Subscribe di sini

Tuesday, 2 February 2016

PEREKONOMIAN INDONESIA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BONUS GEOGRAFI, AFTA, ACFTA, dan MEA


BONUS DEMOGRAFI


Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalah Bonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.

Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.

Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.

Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.

Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?

Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?

Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia!

Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.

Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.

Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.

AFTA

Apa Itu AFTA dan Sejarahnya?

Sebelum saya menulis panjang dan lebar, sudahkah teman – teman tahu apa itu AFTA? Ataukah teman – teman memang tidak mau tahu tentang AFTA karena masih mikir besok mau makan saja susah? Oke, paling tidak sekarang kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dengan AFTA tadi. Terlebih lagi yang namanya AFTA ini akan mulai diberlakukan pada tahun 2015, tepat setelah beberapa bulan selesainya tahun politik panas 2014.

AFTA yang merupakan akronim dar ASEAN Free Trade Area sejatinya merupakan kesepakatan dari negara – negara di asean untuk membentuk sebuah kawasan bebas perdagangan. Tujuannya sih agar bisa meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Harapannya, kalau yang namanya AFTA ini sukses, asean bisa menjadi kawasan basis produksi didunia seperti yang sudah ada sekarang ini yaitu China. Coba ingat? Sudah berapa ratus produk yang masuk ke indonesia itu Made In China?

asean-community-2015-01052014

Perjanjian perdagangan bebas AFTA dicetuskan ketika terjadi pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN atau SEAN summit ke-4, yang dilakukan pada tahun 1992. Pada pertemuan itu kemudian para kepala negara mengumumkan akan membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas di asean dalam jangka waktu 15 Tahun. Kalau dihitung seharusnya akan efektif berjalan secara penuh pada tahun 2007. Namun kenyataanya, AFTA ini akan aktif pada tahun 2015, 22 tahun kemudian.
Nah, dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak akan akan ada hambatan tarif(bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif untuk negara – negara anggota ASEAN. Dengan begitu, tentunya keuntungan dan tantangan akan muncul untuk negara Indonesia juga dong. Lantas, apakah negara kita Indonesia sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini untuk membuat negara lebih maju dan berkembang? Apalagi AFTA ini efektif tahun 2015, tidak begitu lama setelah Pemilu, dan pemilihan presiden Indonesia yang baru. Sementara menurut saya, sampai sekarang belum ada pemimpin rakyat, entah itu caleg atau capres yang kompeten untuk menjalankan pemerintahan setelah 2014. Tidak percaya? Silahkan cek cv caleg – caleg di tahun 2014 ini : (dct.kpu.go.id)

Tantangan AFTA 2015 Untuk Indonesia

Sebelum saya menuliskan keuntungan AFTA 2015 untuk indonesia, saya akan menyebutkan tantangannya terlebih dahulu. Agar orang – orang indonesia tahu, dan tidak selalu terlena dengan negara yang katanya ijo royo -royo, dan mempunyai banyak sumber daya alam ini.

1. Tantangan Pendidikan

Kalau melihat negara maju di ASEAN seperti Singapore, pendidikan mereka terlihat lebih maju. Lantas Indonesia sendiri bagaimana menghadapi serbuan para pekerja hasil output negara di ASEAN seperti Singapore? Padahal salah satu efek dari AFTA adalah setiap warga anggota negara ASEAN bisa sekolah atau bekerja di tiap negara anggota ASEAN.

Sementar menurut saya, pendidikan di Indonesia ini masih sedikit carut marut. Contoh sederhananya saja, ada teman saya yang seorang lulusan Teknik Elektro malah bekerja di bidang perbankan, atau ada sarjana pertanian yang tidak bisa bekerja sesuai jurusan di ambilnya.
Menurut saya pendidikan di negara ini masih belum tepat sasaran untuk mengenali potensi anak didik dengan tepat sasaran, sehingga anak didik bisa memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Bisa – bisa dengan adanya AFTA 2015 pengangguran malah semakin banyak, karena banyak perusahaan di Indonesia yang malah merekrut tenaga kerja dari negara anggota ASEAN lain dengan kompetensi yang lebih baik.

2. Tantangan Perdangangan

Sebelumnya saya mau tanya dulu, sekarang ini Indonesia adalah negara “Pengekspor” atau negara “Pengimpor”?
Menjawab pertanyaan ini tidak perlulah sulit – sulit, lihat saja smartphone/handphone yang teman – teman punyai made in mana? Sepengetahuan saya sih rata – rata kalau tidak made in china, ya made in vietnam. Indonesia ini hanya dijadikan pasar, sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada ya, tempat produksi barang yang di Indonesia? (*maaf saya kurang tahu tentang ini karena tidak ada data *)

Saya memberi contoh barang yang sepele seperti smartphone/handphone, karena barang seperti ini meskipun sedang musim hujan, banjir ataupun dolar naik, penjualannya tetap meroket. Mengingat kebanyakan masyarakat kita yang lebih mementingkan prestise dan style daripada fungsi dari sebuah smartphone sendiri.
Terlepas dari contoh yang saya berikan, selama Indonesia masih menjadi negara “hobi impor” AFTA 2015 malah akan menjadikan negara ini sebagai pasar terbesar barang – barang impor dari negara ASEAN yang lain. Mau negara kita cuma dijadikan tempat jualan saja? Pikirkan!

Keuntungan AFTA 2015 Untuk Indonesia

Memang, bukan hanya tantangan saja yang akan dihadapi Indonesia di AFTA 2015 ini. Ada juga keuntungan yang bisa didapatkan negara ini jika bisa memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN ini dengan baik. Kalau dimanfaatkan dengan benar, ada kemungkinan bisa membuat Indonesia lebih maju, bahkan bisa mengalahkan negara seperti Singapore.


1. AFTA 2015, Berarti Ijin kerja di Negara ASEAN Lebih Mudah. Saatnya Menjajah “ASEAN”


Tenaga kerja professional saatnya menjadi TKI, jangan cuma kita saja yang dijajah oleh negara lain. Saatnya kita menjadi “ekspat” di negara lain. Apalagi gaji di negara Asean semacam Singapore atau Malaysia tentunya akan lebih besar dari pada di Indonesia. Jangan mau kalah dengan TKI dong, mereka bisa menjadi pahlawah devisa, kita para tenaga kerja terdidik professional pun bisa ikut menyumbang devisa negara. Yuk!

2. Manfaatkan Pariwisata Sebagai Sumber Devisa Selain Sumber Daya Alam.

Hei orang Indonesia, saatnya mulai sadar! Sumber daya alam negara kita ini sudah semakin habis! Tinggal menunggu waktu saja kita tidak bisa banyak menjual Sumber Daya Alam untuk menjalankan negara. Kita harus mulai memikirkan sumber penghasilan lain yang berkelanjutan untuk memajukan negara.

Sadar tidak kalau negara ini mempunyai banyak sekali potensi pariwisata. Ada berapa banyak tempat wisata yang bisa dikelola dengan baik. Sehingga bisa diperhitungkan sebagai sumber devisa yang berkelanjutan. Manfaatkan AFTA 2015 ini untuk bisa mendapatkan banyak turis asing yang mau datang ke Indonesia. Kalau dikelola dengan benar, mungkin negara ini bisa kaya hanya dengan Pariwisatanya. Masak mau kalah sama Singapore dan Malaysia?

Solusi Menghadapi AFTA 2015 Untuk Indonesia

Ada beberapa hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk membuat negara ini lebih maju. Pendidikan yang baik, Hukum yang ditegakkan, Kedisiplinan, dan Semangat Optimisme untuk maju tiap – tiap warga negara ini.

ACFTA

ACFTA adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.

Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada bulan November 2000. Pada saat itu Cina memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6 milyar menjadi US$192.5 milyar. Cina juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun 2010.

Peta ACFTA

Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES No.48 tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010. Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah, yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang masuk ke Indonesia. Adapun yang perlu diperhatikan selanjutnya oleh pemerintah Indonesia dalam merenegosi-asikan kembali ACFTA dalam lingkup pos-pos tertentu yang dianggap belum siap menghadapi pelaksanaan ACFTA di Indonesia, maka pemerintah dalam pengertian paham monisme yang dianut pada UU No. 24 tahun 2004, khususnya Pasal 4 ayat (2) dapat mengarahkan kepada kesamaan kedudukan dan saling menguntungkan antarnegara peserta. Namun kendalanya adalah UU ini hanya berlaku di Indonesia, maka tugas pemerintah yang paling berat adalah meyakinkan negara sesama anggota ASEAN agar mendukung rencana yang diusung pemerintah Indonesia mengenai ketidak siapan beberapa post yang belum siap sepenuhnya menghadapi akibat dari pelaksanaan perdagangan bebas ACFTA di Indonesia.

Selanjutnya, langkah yang tidak kalah pentingnya adalah membuat aturan yang jelas perihal persamaan kedudukan para negara peserta dalam perjanjian ACFTA ini, demi untuk menghindarkan dominasi negara terkuat khususnya mengenai penentuan harga-harga atas produk barang maupun jasa, (angan sampai Indonesia hanya menjadi Price Taker, sementara Negara Maju menjadi Price Maker.
Menyediakan
 dan membentuk aturan yang tegas terkait dengan ketentuan standar nasional dari beberapa negara peserta dan ketentuan anti dumping. Sehingga dengan adanya aturan main yang jelas tersebut, akan dapat ditentukan standar minimum yang harus dipenuhi untuk dapat menembus pangsa pasar yang disepakati dalam perjanjian ACFTA, disamping dengan adanya ketentuan yang jelas akan sanksi dan aturan anti dumping juga akan dapat menciptakan fair trade competition dan bukan unfair trade competion. Disinilah fungsi utama pemerintah sebagai pemegang kewenangan atas regulasi, memproteksi ketahanan perekonomian nasional dari gempuran masuknya produk-produk asing ke dalam negeri.

Tahun 2009 yang penuh tantangan telah kita lewati. Kita patut bersyukur di bawah tekanan perekonomian global yang masih belum sepenuhnya pulih, perekonomian nasional masih mampu tumbuh.

Dari sisi fundamental, sejumlah indikator menunjukkan bahwa kondisi ekonomi makro Indonesia saat ini lebih meyakinkan. KADIN mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2009 sudah kembali naik menjadi 4,2 persen dari angka terendah 4,0 persen pada triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahun 2009 mencatat angka terendah sebesar 2,7 persen. Sementara itu, nilai tukar mulai stabil pada kisaran Rp 9.000-Rp 9.500 per dollar AS. Ekspor year on year sudah beberapa bulan terakhir meningkat kembali, juga pertumbuhan produksi industri besar dan menengah. 

Penjualan sepeda motor, mobil, dan semen menggeliat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus 2.600 pada minggu kedua Januari 2010 dan masih bertahan hingga akhir minggu lalu. Tercatat pada hari penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2009, investor asing membeli lebih dari satu miliar saham (Rp 2,5 triliun) dan melakukan transaksi jual 700-an juta lembar saham (Rp 1,7 triliun) sehingga pada posisi pembelian bersih. Porsi asing tampaknya juga mendominasi. Modal asing meminati Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tercatat pada akhir 2009 investor asing membeli SBI Rp 44,1 triliun dan pada akhir minggu pertama Januari 2010 menjadi Rp 49,5 triliun. Sedangkan investor asing membeli SUN hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 106,3 triliun dan pada minggu pertama Januari 2010 menjadi Rp 109 triliun. Data di perbankan hingga November tahun lalu menunjukkan bahwa sejumlah Rp 1.398 triliun kredit tersalurkan dengan penekanan pada kredit sektor perdagangan, restoran dan hotel mencapai Rp 290 triliun, kredit manufaktur Rp 243 triliun, jasa dunia usaha Rp 146 triliun, dan sisanya untuk pertanian, pertambangan, peralatan, konstruksi, pengangkutan, dan telekomunikasi.Karena itu, International Institute for Management Development dalam publikasi tahunan terbarunya, World Competitiveness Yearbook (2009), menempatkan daya saing Indonesia di posisi ke-42 tahun 2009 dari urutan ke-51 tahun 2008. Memang harus diakui bahwa peningkatan kondisi Makro ini bukan disebabkan oleh pembenahan mendasar di dalam negeri, melainkan lebih karena negara-negara lain banyak yang terkapar akibat krisis global. Kendatipun demikian, momentum ini harus cepat dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan terhadap unsur-unsur utama penentu daya saing. Jika kita abaikan lagi, negara-negara yang kini mengalami kesulitan ekonomi akan segera pulih dan berpotensi segera mengejar Indonesia.

ACFTA, RI-China Bikin Tujuh Kesepakatan

Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama terkait ASEAN-China Free Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada LPEI, serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.

JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana persahabatan dan kerjasama sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:

Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.

Kedua, kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.

Ketiga, atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRT menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT , sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.

Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi dan konstruksi;

Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin.

Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).
Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.

Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang antara lain berisi:

a. Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b. Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.

c. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

d. Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.

e. Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut.

Pengaruh ACFTA bagi Indonesia

ACFTA membawa dampak terhadap industri-industri domestik dalam negeri hal ini membawa pengaruh terhadap stabilitas Indonesia. ini dilihat dari dua sektor industri yaitu industri tekstil dan alas kaki. Impor Indonesia dari China untuk barang-barang tekstil dan alas kaki mengalami peningkatan yang cukup signifikan, penyebabnya adalah harga yang murah dan lebih beragam. Hal ini mengakibatkan pasar domestik dikuasai oleh barang-barang China sehingga barang buatan dalam negeri tidak mampu bersaing.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningakatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri sehingga mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk produk–produk dalam negeri menguasai pasar sendiri serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan stabilitas ekonomi indonesia.
Selain itu walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh negatif terhadap industri-industri dalam negeri akan tetapi Indonesia masih bisa mendapatkan peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri, Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar dapat mengambil keuntungan yang mampu menopang perekonomian indoensia. Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan luar negeri adalah bagaimana meningkatkan daya saing terhadap ekonomi negara-negara kawasan yang makin meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.

MEA

Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Bagaimana itu mempengaruhi Anda?
Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang.
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.
“Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan,” katanya.
“Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya.”
Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing.
Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.
Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas.
Dita Indah Sari
“Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang sekolah di luar negeri,” katanya.
Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.
“Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri.”
Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja asing?
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin “kecolongan” dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja.
“Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas,” katanya.
“Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.
Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.
Permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi, kata ILO.
Apa keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.
Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.

Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.



Opini :


1. Bonus Demografi : Meningkatnya proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) saat ini yang diikuti penurunan proporsi penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) menyebabkan penurunan rasio ketergantungan. Ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih cepat dan terjadi perbaikan kualitas sumber daya manusia. Manfaat ekonomi yang terjadi akibat menurunnya rasio ketergantungan (angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk usia nonprodukif dan jumlah penduduk usia produktif) inilah yang disebut dengan bonus demografi.


2. Afta : Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.


3. Acfta : Sistemik karena ketidaksiapan liberalisasi perdagangan ACFTA akan berdampak luas dan riil di masyarakat. Sejumlah persoalan bisa muncul akibat tidak (layak) bersaingnya produk-produk dalam negeri seperti penutupan perusahaan, pengangguran, kemiskinan.


4. Mea : Kehadiran MEA di Indonesia merupakan suatu keniscayaan. Bagaimanapun, mau tidak mau, siap tidak siap, masyarakat Tanah Air harus siap menghadapi MEA. Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah penting untuk menciptakan kader-kader muda yang siap bertarung dan bersaing dengan negara lain di Asia, baik dalam sektor kemandirian ekonomi, pendidikan, kemampuan menguasai bahasa internasional (English language), dan penguasaan teknologi secara optimal, baik otomotif maupun informasi. Salah satu hal yang terpenting dalam menghadapi MEA di Indonesia yaitu sumber daya manusia (SDM) di negeri ini harus mampu menguasai teknologi otomotif maupun teknologi informasi. Kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, sudah dirasakan manfaatnya. Dalam hal ini Jepang dan China menguasai dan mampu menciptakan alat-alat elektronik seperti handphone(Android), dan mesin-mesin lainnya

.

DAFRTA PUSTAKA

No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...