Judul skripsi : Kadar Radha’ah yang Mengharamkan Pernikahan Menurut Imam Syafi’i dengan Imam Maliki.
Menurut Imam Syafi’I syarat yang mengharamkan nikah adalah sebagai berikut.
- Wanita yang
menyusui itu masih hidup atau sudah cukup umur atau baliqh, yaitu mencapai usia
sekitar tujuh tahun hitungan hijriah.
- Air susu yang
masuk kedalam perut si bayi lima kali isapan secara terpisah-pisah, penentuan
lima isapan itu dikembalikan pada huku adatatau kebiasaan dan tidak
mensyaratkanair susu itu harus mengenyangkan asalkan sudah sampai ke perut
bayi.
-
Pengharaman
nikah tidak berlaku jika air susu masuk dengan cara suntikan atau penetesan air
susu ke mata, hidung, atau luka di tubuh karena hal itu tidak termasuk radha’
sehingga dalam hal ini tidak boleh ditetapkan hukum radha’.
-
Air susu yang
bercampur dengan yang lain hukumnya sama dengan susu murniyang tidak
bercampurdengan apapun, baik bercampur dengan makanan ataupun minuman dan
lainnya, asalkan air susu tetap masuk ke dalam perut.
-
Jika seorang
bayi menyusui setelah dua tahun lewat sedikit maka tidak termasuk hokum yang
mengharamkan nikah meskiun setelah sapih.jika seorang anak menyusu masih dalam
hitungan usia dua tahun pertama, meski setelh sapih maka tetap termasuk hokum
radha’. Batas akhir dua tahun usia adalah dari sempurnanya sapihan si bayi, dan
jika ia menyusu sebelum sempurnanya hitungan maka tidak apa-apa. Pendapat ini
adalah pendapat yang rajih karena kuatnya dalil-dalil yang digunakan.
-
Radha’ yang
dilakukan itu lebih dari lima kali susuan yang berbeda-beda. Hukum yang berlaku dalam menentukan bilangan radha’ adalah
hokum adat dan kebiasaan. Artinya, jikasetelah mentetek, si bayi lantas
berpaling dan melepas puting maka sudah dianngap menetek sekali sesuai dengan
hukum adat.
Menurut Imam Maliki syarat yang mengharamkan nikah adalah sebagai
berikut.
-
Meskipun air
susu wanita yang sudah meninggal dan air dari anak kecil yang belum mampu
malakukan sangama. Namun jika sudah keluar air susunya , tetap saja hukumnya
haram untuk dinikahi jika air susunya diminum. Alasannya, karena air susu itu
menumbuhkan daging dan air susu itu tidak mati.
-
air susu yang
masuk kedalam perut si bayi, baik secara yakin maupun masih ragu jika memang posisinya
menetek. Jadi, hukumnya tetap haram nikah meskipun masih ada keraguan.
-
Bolehnya
menetapka hukum radha’ dengan suntikan air susu sebagai suplai makanan, bukan
sekadar masuknya air susu ke dalam perut melalui suntikan. Jadi, berbeda antara
sesuatu yang masuk melalui saluran atas dan tidak disyaratkan menjadi suplai
makanan, dan sesuatu yang masuk melalui saluran bawah atau sejenisnnya dan
disyaratkan menjadi suplai makanan.
-
Tidak ada
bedanya air susu dicampur dengan benda cair lain atau pun dicampur dengan
makanan, yang jadi patokan adalah dominan dan tidaknya campuran tersebut.
-
Menambahkan dua
bulan setelah hitungan dua tahun, karena seorang bayi terkadang membutuhkan
masa ini untuk menyesuaikan pergantian makanan. Akan tetapi, jika si bayi sudah
disapih dan mampu untuk menyusu lebih dari dua hari, lantas ada seorang wanita
lain menyusuinya maka tidak termasuk radha’ yang mengharamkan nikah karena
hadits yang berbunyi “Radha’ itu dari kelaparan” menunjukkan bahwa bayi
tersebut belum disapih, dan juga karena sapihan dalam pertengahan masa dua
tahun pertama tidak termasuk radha’ dari kelaparan.Radha’ yang
mengharamkan itu berlaku dalam sedikit dan banyak, meskipun hanya sekali
isapan.
No comments:
Post a Comment