Subscribe di sini

Friday, 5 February 2016

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA DALAM NOVEL LAMPUKI KARYA ARAFAT NUR














PENDAHULUAN


Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang sangat tinggi nilainya karena dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya. Komunikasi akan berjalan secara linear apabila sasaran bahasa yang digunakan tepat. Artinya bahasa itu dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi penutur serta sifat penuturan itu dilaksanakan. Hal ini sangat bergantung pada faktor-faktor penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara, tujuan pembicara, masalah yang dibicarakan, dan situasi. Penggunaan bahasa seperti inilah yang disebut pragmatik.


Pragmatik mangkaji empat hal, yaitu deiksis, praanggapan, tindak ujaran, dan implikatur percakapan. Purwo (1984: 1) menyatakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada siapa yang menjadi pembicara, serta saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Perpindahan leksem deiksis disebabkan oleh pengaturan leksem tersebut oleh pembicara, bukan oleh apa yang dimaksudkan si pembicara.


Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal menunjuk secara 1angsung”, sedangkan istilah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa Yunani dalam pengertian sekarang kita sebut kata ganti demonstratif. Tata bahasa Roman (Stoics, Dionysius Trax, dan Apollonius Dyscolus yang melekatkan dasar bagi timbulnya tata bahasa tradisional di dunia barat) memakai kata demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Lyons, 1977:639). Dalam lingustik sekarang, kata itu dipakai untuk menggambarkan fungsi kata ganti persona, kata ganti demonstratif, fungsi waktu, macam-macam ciri gramatikal dan leksikal 1ainnya yang menggabungkan ujaran dengan jalinan ruang dan waktu dalam tindak ujaran.


Deiksis persona adalah pemberian bentuk kepada peran peserta dalam kegiatan berbahasa. Dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peran peserta dalam peristiwa berbahasa itu, peran kegiatan berbahasa itu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu persona pronominal pertama, persona kedua, persona ketiga (Haliday dan Hasan, 1984:44).


Menurut Purwo (1984), sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung siapa yang menjadi pembicara, saat, dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata deiksis pada setiap bahasa jumlahnya terbatas. Walaupun demikian, sistem deiksis justru termasuk sangat sulit dipelajari orang yang bukan penutur asli bahasa yang bersangkutan (Purwo, 1984:12). Oleh karena itu, deiksis sebagai salah satu bidang kajian pragmatik menjadi topik dalam penelitian ini.


Lahirnya sebuah novel tidak pernah terlepas dari penggunaan deiksis. Sebuah novel seyogyanya diangkat dari kehidupan manusia sehari-hari yang disampaikan dengan cara yang berbeda oleh setiap pengarang. Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus. Kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novel (Inggris: novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995:9).


Novel Lampuki merupakan karya Arafat Nur. Ia seorang penulis prosa yang mengawali bakatnya dengan menulis puisi, lalu mengarang cerita pendek dan kini telah terpumpun pada novel. Novel ini terpilih sebagai salah satu pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta Tahun 2010. Peneliti tertarik mengkaji novel Lampuki karya Arafat Nur karena adanya bentuk deiksis persona. Perhatikan contoh berikut!


“Malam itu, sejenak sebelum pengajian usai, tiba-tiba seisi balai menegang. Seorang lelaki bersuara nyaring dan lantang berteriak-teriak mengucapkan salam yang seketika menyentak kami sekalian.”


Pada contoh di atas terlihat bahwa deiksis persona pronomina pertama jamak kami mengalami ketidakjelasan rujukan karena persona pronomina kami biasanya mengacu kepada orang pertama jamak atau mengacu kepada orang pertama tunggal, jadi bentuk persona pronomina kami seakan-akan menyembunyikan beberapa orang yang terlibat dalam pembicaraan tersebut dan tidak ingin mengacu dirinya secara langsung.

          Dia, lelaki yang tak lebih bermodalkan suara nyaring dan kumis tebal, lebih terlihat sebagai sosok seorang tengku berkarisma dibandingkan diriku ini yang semakin terpuruk dan tak berdaya”

Begitu juga pada contoh kedua, dengan deiksis persona pronomina kedua tunggal Dia, rujukannya kurang jelas karena bentuk persona pronomina Dia dalam suatu pembicaraan ikut berperan serta dalam suatu tuturan, sementara dalam kalimat tersebut tidak ada terdapat, jadi hubungannya tidak pribadi sehingga bentuk Dia tidak diarahkan pada satu orang secara khusus.

Penelitian ini fokus pada deiksis yang terdapat di dalam novel Lampuki karena bahasa dalam sebuah novel itu ada keunikan dan ketidakjelasan rujukan dilihat dari bentuk-bentuk deiksis personanya.




METODE PENELITIAN


Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai data dan fenomena yang akan diteliti. Pendekatan kualitatif dengan teknik analisis isi merupakan jenis penelitian ini. Penelitian yang fokus pada kajian isi ini dengan tujuan memahami bentuk, fungsi, dan pemaknaan. Selain itu, Bogdan dan Biklen (1998:4) mengemukakan karakteristik penelitian kualitatif meliputi: (1) naturalistik, (2) data deskriptif, (3) perhatian dengan proses, (4) analisis data secara induktif, dan (5) makna tentang kehidupan.


Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik uraian rinci yang menggunakan langkah-langkah analisis data sebagai berikut.

·        Mengidentifikasi data berdasarkan jenis deiksis, yaitu deiksis persona.

·        Menginterpretasikan deiksis persona dari bentuk, fungsi, dan makna.

·        Merumuskan simpulan dari analisis data.


Deskriptif adalah cara kerja yang menguraikan atau menggambarkan objek penelitian dan menelaah unsur-unsur yang terdapat dalam objek penelitian itu, sedangkan kualitatif adalah tingkat baik buruknya sesuatu, berdasarkan mutu. Oleh karena itu, deskriptif kualitatif adalah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata yang terdapat di dalam novel Lampuki. Adapun identitas novel yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

              a.       Judul                : Lampuki

              b.      Penulis             : Arafat Nur

              c.       Penyunting      : Adi Toha dan Moh. Sidik Nugraha

              d.      Tebal                : 436 halaman

              e.       Cetakan           : I, Mei 2011


Setiap penelitian sangat ditentukan oleh kemampuan memilih serta menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan analisis dokumen atau kaji dokumenLangkah-langkah yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data deiksis adalah sebagai berikut.

(1) . Mencari novel Lampuki karya Arafat Nur di perpustakaan atau toko buku;

(2) . Membaca keseluruhan novel tersebut; dan

(3) . Mengklasifikasikan deiksis-deiksis yang terdapat di dalamnya dan memilah serta memilih deiksis persona yang sesuai dengan rumusan masalah peneliti.


Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan dan mengelompokkan data. Pada beberapa tahapan melakukan upaya mengelompokkan dan menyamakan data yang sama serta membedakan data yang berbeda, selanjutnya menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama (klasifikasi data).


Sebelum dianalisis data yang telah terkumpul perlu diseleksi dan diklasifikasikan, adalah sebagai berikut.


(1) Seleksi data; dilakukan untuk memilih dan menjaring data sehingga akhirnya diperoleh data yang                   benar-benar sahih dan handal. Deiksis yang ditemukan dari novel Lampuki karya Arafat Nur                         dikumpulkan dalam satu lembaran kerja, ditulis kembali untuk pendataan, dan dibaca berulang-ulang             untuk memvalidkan data.

(2) klasifikasikan data; dilakukan untuk memilah dan mengelompokkan data berdasarkan masalah-masalah yang ingin dibicarakan. Deiksis personal yang sesuai dengan rumusan masalah dipilah dalam satu bagian lembar kerja sehingga terdata secara rinci data-data yang sesuai dengan rumusan masalah. Namun, apabila ada data yang tidak sesuai dengan rumusan masalah, maka peneliti akan mengeliminasinya.

(3) penyajian data; dilakukan dalam bentuk deskripsi, yaitu mendeskripsikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang jelas dan terperinci. Pada saat penyajian data ini, deiksis yang berjenis persona dijabarkan dalam beberapa kalimat dan diperkuat dengan kutipan sehingga pendeskripsian yang dilakukan oleh peneliti menjadi jelas dan mudah dipahami.





HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pengkategorian gramatikal lazimnya membedakan deiksis persona atas persona pertama, kedua, dan persona ketiga. Persona pertama (first person) merupakan penggramatikalan pengacuan yang dilakukan oleh penutur terhadap dirinya; persona kedua (second person) sebagai penggramatikalan pengacuan yang dilakukan oleh penutur terhadap satu atau dua orang mitra tutur; sedangkan persona ketiga dimaksudkan sebagai penggramatikalan pengacuan penutur terhadap orang atau maujud lain selain penutur dan mitra tutur pada saat berlangsungnya tuturan.

Deiksis Persona Pertama


(1) Tunggal

              (a)   Aku

            Pronomina persona pertama yang ditemukan dari hasil penelitian merujuk pada orang yang sedang berbicara. Kata ganti saya dan aku  digunakan dalam forum resmi dan beberapa tempat lainnya yang sesuai dengan konteksnya. Namun, dalam novel Lampuki Karya Arafat Nur, deiksis persona pertama aku  yang dipakai sebagai kata ganti, sedangkan saya  tidak ditemukan satu pun. Hal ini memberikan isyarat bahwa penulis sangat menghindari keadaan resmi karena penggunaan pronominal saya. Sebaliknya, kadar keformalan yang ada dari pronominal aku sekentara kata ganti saya. Artinya, karya nonfiksi yang dijadikan sebagai sumber penelitian ini hanya terdapat pronominal aku. Adapun kata ganti yang ditemukan oleh peneliti, yaitu aku sebanyak 7 data.

(1) . Aku tidak tahu mengapa kesannya begitu. Dan, entah bagaimana pula kaitannya, kelak orang-orang yang tinggal di perumahan lembah bukit sana selalu saja gaduh oleh ragam persoalan rumit dan membingungkan (Nur, 2011:11).


Penggunaan deiksis persona pertama tunggal, yaitu aku terdapat dalam penggalan kalimat di atas. Penunjukan sesuatu dengan menggunakan kata persona yang mengacu pada dirinya sendiri telah sesuai dengan kaidah dan latar belakang budaya bahasa Indonesia. Kata tersebut tidak dianggap sebagai kata yang tidak sopan, justru menjadi jelas dengan penempatan deiksis itu pada permulaan kalimat. Pemakaian aku untuk diri sendiri seperti pada kalimat (1) telah mengkuti kaidah karena bukan untuk orang lain jamak kedua atau ketiga.


(2) . Aku kehilangan hasrat menghisap rokoknya, sekalipun gelagatnya  sempat mengundang seleraku (Nur, 2011:22).


Kalimat (2) terdiri dalam satu bangun kalimat. Namun, kalimat itu mengandung dua deiksis yang terdapat pada permulaan dan akhiran kalimat. Pronomina persona aku yang digunakan pada permulaan tanpa penyingkatan, tetapi yang terdapat di akhir kalimat telah divariasikan penulisannya menjadi –ku dan ku–. Ketepatan penggunaan dua deiksis dalam satu bangun kalimat ada fungsinya tersendiri. Salah satunya untuk penguatan pernyataan terhadap sebuah topik yang dianggap oleh persona pertama tunggal aku benar-benar dapat meyakinkan lawan bicaranya.


(3) Pada dasarnya, aku tidah pernah membenci siapa pun. Aku memahami, hanya orang-orang berjiwa besar dan berkelebihan khusus saja yang sanggup memimpin dan meyatukan negeri celaka ini (Nur, 2011:38).


Bentuk persona aku lebih banyak dipakai dalam situasi yang tidak formal dan lebih menunjuk keakraban antara pembicara dan lawan bicara. Namun, persona aku tidak menutup kemungkinan digunakan dalam forum resmi, walaupun sebagian daerah dianggap kurang sopan. Pemilihan persona untuk mengacu pada suatu rujukan terhadap diri sendiri ini menjadi penting. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman. Kalimat “Aku tidak pernah membenci siapa pun” menggunakan deiksis pada tempatnya. Artinya, kalimat itu telah menggunakan 2 deiksis sekaligus dengan tepat. Ketepatan ini dibuktikan pada kesesuaian informasi yang didapatkan ketika membaca. Pembaca tanpa pikir panjang langsung mendapatkan maksud kalimat tersebut.

(2). Jamak

            Bentuk pronominal pertama jamak kami umumnya merujuk pada diri penutur dan orang yang berada di pihak penutur, akan tetapi untuk mencapai kadar kesopanan bentuk ini juga sering digunakan oleh penutur untuk merujuk dirinya, sedangkan bentuk kita digunakan untuk merujuk penutur dan lawan tutur dengan tujuan untuk mengakrabkan. Dalam hasil penelitian, peneliti populasi data ini lebih sedikit dari pada bentuk personal pertama tunggal. Data yang didapatkan hanya terdiri dari pronominal pertama jamak kami sebanyak 5 data dan bentuk kita 3 data.

              (a)   Kami

(1) Malam itu kami setengah pingsan mendengarkan khotbah Ahmadi yang panas berapi-api(Nur, 2011:37).


           Kami adalah bentuk pronomina persona pertama jamak. Dikatakan jamak karena bentuk katanya menyatakan lebih dari satu orang. Penggunaan kami dalam percakapan merupakan hal yang lazim. Oleh sebab itu, deiksis sebagai penunjuk menggolongkan pronominal kami sebagai deiksis personal pertama jamak. Tergambar dengan jelas, kami dalam kalimat (1) menyatakan lebih dari satu orang yang dimaksud. Kami, di sini, menyatakan maksud bahwa banyak orang yang hadir dalam sebuah forum untuk mendengar khotbah. Dapat disimpulkan bahwa deiksis ini telah berada pada tataran yang sesuai dengan konteknya. 


(2) Penguasa kami di sini ada kaki tangan mereka di seberang sana (Nur, 2011:55).


Salah satu fungsi penggunaan pronominal persona pertama jamak, yaitu kami  untuk mengakrabkan diriKata ganti kami digunakan lawan bicara apabila berada pada ruang lingkup pembicara. Kalimat (2) menggunakan kami sebagai deiksis persona pertama jamak karena tujuan pembicara untuk mewakilkan semua rakyat yang dipimpin oleh seorang presiden. Deiksis ini sudah tepat digunakan dalam kalimat di atas. Salah satu dasar untuk melihat tepat atau tidaknya sebuah deiksis dengan cara merujuk pada sisi makna dari kalimat itu dan kaidah bahasa dalam penggunaan pronomina. 


(3) Sambil berjalan berdampingan, kami bercakap-cakap perihal kedatangan tentara empat hari yang lewat (Nur, 2011:129)


            Ada hal yang diungkapkan melalui kalimat (3) tentang deiksis. Hal ini berhubungan dengan sikap pemakai bahasa yang sopan mengemukakan dirinya dan karenanya menghindari bentuk saya supaya tidak kelihatan formal. Oleh karena itu, bentuk kami biasanya digunakan oleh pembicara sebagai usaha untuk mengakrabkan atau mengeratkan hubungan dengan lawan bicara. Hubungan sikap inilah deiksis telah berperan penting dalam membangun sebuah kalimat untuk menunjuk sesuatu di luar bahasa.

              (b)   Kita

(1) Kita sekalian wajiblah berperang melawan kaum perusak yang sudah menginjak-injak tanah ini (Nur, 2011:31).


Penggunaan pronominal kita dalam kalimat (1) menggambarkan penunjuk yang menyatakan keakraban. Pronomina itu sebagai deiksis persona yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di luar bahasa. Penunjuk di sini bisa saja berubah tergantung situasinya. Penggunaan pronominal persona pertama, yaitu kita sudah tepat. Hal ini terlihat dalam kalimat (1) tidak terjadi ketidaknyamanan  dalam pembacaan dan nilai rasa berbahasa.


(2) Kalau sudah merdeka nanti, kita bisa mengatur negera ini dengan sesuka hati  (Nur, 2011:48).


Penggunaan pronomina kita di atas menunjukkan bahwa sesama pembicara dan pendengar saling menghormati, tegas, dan terkesan bersahabat.  Hal inilah yang dapat diamati dari kalimat (2) di atas. Oleh karena itu, deiksis persona pertama kita pada kalimat di atas adalah sebuah bentuk bahasa yang bersifat deiksis karena rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.


(3) Kita membantu mereka dengan sepenuh hati, tanpa sedikit pun menghiraukan kemelaratan hidup kita sendiri (Nur, 2011:61)


Penggunaan pronomina kita selalu berhubungan dengan sikap pemakai bahasa yang sopan. Deiksis pada kalimat (3) ada gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang dapat ditafsirkan acuannya menurut situasi pembicara. Kata yang mempunyai acuan itu dapat diidentifikasi melalui pembicara, waktu, dan tempat diucapkan tuturan tersebut. Jadi, pronomina persona kita dalam kalimat itu mempunyai makna deiksis karena tersebut jelas dari segi konteksnya.



Deiksis Persona Kedua


            Bentuk pronomina kedua terdiri atas bentuk tunggal kamu dan engkau dan bentuk jamak dengan menambah kata sekalian pada bentuk tunggal serta bentuk-bentuk ketakziman anda dan saudara termasuk leksim kekerabatan seperti ibu, bapak, dan kakak. Dalam novel Lampuki karya Arafat Nur tidak ditemukan satu pun data yang merupakan bentuk pronominal kedua, baik itu jamak maupun tunggal. Hal ini dikarenakan bentuk kamu dan engkau digunakan oleh orang tua kepada yang lebih muda atau mereka yang memiliki hubungan akrab. Oleh karena itu dalam bahasa Indonesia tidak akan mungkin diterima bentuk tersebut digunakan untuk merujuk ayah atau ibu. Sebagai gantinya biasanya digunakan leksem kekerabatan seperti ayah dan ibu. Namun, kedua leksem ini tidak dipakai oleh penulis. Sedangkan bentuk anda dan saudara digunakan untuk menandai hubungan yang kurang akrab dan ada jarak antara penutur dan lawan tutur. Bentuk ini sekaligus untuk menghormat lawan tutumya. Sementara bentuk jamak untuk merujuk lawan tutur yang lebih dari satu dan dalam hal ini penutur lebih tua dari lawan tutur. Keseluruhan pronominal ini absen di dalam novel Lampuki.  


Deiksis Persona Ketiga


            Bentuk pronomina ketiga memiliki bentuk tunggal dia, nama orang, dan ia serta jamak mereka dan beliau. Bentuk dia, nama orang, dan ia merujuk pada orang ketiga tunggal dan digunakan dalam hubungan netral untuk pernghormatan. Bilamana penutur akan menghormati pada orang ketiga, maka akan digunakan bentuk beliau. Berbeda dengan bentuk mereka sebagai bentuk jamak persona ketiga digunakan untuk hubungan yang netral artinya tidak digunakan untuk lebih menghormati atau sebaliknya. Dalam hasil penelitian, peneliti menemukan persona ketiga tunggal dia sebanyak 6 datanama orang 11 data dan mereka 6 data. Hal menunjukkan bahwa persona ketiga tunggal dan jamak sama-sama dibutuhkan dalam penggunaan deiksis persona pada novel Lampuki karya Arafat Nur.


     1)      Tunggal

              (a)   Dia

(1) Dia menunjukkan kumisnya kepada kepala sekolah dan guru-guru; dan memang, tak ada seorang pun di antara mereka yang sanggup menyaingi ketebalan kumisnya (Nur, 2011:45). 


Pronomina persona ketiga tunggal dia digunakan dalam kalimat (1) dan ini dikatakan sebagai deiksis. Hal ini dikarenakan pemakaian deiksis orang ketiga memakai istilah kata ganti diri karena fungsinya untuk menggantikan diri orang tersebut. Penggunaan dia dalam suatu pembicaraan sebab bersifat netral dan sebagai penghormatan saja. Kenetralan dan penghormatan ini terlihat dari makna yang ditimbulkan oleh deiksis persona ketiga tunggal di atas. Dapat disimpulkan bahwa data (1) telah menggunakan deiksis pada tempat yang sangat tepat.


(2) Selama dia kembali ke kampong, kerjaannya tidak lain adalah berkeliaran sajamenghampiri sejumlah orang guna menghasut dan membujuk mereka (Nur, 2011:49).


Kalimat (2) terdapat deiksis persona ketiga tunggal. Dikatakan mengandung deiksis karena adanya suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan pronominal persona ketiga dia yang dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur kalimat di atas dan dipengaruhi oleh situasi pembicaraannya.


(3) Dia mengajukan alasan bahwa sebelum pengepungan terjadi, mereka sibuk bersenda gurau dan bersenang-senang menghisap darah (Nur, 2011:109).


Kalimat (3) mengandung dua deiksis persona ketiga, yaitu dia dan mereka. Deiksis dia merupakan sebuah kata ganti yang digunakan untuk menghormati di luar konteks bahasa. Konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Ketepatan penggunaan deiksis yang sesuai dengan konteks, maka kalimat (3) telah menggunakan deiksis pada tempatnya.


              (b)   Nama orang


(1) Sebandel apapun Musa si mata sipit, tentu saja di tidak akan berani bertindak lancang di depan wajah lelaki garang itu (Nur, 2011:22).


Nama diri digunakan sebagai kata sapaan atau panggilan jika hendak mulai suatu percakapan, atau ingin minta perhatian kawan bicara. Musa adalah nama diri sebagai deiksis yang dikategorikan dalam pronominal persona ketiga tunggal. Dengan menggunakan nama diri, kalimat itu menjadi jelas rujukannya. Selain itu, acuan ciri-ciri yang telah diberikan seperti si bandel dan mata sipit mempertegas penggunaan deiksis nama diri yang terdapat dalam kalimat (1).


(2) Selagi Ahmadi berbicara, tiada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka (Nur, 2011:31).


Kalimat (2) tergambar bahwa sedang terjadi pembicaraan dari satu arah. Ahmadi adalah rujukan yang dimaksud sebagai pembicara di dalam kalimat itu. Nama diri Ahmadi disebutkan guna menunjukkan kejelasan deiksis yang dipakai.  Nama acuan bentuknya dapat sama dengan sapaan, yakni nama diri dan nama tingkat kekerabatan. Sebagai tutur acuan nama diri hanya mengacu dan menunjuk (tidak menyapa) kepada pembicara dan yang dibicarakan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ahmadi sebagai deiksis persona ketiga tunggal yang dapat menjadi satu sasaran dalam sebuah percakapan.


(3) Amanah dan tanggung jawab itu lantas diteruskan oleh Harto sehingga kemudian mampu mengubah negeri ini sedemikian rupa, juga sedemikian parahnya (Nur, 2011).


Dalam kalimat (3), nama diri Harto dijadikan sasaran pembicaraan yang dituturkan oleh penulis. Rujukan Harto di luar konteks bahasa sebagai acuan berupa pronominal persona ketiga dapat memperjelas maksud dari kalimat itu sendiri.

     2)      Jamak

              (a)   Mereka

(1) Mereka pun punya hak untuk menentang dan melawan (Nur, 2011:40).


Kata ganti persona ketiga adalah kategorisasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona ketiga merujuk orang yang tidak berada pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Mereka sebagai persona ketiga jamak pada kalimat (1) dipakai sesuai dengan konteks pembicaraan dan stuasi berbicara yang lazimnya dituju pada orang yang berada diluar pembicaraan.


(2) Mereka saling membusuk-busukkan, diam-diam membayar tentara untuk melenyapkan saingan (Nur, 2011:41).


Suatu gejala semantis terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti pronomina dan sebagainya disebut deiksis. Dalam novel, deiksis menggunakan gaya fiksi. Kata personal ketiga jamak mereka kadang-kadang juga dipakai untuk mengacu benda yang dianggap bernyawa. Pada kalimat (3) pronominal mereka dipakai untuk menyatakan sekelompok manusia yang telah membayar tentara untuk membunuh kelompok yang lain.


(3) Mereka mengisi malam dengan gelak tawa dan dunia pun bagaikan tiada akhirnya (Nur, 2011:62).


Sebuah bentuk bahasa dapat dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu, seperti pada kalimat (4). Penggunaan mereka sebagai kata ganti sangat terikat pada situasi yang tergambar dalam kalimat tersebut. Hubungan itu ada kaitannya dengan situasi dan si penutur secara tidak langsung. Oleh karena itu, mereka adalah hakikat deiksis persona ketiga jamak yang ada dalam cuplikan di atas. 


PENUTUP


4.1 Simpulan

            Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal, adalah sebagai berikut.

(1) Deiksis sebagai subbidang pragmatik dapat membuka pemahaman konseptual arti suatu istilah yang tidak selalu diperoleh dari satu definisi.

(2) Lampuki merupakan hasil karya yang sangat menggugah karena jenis deiksisnya menarik dijadikan sebagai topik penelitian pragmatik dari segi struktur bahasa dengan konteks penggunaannya.

(3) Hubungan antara struktur bahasa dengan konteks penggunaannya, deiksis berada di antara kedua itu dan pengkategorian gramatikalnya dapat membedakan deiksis persona atas persona pertama, kedua, dan persona ketiga.

(4) Deiksis persona pertama tunggal aku yang ditemukan oleh peneliti sebanyak 7 data dari data yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Bentuk persona pertama aku dapat merujuk pada pembicara atau penulis dan orang lain dipihaknya, akan tetapi tidak mencakup orang lain dipihak lawan bicara. Namun, rujukan untuk orang lain yang berada dalam pihak tokoh aku tidak ditemukan dalam Novel Lampuki. Selain itu, Deiksis aku tidak digunakan untuk mengatakan sesuatu di depan orang banyak suatu hal yang bersifat formal, melainkan peristiwa/keadaan yang sedang dialami dirinya sendiri.

(5) Populasi data persona jamak lebih sedikit dari pada bentuk personal pertama tunggal. Data yang didapatkan hanya terdiri dari pronominal pertama jamak kami sebanyak 5 data dan bentuk kita 3 data. Penyebab sedikitnya data itu dikarenakan bentuk persona pertama jamak bersifat inkIusif. Maksudnya dapat membentuk pronomina tersebut merujuk pada pembicara/penulis, sehingga dengan menggunakan kata ganti aku saja sudah mewakili. Jadi, kata ganti personal pertama jamak tidak begitu penting untuk dipakai, kecuali pada konteks-konteks yang dibutuhkan

(6) Pronominal kedua tunggal dan jamak absen di dalam Novel Lampuki. Hal ini dikarenakan bentuk pronominal kedua tunggal dan jamak kerap digunakan oleh orang tua kepada yang lebih muda atau mereka yang memiliki hubungan akrab. Namun, bukan berarti di dalam Novel Lampuki tidak ada sebuah jalinan yang akrab antara satu tokoh dengan tokoh yang lain, melainkan konteks untuk penggunaan deiksis personal kedua tunggal dan jamak tidak ada yang tepat.  

(7) Peneliti menemukan Deiksis persona ketiga tunggal dia 6 data; orang ketiga yang disematkan nama orang 11 data; dan persona ketiga jamak mereka 6 data dari keseluruhan sampel penelitian. Hal menunjukkan bahwa persona ketiga tunggal dan jamak rujukan pembicaranya kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Pronominal persona ketiga tunggal digunakan oleh penulis Novel Lampuki dua variasi. Ada yang menggunakan nama dan tidak menggunakan nama atau langsung menyebutkan dia.


4.2 Saran

            Beberapa saran dapat penulis disampaikan berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

(1) Penelitian ini belum mencapai pada keseluruhan kajian pragmatik. Peneliti baru menyentuh tentang penggunaan deiksis persona. Jadi, apabila ada penelitian lain yang ingin melanjutkan penelitian ini, diharapkan untuk mengambil tema penelitian tentang penggunaan jenis deiksis-deiksis lain selain deiksis persona.


(2) Sebuah penelitian sifatnya seperti mata rantai. Kajian penggunaan deiksis persona di dalam penelitian ini tidak terjamah pada deiksis persona kedua. Jadi apabila ada peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian deiksis persona, diharapkan untuk memilih novel lain karena di dalam novel ini tidak mengandung deiksis persona kedua.





DAFTAR PUSTAKA


Haliday dan Ruqaiya Hasan. 1984. Bahasa Konteks dan Teks: Apek-Aspek Bahasa dalam Semiotik Sosial (terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Prees


Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press


Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.





No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...