Subscribe di sini

Tuesday 2 February 2016

KOMNAS HAK ASASI MANUSIA



KOMNAS HAK ASASI MANUSIA

·          Landasan Hukum
Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas HAM.
Disamping kewenangan tersebut, menurut UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tantang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.
Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, mendapatkan tambahan kewenangan berupa Pengawasan. Dimana Pengawasan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan maksud untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang dilakukan secara berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna mencari dan menemukan ada tidaknya diskriminasi ras dan etnis yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi.

1.   Instumen Acuan
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan sebagai acuan intrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.

2.   Instrumen Nasional :
a.                     UUD 1945 beserta amandemenya;
b.                     Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
c.                     UU No. 39 Tahun 1999;
d.                     UU No. 26 Tahun 2000;
e.                     UU No. 40 Tahun 2008;
f.             Peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait.

 3.   Instrumen Internasional :
a.                     Piagam PBB, 1945;
b.                     Deklarasi Universal HAM 1948;
c.                     Instrumen internasioanl lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.


  • Cakupan tugas

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus mempersiapkan infrastruktur agar bisa menjalankan mandat yang diberikan RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selasa (28/10) kemarin, DPR menyetujui RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang. Pembentukan undang-undang yang mengatur mengenai penghapusan diskriminasi ras dan etnis menjadi satu kegiatan yang harus dilakukan, papar Murdaya Poo, Ketua Pansus RUU.

Terdiri dari sembilan bab dan 23 pasal, UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis masih menunggu tanda tangan Presiden untuk diundangkan ke dalam Lembaran Negara. Senyampang menunggu proses pengesahan rampung, mau tak mau Komnas HAM harus mempersiapkan berbagai hal agar wet ini bisa dilaksanakan begitu sah berlaku. Mau tidak mau, Komnas HAM harus siap karena UU ini lahir dari proses legislasi yang sah, ujar Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim.

Ifdhal tidak menduga pengesahan RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis secepat itu karena selama ini jarang terdengar diperdebatkan di ranah publik. Tetapi, tak ada alasan bagi Komnas untuk berdalih. Sebab, Komisi yang dipimpin Ifdhal Kasim itu mendapat mandat mengawasi pelaksanaan penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Mandat pengawasan itu dirumuskan secara tegas pada pasal 8: Pengawasan terhadap segala bentuk upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis dilakukan oleh Komnas HAM.

Berdasarkan mandat tersebut, ada lima cakupan tugas yang harus dilakukan Komnas HAM. Pertama, memantau dan menilai kebijakan pemerintah, pusat atau daerah, yang dinilai berpotensi menimbulkan diskriminasi ras dan etnis. Kedua, mencari fakta dan penilaian kepada orang perseorangan, kelompok masyarakat, atau lembaga publik atau swasta yang diduga melakukan tindakan diskriminasi ras dan etnis. Ketiga, memberikan rekomendasi kepada pemerintah atas hasil pemantauan dan penilaian terhadap tindakan yang mengandung diskriminasi ras dan etnis. Keempat, memantau dan menilai pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Terakhir, memberikan rekomendasi kepada DPR untuk melakukan pengawasan kepada pemerintah yang tidak mengindahkan hasil temuan Komnas HAM.

Mandat yang diberikan kepada Komnas diakui Ifdhal bukan pekerjaan gampang. Di satu sisi, Komnas harus terus menerus memantau upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis, termasuk yang dilakukan oleh korporasi. Karena itu, Komnas kudu mempersiapkan infrastruktur baru. Penjelasan pasal 8 UU Penghapusan Diskriminasi secara eksplisit menyuruh Komnas HAM menyesuaikan struktur organisasinya.

Ke depan, Komnas HAM bukan saja mengurusi dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan orang perseorangan, tetapi juga oleh korporasi atau perusahaan swasta. Misalnya, perusahaan swasta yang menolak menerima pegawai hanya karena pertimbangan etnis tertentu. Hasil kajian Komnas bukan sangat mungkin menjadi dasar bagi orang perorangan atau kelompok masyarakat mengajukan gugatan ganti rugi atas diskriminasi ras dan etnis yang mereka alami.

        Di sisi lain, masih ada pertanyaan tentang korelasi kerja Komnas dengan lembaga lain seperti Direktorat Jenderal Perlindungan Hak Asasi Manusia (Ditjen Perlindungan HAM) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Koordinasi antar kedua lembaga akan menentukan efektif tidaknya pengawasan itu kelak.

 ·         Kendala yang dihadapi
        Kendala yg dialami komnas ham adalah:
   a.    kendala internal : Keterbatasan sdm,guna mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas komnas ham.
      b.   kendala eksternal : Kurangnya dukungan dari pemerintah dan atau pihak lain dalam menanggapi rekomendasi komnas ham.

·         Landasan Hukum
a.    Komisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, adalah lembaga independen Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Keputusan Presiden Nomor 36/1990, 77/2003 dan 95/M/2004 merupakan dasar hukum pembentukan lembaga ini.
b.   Anggota KPAI pusat terdiri dari 9 orang berupa 1 orang ketua, 2 wakil ketua, 1 sekretaris, dan 5 anggota. Susunan Kepengurusan KPAI saat ini adalah : Ketua : Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA., Wakil Ketua : Dr. Budiharjo, Bsc, M. Si., Wakil Ketua Maria Advianti, SP., Sekretaris Erlinda, M.Pd., Anggota Dra.Maria Ulfah Anshor, M. Si., Susanto, MA., DR. Titik Haryati, M.Pd., Putu Elvina, S. Psi., Rita Pranawati, MA
·         Cakupan Tugas
a.    Melakukan  sosialisasi  dan advokasi  tentang  peraturan  perundang-undangan  yang berkaitan dengan perlindungan anak.
b. Menerima pengaduan  dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap  kasus-kasus  pelanggaran hak anak kepada pihak-pihak yang berwenang.
c. Melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama
d.   Menyampaikan dan memberikan  masukan, saran dan pertimbangan  kepada berbagai pihak tertuama Presiden, DPR, Instansi pemerintah terkait ditingkat  pusat dan daerah
e. Mengumpulkan  data dan informasi tentang  masalah perlindungan anak
f.   Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk laporan untuk Komita Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva, Swiss.
g. Melakukan pengawasan  terhadap  penyelenggaraan  perlindungan anak di Indonesia.

·         Kendala yang Dihadapi
    Banyak kendala yang kami hadapi. Pertama, hal ini karena ketidaksiapan masyarakat, ketidaksiapan keluarga, dan ketidaksiapan korban. Kedua, kendala dari penegakan hukum. Dalam pendekatan hukum, memerlukan dua alat bukti, antara lain saksi dan visum. Sementara banyak kasus perkosaan yang baru dilaporkan dua bulan setelah kejadian, sehingga menyulitkan proses visum sebagai salah satu alat bukti. Masyarakat masih menganggap pelaporan (peristiwa kekerasan seksual) itu aib, padahal harus diperjuangkan.
    Itu kendala-kendala yang dihadapi, sehingga penegak hukum tidak memproses karena tidak ditemukannya dua alat bukti. Kendala berikutnya pada penegakan hukum, bisa saja hakim membebaskan para pelaku kejahatan itu karena tidak cukup bukti (seperti kurang kuatnya hasil visum karena sudah berlalu lama). Ada pula yang masih mempersepsikan anak korban seksual itu adalah urusan domestik sehingga putusan-putasan hakim tidak mencerminkan keadilan bagi korban.

 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Sekolah 
  • Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah berdasarkan dari kekayaan, kepintaran, dan perilakunya. 
  • Siswa mengejek, menghina atau membuli siswa lain 
  • Siswa memalak atau menganiaya siswa lain 
  • Siswa melakukan tawuran pelajar ke teman sekolahnya ataupun dengan siswa sekolah lain 
  • Guru memberikan sanksi/hukuman ke siswanya secara fisik seperti menendang, mencubit, memukul. 




No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...