi Islam adalah lain daripada yang lain, agama Islam adalah yang paling istimewa. Sebab Islam agama yang terakhir, dialah agama yang paling sempurna ajarannya, yang paling indah aturannya, yang paling jelas hujjahnya.
Demikianlah Islam membawa kemaslahatan manusia baik dunia maupun akhirat, dan menyampaikan manusia kepada kebahagiaan yang hakiki nan abadi. "Katakanlah ini jalan (agama)ku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." (Yusuf (12) : 108).
Agama islam agama yang tidak bertentangan dengan akal sehat, bahkan agama islam selalu menagjak manusia untuk selalu menggunakan akal untuk berpikir tentang hakekat kehidupan ini. Di dalam Al-qur'an banyak kita menemukan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk berpikir tentang hakikat kehidupan ini untuk menumbuhkan iman kepada Allah, agar iman itu menembus masuk ke dalam jiwa, bersarang di lubuk hati yang paling dalam.
Perhatikanlah bagaimana Allah menerangi akal manusia dengan ayat-Nya; "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah (keringnya) dan Dia sebarka di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang di antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal."(Al-Baqarah (2) : 164).
Lalu, adakah undang-undang yang sesempurna ini? Kalau kita cari, tidak akan kita dapatkan kecuali pada agama. Hanya agamalah yang mampu melunakkan watak manusia yang keras seperti batu, yang mampu membersihakan jiwa dari kotoran dan karat-karat penyakitnya, sehingga bisa menyinari jalan hidupnya.
Kalau kita bertanya, "Kenapa agama memperingatkan kita untuka menjauhi iri hati dengki, tipu daya,aniya, permusuhan, dan semua bentuk kejahatan. Lalu menganjurkan kita untuk berakhlak mulia dan berbuat baik. Tentu itu semua adalah untuk membersihkan jiwa dan hati kita agar mudah menyerap cahaya hidayah Allah yang akan menerangi hidup ini, menuju kbahagiaan dunia dan akhirat.
Kalau kita perhatikan agama-agama samawi (yang diturunkan oleh Allah) semuanya mengajak kepada Allah, menganjurkan pemeluknya kepada akhlak yang mulia dan budi pekerti yang tinggi. Akan tetapi Islam adalah lain daripada yang lain, agama Islam adalah yang paling istimewa. Sebab Islam agama yang terakhir, dialah agama yang paling sempurna ajarannya, yang paling indah aturannya, yang paling jelas hujjahnya.
Demikianlah Islam membawa kemaslahatan manusia baik dunia maupun akhirat, dan menyampaikan manusia kepada kebahagiaan yang hakiki nan abadi. "Katakanlah ini jalan (agama)ku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." (Yusuf (12) : 108).
Agama islam agama yang tidak bertentangan dengan akal sehat, bahkan agama islam selalu menagjak manusia untuk selalu menggunakan akal untuk berpikir tentang hakekat kehidupan ini. Di dalam Al-qur'an banyak kita menemukan ayat-ayat yang mengajak manusia untuk berpikir tentang hakikat kehidupan ini untuk menumbuhkan iman kepada Allah, agar iman itu menembus masuk ke dalam jiwa, bersarang di lubuk hati yang paling dalam.
Perhatikanlah bagaimana Allah menerangi akal manusia dengan ayat-Nya; "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah (keringnya) dan Dia sebarka di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang di antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal."(Al-Baqarah (2) : 164).
14
Di sisi lain agama islam adalah agama yang sangat indah ,di
dalamnya terdapat ajaran dan bukti-bukti kebenaran yang berdasar pada tauhid,
yang bercirikan keadilan dan persamaan, aturan pergaulannya yang bersendikan
cinta kasih dan toleransi, ibadahnya menumbuhkan jiwa ikhlas dan pengorbanan,
mengeratkan hubungan antara hamba dan penciptanya dan meneguhkan ikatan
persatuan dan kesatuan antar sesama.
Maka, jelaslah
bahwa hanya Islamlah yang menjamin kedamaian masyarakat dalam mencapai
kebahagiaan, karena tidak yang diutamakan diantara manusia kecuali orang-orang
yang berbuat baik dan bertakwa. "Sesungguhnya orang yang paling mulia
di sisi Allah adalah adalah orang yang aling takwa di antara kamu, sesungguhnya
Allah Maha mengetaui dan Maha Mendengar." (Al-Hujurat (49) : 13)
Ini adalah sebagian dari ketinggian ajaran islam, maka kami mengajak para hadirin untuk meningkatkan takwa kita kepada Allah, selalu berpegang teguh kepada ajaran agama, meningkatkan amal ibadah, serta mengeratkan tali persaudaran, dengan cara tolong menolong antar sesama. "Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" (Al-Maidah (5) : 2). "Dan jika kamu berpaling maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat) dengan terang." (Al-Maidah (5) : 92).
H.Cara Islam Menyelesaikan Permasalahan Hidup Ini adalah sebagian dari ketinggian ajaran islam, maka kami mengajak para hadirin untuk meningkatkan takwa kita kepada Allah, selalu berpegang teguh kepada ajaran agama, meningkatkan amal ibadah, serta mengeratkan tali persaudaran, dengan cara tolong menolong antar sesama. "Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" (Al-Maidah (5) : 2). "Dan jika kamu berpaling maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat) dengan terang." (Al-Maidah (5) : 92).
Untuk mengetahui cara Islam menyelesaikan permasalahan hidup manusia, seseorang perlu kembali meneliti dan memahami Fiqh Da’wah Rasulullah SAW. Yakni da’wah yang dibimbing oleh wahyu Allah SWT, al-Quran al-Karim. Di waktu yang sama seseorang perlulah melihat realiti masyarakat sewaktu Rasulullah SAW. diutuskan dari segi politik, ekonomi dan sosial kerana dalam bidang-bidang inilah sering timbul masalah-masalah yang dihadapi oleh sesuatu masyarakat, bangsa atau negara.
Ketika mana Muhammad Rasulullah SAW diutuskan, negeri Arab seperti Syam dan Yaman yang subur dan kaya dengan hasil mahsul dikuasai oleh Romawi dan Parsi. Tinggallah Hijaz, Tihamah dan Najd yang kering kontang, dilitupi padang pasir dan dimiliki secara bebas oleh orang-orang Arab yang berpuak dan berqabilah.
Kalau difikirkan secara biasa, tanpa meyakini bahawa setiap tindakan baginda bersabit dengan konsep Da’wah Islamiyyah sebenar dan metod penyampaian baginda adalah bimbingan wahyu Allah SWT, maka sudah tentu seseorang akan membuat andaian-andaian bahawa:
15
1.Dalam kesempatan Muhammad Rasulullah SAW yang memiliki sifat-sifat
kepimpinan, kewibawaan dan pernah diberi kepercayaan oleh pembesar-pembesar
Quraisy untuk menyelesaikan masalah-masalah tertentu, maka sebelum
baginda menjalankan Da’wah Islamiyyah kepada masyarakat, sudah tentu dengan
senang baginda dapat menyatupadukan umat Arab yang berpuak dan berqabilah
di bawah slogan Qaumiyyah ‘Arabiyyah demi membebaskan bumi Arab dari dijajah
oleh Romawi serta Parsi dan mengembalikan kuasa politik ke tangan umat Arab. Setelah umat Arab bersatu, buminya dirampas kembali dari tangan Rumawi dan Parsi dengan semangat Qaumiyyah ‘Arabiyyah dan setelah kedudukan Muhammad sebagai pemimpin kukuh maka dapatlah baginda, dengan kuasa dan kedudukan yang dimiliki, memantapkan ‘Aqidah Tauhid untuk dianuti oleh masyarakat dan seterusnya mewartakan Islam sebagai cara hidup mereka. Dengan cara ini, tentulah pada andaian seseorang yang hanya menggunakan aqal, Muhammad Rasulullah SAW tidak akan menghadapi berbagai-bagai halangan, rintangan, siksaan dan tentangan yang keras daripada Kafir Qura’isy selama 13 tahun dalam usaha untuk menanamkan ‘Aqidah Tauhid ke dalam hati masyarakat dan menegakkan Islam sebagai ad-Din (sistem hidup). Tetapi andaian ini bukanlah jalan yang sebenar.
2. Kesempatan yang lain, realiti ekonomi dan sumber kekayaan di zaman Rasulullah SAW dikuasai oleh segolongan kecil dari masyarakat jahiliyyah. Mereka menguasai aktiviti perniagaan berasaskan riba’. Majoriti rakyat hidup miskin dan melarat. Berdasarkan kesempatan ini, mungkin seseorang mengandaikan jika Muhammad Rasulullah SAW berusaha mengajak majoriti masyarakat yang miskin dan melarat, lalu menyatupadukan mereka dalam satu saf bagi melepaskan diri daripada cengkaman golongan feudal dan meningkatkan taraf hidup mereka, nescaya Rasulullah SAW dengan senang dapat mempengaruhi dan menyatukan mereka. Selepas itu bolehlah Rasulullah SAW menegakkan ‘Aqidah Tauhid dan seterusnya mentatbiqkan undang-undang Islam dalam kehidupan masyarakat, tanpa bersusah payah menghadapi tentangan masyarakat Quraisy yang agresif hingga ke tahap ingin membunuh baginda. Tetapi andaian ini bukanlah jalan yang sebenar.
3. Kesempatan yang lain pula, realiti sosial dari sudut moral dan akhlak orang-orang Arab ketika itu amatlah menyedihkan. Sesiapa yang kuat dialah berkuasa. Permusuhan, kezaliman dan pergeseran sesama sendiri sering berlaku. Anak gadis ditanam hidup-hidup. Kemabukan arak, perjudian, amalan pelacuran dan seumpamanya berleluasa. Mungkin seseorang mengandaikan sekiranya Muhammad Rasulullah SAW mengisytihar dari awal-awal lagi suatu bentuk Da’wah Islamiyyah yang bertujuan membaiki moral, membentuk disiplin dan membangunkan akhlak tanpa menekankan permasalahan iman, nescaya Rasulullah SAW akan mendapat sambutan dan sokongan majoriti penduduk tanah Arab. Lebih-lebih lagi pada ketika itu masih terdapat di kalangan orang-orang ‘Arab yang mempunyai sifat-sifat dan `basic morality’ yang baik. Tidak perlu Rasulullah SAW bersusah payah selama 13 tahun berda’wah mengajak manusia supaya beriman kepada Allah SWT dan mentauhidkan-Nya. Tetapi andaian ini bukanlah jalan yang sebenar.
16
Allah SWT Maha Mengetahui Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui bahawa semua andaian di atas bukan jalan yang betul untuk menyelesaikan masalah hidup manusia. Allah SWT Maha Mengetahui bahawa masalah hidup manusia tidak dapat diselesaikan tanpa melalui proses pembentukan jiwa berasaskan ‘aqidah yang sahih. ‘Aqidah yang akan menentukan sikap dan nilai sebenar.
Apabila ‘aqidah tauhid mengambil tempat dalam hati dan jiwa para sahabat Rasulullah SAW, dalam suasana mereka menghadapi berbagai halangan dan tentangan yang keras, maka terbentuklah ‘Aqidah Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah Allah SWT. Aqidah tauhid menjadi keyakinan dalam jiwa mereka. Syari’ah dan peraturan Islam menjadi praktik hidup mereka.
Pencetus Dan Pengawas Yang Kuat
Apabila manusia mengenal Ilah, beribadah kepada-Nya semata-mata, membebaskan diri daripada kesultanan manusia serta hawa nafsu dan apabila kalimah Lailaha Illallah menguasai jiwa manusia, pada ketika itu Allah SWT akan menyempurnakan untuk mereka segala sesuatu termasuklah andaian-andaian seperti tersebut di atas tadi. Dalam masa lebih kurang suku abad sahaja, bumi Arab yang terdahulu dijajah oleh Romawi dan Parsi telah dapat dikuasai oleh generasi yang dibentuk oleh Rasulullah SAW melalui proses keimanan kepada Allah SWT dan prinsip-prinsip keimanan yang lain.
Bersihlah masyarakat ‘Arab daripada sebarang bentuk kezaliman. Tertegaklah peraturan Islam pilihan Allah SWT yang adil dan saksama untuk manusia. Bersihlah jiwa dan moral masyarakat daripada saki baki jahiliyyah hingga jarang sekali hukum hudud, qisas dan ta’zir dijalankan pada generasi yang unik ini.
Inilah pencetus dan pengawas yang kuat dan rapi bertapak di dalam hati dan jiwa mereka. Pencetus dan pengawas dalaman bukan luaran semata-mata. Mereka melaku atau meninggalkan sesuatu kerana Allah SWT dan inginkan balasan yang baik daripada-Nya. Inilah rahsia sebenar yang mungkin tidak terfikir dan difikir oleh orang ramai ketika ini.
Realiti Umat Islam Kini
Sering terdengar percakapan-percakapan dan perbincangan-perbincangan di kalangan pemuda-pemuda dan ahli-ahli fikir Islam dewasa ini mengenai keperluan umat Islam terhadap kekuatan harta benda, ilmu pengetahuan dan pelbagai bidang ikhtisas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam dan membangunkan hidup mereka agar lebih maju dan makmur. Namun, amat sedikit didapati perbicaraan dan tindakan yang serius tentang keperluan umat Islam terhadap keimanan sebenar, perhubungan hati dengan Allah SWT, kepatuhan kepada titah perintah-Nya dan mencari keredhaan-Nya dalam semua amalan.
17
Tegasnya, seseorang perlulah faham dan sedar bahawa setiap amalan yang
lakukan dan wasilah yang dimiliki, tanpa bersandarkan kepada dasar keimanan
terhadap Allah SWT, akan sia-sialah segala amalan dan wasilah itu di sisi
Allah SWT. Begitu banyak harta yang menjadi milik orang-orang Islam
tetapi tidak menguntungkan Islam. Begitu juga halnya dalam bidang-bidang lain. Rahsia Kejayaan Generasi Awal
Kejayaan generasi para sahabat yang dibentuk Rasulullah SAW dalam mengejar matlamat hidup bukanlah kerana mereka memiliki pelbagai wasilah dan alat kelengkapan yang cukup. Rahsia kejayaan mereka ialah keimanan sejati, kepatuhan maksimum terhadap titah perintah Allah SWT dan cita-cita mendalam untuk mendapat keredhaan serta pahala daripada-Nya. Inilah rahsia menyebabkan mereka bersedia penuh menyahut setiap hajat dan keperluan Islam dari masa ke semasa. Juga rahsia yang mendorong mereka berkorban dan bangun melaksanakan setiap tuntutan Islam tanpa rasa berat walaupun menghadapi pelbagai kesukaran.
Islam berhajatkan kerja-kerja da’wah. Maka tampillah para du’at yang jujur, berani dan sabar menyampaikan risalah Allah SWT melalui lisan dan contoh teladan meskipun menghadapi berbagai halangan dan tentangan daripada musuh. Mereka tetap meneruskan kerja-kerja da’wah tanpa takut atau mundur ke belakang.
Islam memerlukan pengorbanan harta benda. Maka tampillah mereka yang memiliki harta benda dan kekayaan, lalu menginfaq kepada Rasulullah SAW dengan penuh rela tanpa rasa bakhil atau sayang kepada harta benda itu. Hinggalah terdapat di kalangan mereka yang berkata kepada Rasulullah SAW, “Apa yang tuan ambil daripada kami adalah lebih baik daripada apa yang tuan tinggalkan.”
Islam berkehendakkan pengorbanan jiwa untuk mempertahankan kesuciannya daripada dicemari musuh. Maka berlumba-lumbalah mujahid-mujahid dan pejuang-pejuang Islam memberi khidmat suci demi menyahut panggilan Allah SWT. Sungguh banyak pengorbanan, sumbangan dan khidmat bakti mereka untuk kepentingan Islam semata-mata.
Islam Bermula Dengan Usul, Tidak Dengan Furu’
Islam tidak memulakan da’wah dengan mengenegahkan permasalahan furu’ tetapi memulakannya dengan perkara usul (perkara asas atau dasar). Islam di peringkat awal, di zaman Rasulullah SAW, tidak meminta manusia agar bangun berjihad di medan peperangan, berpuasa, berzakat, meninggalkan arak, menjauhkan judi dan sebagainya. Tetapi Islam di peringkat awal meminta dan menuntut supaya beriman kepada Allah SWT semata-mata. Tegasnya Islam bermula dengan ‘aqidah, tidak bermula dengan taklif atau kewajipan. Aqidahlah yang menjadi asas dalam perlaksanaan taklif (kewajipan). Islam bermula dengan batin , hati dan fikiran manusia sebelum sesuatu yang lain. Dari titik tolak aqidah yang bertempat di hati akan berlakulah perubahan dan pembangunan yang hakiki, yakni pembangunan insan di tengah-tengah alam kebendaan.
18
Apabila perkara dasar ini menguasai hati dan fikiran mereka yang dibentuk
oleh Rasulullah SAW, lahirlah keperibadian ummah yang berorientasikan iman.
Keperibadian itu menjadi kenyataan. Mereka iltizam dan intizam
kepada titah perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam berbagai aktiviti
hidup pada setiap masa tanpa berhajatkan pengawasan luar. Segala sesuatu yang
terdahulu menjadi masalah dalam kehidupan mereka dapat diatasi dan diselesaikan
dengan senang. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW menyelesaikan permasalahan arak hanya melalui tiga potong ayat al-Quran al-Karim. Firman Allah SWT:
“Mereka bertanyakan engkau (Muhammad) mengenai arak dan judi. Katakanlah bahawa kedua-duanya dosa besar dan ada manfaat-manfaat kepada manusia, dosa kedua-duanya lebih besar daripada manfaatnya.”
- Surah al-Baqarah: ayat 219
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghampiri solah ketika kamu mabuk hingga kamu tidak ketahui apa yang kamu katakan.” - Surah an-Nisa’: ayat 43
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala dan tenung nasib adalah kotor dari amalan syaitan, maka hendaklah kamu menjauhinya agar kamu mendapat kejayaan.” - Surah al-Maidah: ayat 90
19
[1]
Harun, Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. (Jakarta:1985,
Universitas Islam-Press).hal.9
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete