Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut
adalah Bonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar
sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah
kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa
jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70
persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di
bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia
produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya
adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk
produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan
sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan
negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun
sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja
akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan
ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan
kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan
pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?
Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang
melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human
development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia,
Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada
di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina,
Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak
kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar
negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi
pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri
sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini
ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati
tenaga kerja asing.
Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa
diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai
hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena
masalah yang mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak
dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang
merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu
bangsa.
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara
memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan
komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan
keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya
bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan
pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga
ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak
dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama
pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan,
kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu
sendiri.
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua.
Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah
bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.
AFTA
Apa Itu AFTA dan Sejarahnya?
Sebelum saya menulis panjang dan lebar, sudahkah teman – teman tahu apa itu
AFTA? Ataukah teman – teman memang tidak mau tahu tentang AFTA karena masih
mikir besok mau makan saja susah? Oke, paling tidak sekarang kita harus tahu
dulu apa yang dimaksud dengan AFTA tadi. Terlebih lagi yang namanya AFTA ini
akan mulai diberlakukan pada tahun 2015, tepat setelah beberapa bulan
selesainya tahun politik panas 2014.
AFTA yang merupakan akronim dar ASEAN Free Trade Area sejatinya merupakan
kesepakatan dari negara – negara di asean untuk membentuk sebuah kawasan bebas
perdagangan. Tujuannya sih agar bisa meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
ASEAN di dunia. Harapannya, kalau yang namanya AFTA ini sukses, asean bisa
menjadi kawasan basis produksi didunia seperti yang sudah ada sekarang ini
yaitu China. Coba ingat? Sudah berapa ratus produk yang masuk ke indonesia itu
Made In China?
asean-community-2015-01052014
Perjanjian perdagangan bebas AFTA dicetuskan ketika terjadi pertemuan tingkat
Kepala Negara ASEAN atau SEAN summit ke-4, yang dilakukan pada tahun 1992. Pada
pertemuan itu kemudian para kepala negara mengumumkan akan membentuk sebuah
kawasan perdagangan bebas di asean dalam jangka waktu 15 Tahun. Kalau dihitung
seharusnya akan efektif berjalan secara penuh pada tahun 2007. Namun
kenyataanya, AFTA ini akan aktif pada tahun 2015, 22 tahun kemudian.
Nah, dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya tidak akan
akan ada hambatan tarif(bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif untuk negara
– negara anggota ASEAN. Dengan begitu, tentunya keuntungan dan tantangan akan
muncul untuk negara Indonesia juga dong. Lantas, apakah negara kita Indonesia
sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini untuk membuat negara lebih maju dan
berkembang? Apalagi AFTA ini efektif tahun 2015, tidak begitu lama setelah
Pemilu, dan pemilihan presiden Indonesia yang baru. Sementara menurut saya,
sampai sekarang belum ada pemimpin rakyat, entah itu caleg atau capres yang
kompeten untuk menjalankan pemerintahan setelah 2014. Tidak percaya? Silahkan
cek cv caleg – caleg di tahun 2014 ini : (dct.kpu.go.id)
Tantangan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Sebelum saya menuliskan keuntungan AFTA 2015 untuk indonesia, saya akan
menyebutkan tantangannya terlebih dahulu. Agar orang – orang indonesia tahu,
dan tidak selalu terlena dengan negara yang katanya ijo royo -royo, dan
mempunyai banyak sumber daya alam ini.
1. Tantangan Pendidikan
Kalau melihat negara maju di ASEAN seperti Singapore, pendidikan mereka
terlihat lebih maju. Lantas Indonesia sendiri bagaimana menghadapi serbuan para
pekerja hasil output negara di ASEAN seperti Singapore? Padahal salah satu efek
dari AFTA adalah setiap warga anggota negara ASEAN bisa sekolah atau bekerja di
tiap negara anggota ASEAN.
Sementar menurut saya, pendidikan di Indonesia ini masih sedikit carut marut.
Contoh sederhananya saja, ada teman saya yang seorang lulusan Teknik Elektro
malah bekerja di bidang perbankan, atau ada sarjana pertanian yang tidak bisa
bekerja sesuai jurusan di ambilnya.
Menurut saya pendidikan di negara ini masih belum tepat sasaran untuk mengenali
potensi anak didik dengan tepat sasaran, sehingga anak didik bisa memaksimalkan
potensi yang dimilikinya. Bisa – bisa dengan adanya AFTA 2015 pengangguran
malah semakin banyak, karena banyak perusahaan di Indonesia yang malah merekrut
tenaga kerja dari negara anggota ASEAN lain dengan kompetensi yang lebih baik.
2. Tantangan Perdangangan
Sebelumnya saya mau tanya dulu, sekarang ini Indonesia adalah negara
“Pengekspor” atau negara “Pengimpor”?
Menjawab pertanyaan ini tidak perlulah sulit – sulit, lihat saja
smartphone/handphone yang teman – teman punyai made in mana? Sepengetahuan saya
sih rata – rata kalau tidak made in china, ya made in vietnam. Indonesia ini
hanya dijadikan pasar, sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada ya, tempat
produksi barang yang di Indonesia? (*maaf saya kurang tahu tentang ini karena
tidak ada data *)
Saya memberi contoh barang yang sepele seperti smartphone/handphone, karena
barang seperti ini meskipun sedang musim hujan, banjir ataupun dolar naik,
penjualannya tetap meroket. Mengingat kebanyakan masyarakat kita yang lebih
mementingkan prestise dan style daripada fungsi dari sebuah smartphone sendiri.
Terlepas dari contoh yang saya berikan, selama Indonesia masih menjadi negara
“hobi impor” AFTA 2015 malah akan menjadikan negara ini sebagai pasar terbesar
barang – barang impor dari negara ASEAN yang lain. Mau negara kita cuma
dijadikan tempat jualan saja? Pikirkan!
Keuntungan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Memang, bukan hanya tantangan saja yang akan dihadapi Indonesia di AFTA 2015
ini. Ada juga keuntungan yang bisa didapatkan negara ini jika bisa memanfaatkan
perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN ini dengan baik. Kalau dimanfaatkan
dengan benar, ada kemungkinan bisa membuat Indonesia lebih maju, bahkan bisa
mengalahkan negara seperti Singapore.
1. AFTA 2015, Berarti Ijin kerja di
Negara ASEAN Lebih Mudah. Saatnya Menjajah “ASEAN”
Tenaga kerja professional saatnya menjadi TKI, jangan cuma kita saja yang
dijajah oleh negara lain. Saatnya kita menjadi “ekspat” di negara lain. Apalagi
gaji di negara Asean semacam Singapore atau Malaysia tentunya akan lebih besar
dari pada di Indonesia. Jangan mau kalah dengan TKI dong, mereka bisa menjadi
pahlawah devisa, kita para tenaga kerja terdidik professional pun bisa ikut
menyumbang devisa negara. Yuk!
2. Manfaatkan Pariwisata Sebagai Sumber Devisa Selain Sumber Daya Alam.
Hei orang Indonesia, saatnya mulai sadar! Sumber daya alam negara kita ini
sudah semakin habis! Tinggal menunggu waktu saja kita tidak bisa banyak menjual
Sumber Daya Alam untuk menjalankan negara. Kita harus mulai memikirkan sumber
penghasilan lain yang berkelanjutan untuk memajukan negara.
Sadar tidak kalau negara ini mempunyai banyak sekali potensi pariwisata. Ada
berapa banyak tempat wisata yang bisa dikelola dengan baik. Sehingga bisa
diperhitungkan sebagai sumber devisa yang berkelanjutan. Manfaatkan AFTA 2015
ini untuk bisa mendapatkan banyak turis asing yang mau datang ke Indonesia.
Kalau dikelola dengan benar, mungkin negara ini bisa kaya hanya dengan
Pariwisatanya. Masak mau kalah sama Singapore dan Malaysia?
Solusi Menghadapi AFTA 2015 Untuk Indonesia
Ada beberapa hal penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan
bisa memanfaatkan AFTA 2015 untuk membuat negara ini lebih maju. Pendidikan
yang baik, Hukum yang ditegakkan, Kedisiplinan, dan Semangat Optimisme untuk
maju tiap – tiap warga negara ini.
ACFTA
ACFTA adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN
dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh,
Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan
bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Setelah pembentukannya ini ia
menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk
dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian
Eropa dan NAFTA.
Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada bulan November 2000. Pada
saat itu Cina memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra
dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu antara
2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6 milyar
menjadi US$192.5 milyar. Cina juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia
terbesar pada tahun 2010.
Peta ACFTA
Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan
KEPPRES No.48 tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010.
Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di
Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu berlakunya
perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah, yang menurut
prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan dapat
merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang masuk ke
Indonesia. Adapun yang perlu diperhatikan selanjutnya oleh pemerintah Indonesia
dalam merenegosi-asikan kembali ACFTA dalam lingkup pos-pos tertentu yang
dianggap belum siap menghadapi pelaksanaan ACFTA di Indonesia, maka pemerintah
dalam pengertian paham monisme yang dianut pada UU No. 24 tahun 2004, khususnya
Pasal 4 ayat (2) dapat mengarahkan kepada kesamaan kedudukan dan saling
menguntungkan antarnegara peserta. Namun kendalanya adalah UU ini hanya berlaku
di Indonesia, maka tugas pemerintah yang paling berat adalah meyakinkan negara
sesama anggota ASEAN agar mendukung rencana yang diusung pemerintah Indonesia
mengenai ketidak siapan beberapa post yang belum siap sepenuhnya menghadapi
akibat dari pelaksanaan perdagangan bebas ACFTA di Indonesia.
Selanjutnya, langkah yang tidak kalah pentingnya adalah membuat aturan yang
jelas perihal persamaan kedudukan para negara peserta dalam perjanjian ACFTA
ini, demi untuk menghindarkan dominasi negara terkuat khususnya mengenai
penentuan harga-harga atas produk barang maupun jasa, (angan sampai Indonesia
hanya menjadi Price Taker, sementara Negara Maju menjadi Price Maker.
Menyediakan
dan membentuk aturan yang tegas terkait dengan ketentuan standar
nasional dari beberapa negara peserta dan ketentuan anti dumping. Sehingga
dengan adanya aturan main yang jelas tersebut, akan dapat ditentukan standar
minimum yang harus dipenuhi untuk dapat menembus pangsa pasar yang disepakati
dalam perjanjian ACFTA, disamping dengan adanya ketentuan yang jelas akan
sanksi dan aturan anti dumping juga akan dapat menciptakan fair trade competition
dan bukan unfair trade competion. Disinilah fungsi utama pemerintah sebagai
pemegang kewenangan atas regulasi, memproteksi ketahanan perekonomian nasional
dari gempuran masuknya produk-produk asing ke dalam negeri.
Tahun 2009 yang penuh tantangan telah kita lewati. Kita patut bersyukur di
bawah tekanan perekonomian global yang masih belum sepenuhnya pulih,
perekonomian nasional masih mampu tumbuh.
Dari sisi fundamental, sejumlah indikator menunjukkan bahwa kondisi ekonomi
makro Indonesia saat ini lebih meyakinkan. KADIN mencatat, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan ketiga 2009 sudah kembali naik menjadi 4,2 persen dari
angka terendah 4,0 persen pada triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahun 2009
mencatat angka terendah sebesar 2,7 persen. Sementara itu, nilai tukar mulai
stabil pada kisaran Rp 9.000-Rp 9.500 per dollar AS. Ekspor year on year sudah
beberapa bulan terakhir meningkat kembali, juga pertumbuhan produksi industri
besar dan menengah.
Penjualan sepeda motor, mobil, dan semen menggeliat. Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus 2.600 pada minggu kedua Januari 2010 dan
masih bertahan hingga akhir minggu lalu. Tercatat pada hari penutupan
perdagangan Bursa Efek Indonesia 2009, investor asing membeli lebih dari satu
miliar saham (Rp 2,5 triliun) dan melakukan transaksi jual 700-an juta lembar
saham (Rp 1,7 triliun) sehingga pada posisi pembelian bersih. Porsi asing
tampaknya juga mendominasi. Modal asing meminati Surat Utang Negara (SUN) dan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tercatat pada akhir 2009 investor asing
membeli SBI Rp 44,1 triliun dan pada akhir minggu pertama Januari 2010 menjadi
Rp 49,5 triliun. Sedangkan investor asing membeli SUN hingga akhir tahun lalu
mencapai Rp 106,3 triliun dan pada minggu pertama Januari 2010 menjadi Rp 109
triliun. Data di perbankan hingga November tahun lalu menunjukkan bahwa
sejumlah Rp 1.398 triliun kredit tersalurkan dengan penekanan pada kredit
sektor perdagangan, restoran dan hotel mencapai Rp 290 triliun, kredit
manufaktur Rp 243 triliun, jasa dunia usaha Rp 146 triliun, dan sisanya untuk
pertanian, pertambangan, peralatan, konstruksi, pengangkutan, dan
telekomunikasi.Karena itu, International Institute for Management Development
dalam publikasi tahunan terbarunya, World Competitiveness Yearbook (2009),
menempatkan daya saing Indonesia di posisi ke-42 tahun 2009 dari urutan ke-51
tahun 2008. Memang harus diakui bahwa peningkatan kondisi Makro ini bukan
disebabkan oleh pembenahan mendasar di dalam negeri, melainkan lebih karena
negara-negara lain banyak yang terkapar akibat krisis global. Kendatipun
demikian, momentum ini harus cepat dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan
terhadap unsur-unsur utama penentu daya saing. Jika kita abaikan lagi,
negara-negara yang kini mengalami kesulitan ekonomi akan segera pulih dan
berpotensi segera mengejar Indonesia.
ACFTA, RI-China Bikin Tujuh Kesepakatan
Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama terkait ASEAN-China Free
Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya China mengizinkan pembukaan
cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada LPEI, serta membuka fasilitas kredit
ekspor untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di
Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan
Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming.
JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama
keuangan dan pembangunan.
JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana persahabatan dan kerjasama
sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:
Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa
buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia
untuk dapat memasuki pasar China.
Kedua, kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan
(Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi
perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan
Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung
perbankan.
Ketiga, atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRT menyetujui
pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT , sehingga akan memperkuat hubungan
langsung transaksi perbankan kedua negara.
Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China
Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100
juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan
Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit
sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI
sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara
terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai
sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk
perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur,
energi dan konstruksi;
Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit
Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar
dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8
miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai
proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah
proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin.
Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6
proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit
Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk
jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan;
serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara);
Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I:
Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi
Tenggara).
Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan
Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding
and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada
saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.
Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening
Economic and Trade Cooperation) yang antara lain berisi:
a. Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang
telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi
dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua
negara.
b. Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif
strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke
tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.
c. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China
(ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh
mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d. Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi
dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak
yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil
tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan
yang diperlukan.
e. Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa
industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China
(ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah,
disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat
mengatasi kekhawatiran tersebut.
Pengaruh ACFTA bagi Indonesia
ACFTA membawa dampak terhadap industri-industri domestik dalam negeri hal ini
membawa pengaruh terhadap stabilitas Indonesia. ini dilihat dari dua sektor
industri yaitu industri tekstil dan alas kaki. Impor Indonesia dari China untuk
barang-barang tekstil dan alas kaki mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, penyebabnya adalah harga yang murah dan lebih beragam. Hal ini
mengakibatkan pasar domestik dikuasai oleh barang-barang China sehingga barang
buatan dalam negeri tidak mampu bersaing.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini membawa pemerintah
melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah
satunya dengan melakukan peningakatan daya saing, memproteksi produk dalam
negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri sehingga
mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk produk–produk dalam negeri
menguasai pasar sendiri serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan
stabilitas ekonomi indonesia.
Selain itu walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh negatif terhadap
industri-industri dalam negeri akan tetapi Indonesia masih bisa mendapatkan
peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri,
Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar dapat mengambil keuntungan
yang mampu menopang perekonomian indoensia. Sementara itu, tantangan utama yang
dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan luar negeri adalah bagaimana
meningkatkan daya saing terhadap ekonomi negara-negara kawasan yang makin
meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.
MEA
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar
bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar
tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan
India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan
mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan
semakin ketat.
Bagaimana itu mempengaruhi Anda?
Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada
2015 mendatang.
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa,
tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan,
dan lainnya.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan
bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya
menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.
“Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk
dihapuskan,” katanya.
“Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk
mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim
tenaga asingnya.”
Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja
ahli di Indonesia cukup mampu bersaing.
Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa
tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.
Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak
asal buka, bebas tidak asal bebas.
Dita Indah Sari
“Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama
ini kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita
yang sekolah di luar negeri,” katanya.
Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo,
mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari
adanya kompetisi yang semakin ketat.
“Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat
tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan
akuntan luar negeri.”
Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja asing?
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan
tidak ingin “kecolongan” dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi
pasar bebas tenaga kerja.
“Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka
tidak asal buka, bebas tidak asal bebas,” katanya.
“Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu,
tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.
Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan
sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.
Permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi, kata ILO.
Apa keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan
pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.
Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat
meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan
naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38
juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan
pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya
pelatihan dan pendidikan profesi.
Opini :
1. Bonus Demografi : Meningkatnya proporsi penduduk usia produktif (15-64
tahun) saat ini yang diikuti penurunan proporsi penduduk usia nonproduktif
(0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) menyebabkan penurunan rasio ketergantungan. Ekonomi
Indonesia berpotensi tumbuh lebih cepat dan terjadi perbaikan kualitas sumber
daya manusia. Manfaat ekonomi yang terjadi akibat menurunnya rasio
ketergantungan (angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk usia
nonprodukif dan jumlah penduduk usia produktif) inilah yang disebut dengan
bonus demografi.
2. Afta : Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya
kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai
Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, dan
Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
3. Acfta : Sistemik karena ketidaksiapan liberalisasi perdagangan ACFTA akan
berdampak luas dan riil di masyarakat. Sejumlah persoalan bisa muncul akibat
tidak (layak) bersaingnya produk-produk dalam negeri seperti penutupan
perusahaan, pengangguran, kemiskinan.
4. Mea : Kehadiran MEA di Indonesia merupakan suatu keniscayaan. Bagaimanapun,
mau tidak mau, siap tidak siap, masyarakat Tanah Air harus siap menghadapi MEA.
Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah penting untuk menciptakan kader-kader
muda yang siap bertarung dan bersaing dengan negara lain di Asia, baik dalam
sektor kemandirian ekonomi, pendidikan, kemampuan menguasai bahasa
internasional (English language), dan penguasaan teknologi secara optimal, baik
otomotif maupun informasi. Salah satu hal yang terpenting dalam menghadapi MEA
di Indonesia yaitu sumber daya manusia (SDM) di negeri ini harus mampu
menguasai teknologi otomotif maupun teknologi informasi. Kemajuan teknologi,
khususnya teknologi informasi, sudah dirasakan manfaatnya. Dalam hal ini Jepang
dan China menguasai dan mampu menciptakan alat-alat elektronik seperti
handphone(Android), dan mesin-mesin lainnya
.
DAFRTA PUSTAKA
No comments:
Post a Comment