Protoplasma berasal dari bahasa latin (proto artinya pertama
dan plasma artinya substansi). Jadi protoplasma mengandung pengertian substansi
dasar kehidupan yang terdapat pada semua sel makhluk hidup. Adapun pengertian
protoplasma menurut para ahli yaitu :
1.
Johannes Purkinje ( 1787-1869)
Seorang ahli fisiologi Biokimia
menggunakan istilah protoplasma ( protos : pertama ; plasma : cairan ) bagi
substansia yang menyerupai gelatin ( 1840 ), meskipun arti dari istilah
tersebut mungkin agak berbeda dengan artinya pada penggunaan selanjutnya.
2. Felix Dujardin (1801-1860), seorang
ahli zoologi perancis mengamati adanya material yang menyerupai gelatin didalam
sel-sel binatang (1835) dan menggunakan istilah sarcode ( Sarx : daging ) bagi
material tersebut. Substansia ini kemudian juga dijumpai pada sel-sel tumbuhan
hidup.
3. Hugo Von Mohl (1805-1872)
Seorang ahli Botani dari Jerman,
menemukan bahwa sel-sel tumbuh-tumbuhan tersusun dari substansia hidup (1846)
dan menggunakan istilah protoplasma bagi substansia tadi, yang sampai saat ini
masih kita ikuti.
4. Max Schultze (1825-1874)
Seorang ahli Sitologi Jerman,
mengumumkan ‘Teori Protoplasma’ (1861) yang menyatakan bahwa protoplasma yang
menyerupai gelatin yang dinyatakan sebagai ‘substansia hidup’ pada
tumbuh-tumbuhan dan hewan adalah sama, dan ia menyimpulkan bahwa sel adalah
suatu akumulasi dari substansia hidup atau protoplasma yang mempunyai
batas-batas tertentu dan mempunyai suatu membran sel dan nukleus, atau dengan
perkataan lain sel adalah suatu massa protoplasma bernukleus yang merupakan
satuan fisiologis dan morfologis.
5. Thomas H. Huxley (1825-1895)
Seorang ahli Biologi Inggris,
menyatakan Protoplasma sebagai ‘dasar fisik dari kehidupan’ (1868).
B. Sifat-sifat Sitoplasma
Ada beberapa teori mengenai sifat-sifat fisik protoplasma.
Sifat - sifat protoplasma terdiri atas dua macam, yaitu sifat kimia dan sifat
fisika. Sifat kimia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu unsur makro
(C,H,O,N,S,P,K,Ca) unsur mikro (Fe, Mg, Zn, F, Cu) dan unsur tambahan (Co, Al,
Mn, Si, B, Mo), serta senyawa - senyawa kompleks (karbohidrat, potein, lemak,
vitamin, air, mineral). Sifat fisika protoplasma antara lain koloid, siklosis,
gerak brown, elektroforesis, efek tyndall, tegangan permukaan tinggi dan
adsobsi.
1. Sifat Protoplasma Tak Tersaring.
Pada sistem koloid
partikel-partikelnya cukup besar, akan tetapi molekul-molekulnya masih tetap
melayang-layang diantara molekul air. Bila molekul-molekulnya (partikel)
dilihat dengan bantuan mikroskop bias tidak tampak, aka tetapi bila dilihat
dengan menggunakan mikroskop electron partikelnya tampak. Ukuran partikel pada
system koloid antara 0,001 mikron sampai dengan 0,1 mikron. Partikel koloid
bila disaring dengan kertas saring biasa partiklnya akan lewat akan eapi
partikel koloid tidak dapat melewati membrane plasma. Koloid pada protoplasma
dapat berupa fase sol dan fase gel.
2. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala
penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini
disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall. Efek tyndall adalah efek yang
terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari
dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan
pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi
karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar
untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit
dan sangat sulit diamati.
3. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan
partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak
acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka
kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu
zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat
cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya
beroszillasi di tempat (tidak termasuk gerak brown). Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan
tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka
tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan
tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak
zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel
koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan
dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga
dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar
energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya.
Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin
cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak
Brown semakin lambat.
4. Viskositas
Tegangan permukaan (viskositas), disebabkan oleh tertariknya
molekul-molekul pada permukaan oleh molekul-molekul dibawahnya yang bergerak
bebas dengan kekuatan pada setiap arah yang sama. Akibat tarikan tersebut
molekul permukaan menjadi terikat sehingga terjadi tegangan yang disebut
tegangan permukaan.
5.
Koagulasi
Koagulasi adalah
penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya
koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat
terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara
kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Koagolasi pada koloid terjadi karena tidak stabilnya system koloid. System
koloid disebut stabil (koloid stabil) jika system koloid bermuatan negative dan
positif. Jika siste koloid dinetralkan muatannya maka system koloid tersebut
tidak stabil sehingga terkoagulasi (menggumpal). Dengan terjadinya koagulasi,
berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Beberapa sifat-sifat fisika pada protoplasma diantranya:
1. Bila protoplasma yang merupakan
sistem koloid ini disinari dengan sinar lampu listrik pada suatu ruang yang
gelap akan memberi efek Tyndall.
2. Molekul-molekul (partikel) pada
sistem koloid protoplasma bergerak secara zig-zag (gerak Brown (1872)). Gerak
Brown pada protoplasma kecepatannya tergantung pada besarnya partikel dan suhu
protoplasma.
3. Gerak siklosis (cyclosis) dan
amoeboid. Oleh karena matrik sitoplasma dapat bersifat agak kental maka pada
matrik sitoplasma ada gerakan. Gerakan di dalam matrik sitoplasma ini disebut
gerakan siklosis (terjadi pada saat matrik dalam fase sol dan terjadinya
gerakan ini karena pengaruh tekanan hidrostatik, suhu, pH dan viskositas. Bergeraknya
kromosom, sentriol, mitokondria, lisosom, dsb disebabkan gerakan sikolsis.
Gerakan amoeboid terbentuk pada gerak siklosis. Gerak amoeboid terjadi pada
protozoa, leukosit, dsb. Pada gerakan amoeboid, terjadi perubahan bentuk sel.
Penonjolan sitoplasma ini disebut pseudopodia.
4. Matriks sitoplasma yang cair
memiliki tegangan permukaaan. Matriks protein dan lemak memiliki ketegangan
permukaan yang kurang karenanya membentuk membran plasma, sedangkan bahan-bahan
kimia misalnya garam NaCl tegangan permukaannya tinggi akibatnya NaCl menempati
bagian yang lebih dalam pada matrik sitoplasma.
No comments:
Post a Comment