Sebuah lembaga pendidikan yang sukses
tidak lepas dari sokongan biaya pendidikan yang tinggi pula, karena pada
hakikatnya mutu pendidikan akan berbanding lurus dengan biaya pendidikan yang
dikeluarkan, semakin tinggi dan mahal biaya pendidikan yang digunakan dan
dikeluarkan maka semakin baik pula layanan pendidikan tersebut dan mampu
menghasilkan lulusan-lulusan yang bermutu dengan hasil belajar yang tinggi.
Sepertinya akan sulit merealisasikan mutu pendidikan yang baik apabila tidak
didukung oleh biaya pendidikan yang tinggi pula.
Biaya pendidikan merupakan salah satu
unsur terpenting dalam sektor lembaga pendidikan seperti sekolah, baik sekolah
yang dikelola oleh pemerintah (sekolah Negri) dan juga sekolah yang dikelola
oleh masyarakat sendiri (sekolah swasta) yang dikelola oleh yayasan atau badan
penyelenggara pendidikan tertentu. Biaya-biaya pendidikan yang berputar dan
dipergunakan harus terkelola dan tercatat dengan baik sehingga biaya pendidikan
tersebut dapat mengefisienkan dan mengefektifkan proses pembelajaran di sekolah
dan dan pelbagai program-program sekolah. Pembiayaan pendidikan yang
terorganisir dengan baik akan dapat mengoptimalisasikan layanan pendidikan
kepada para komsumennya baik konsumen internal seperti guru, siswa, staf, dan
para karyawan yang terlibat dan konsumen external seperti masyarakat, orang
tua, dan pemerintah. Namun hal sebaliknya apabila pembiayaan pendidikan tidak
terorganisir dengan baik maka segala bentuk layanan pendidikan dan
program-program pendidian di sekolah tidak akan berjalan dengan baik dan tidak
akan menghasilkan mutu pendidikan yang ditergetkan.
Pengelolaan biaya pendidikan
dilakukan sejak dari perencanaan hingga pembuatan pertanggungjawaban oleh
bendaharawan sekolah, dalam konteks manajemen biaya pendidikan juga harus
memiliki pendekatan sistem yang dikenal dengan Planing Programing Budgeting
Systems (PPBS) pada awal tahun 1980an yang selanjutnya
dikenal dengan istilah Sistem Penyusunan Program dan Anggaran (SIPPA). Untuk
melakukan pendekatan ini maka bendaharawan dibawah kepala madrasah harus dapat
menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi; perencanaa (planning),
pelaksanaan (actuating), penataausahaan (organizing),
pengawasan (controlling), pertanggungjawaban (reporting)
apabila kesemua fungsi itu dapat dijalani dengan baik dan sesuai dengan apa
yang seharusnya maka dipastikan biaya pendidikan yang didapat, digunakan, dan
dikeluarkan akan termanaj dengan baik.
Dalam pembiayaan pendidikan ada
semacam tarik ulur antara peningkatan mutu dengan pemerataan pendidikan. Dalam
hal ini pemerintah akan sangat memerlukan pemikiran yang mendalam untuk
menemukan jalar keluar yang akan ditempuh sebagai wujud usaha peningkatan mutu
pendidikan melalui sokongan dana, karena peningkatan mutu pendidikan harus
melalui peningkatan proses pembelajaran di dalam kelas, dan proses pembelajaran
dikelas akan bermutu jika ada pembiayan tinggi yang terorganisir. Perhitungan
alokasi biaya pendidikan (pembiayaan pendidikan) harus dilakukan seakurat
mungkin sesuai dengan komponen kegiatan pendidikan dan biaya satuan, apabila
sudah lilakukan maka menganalisis semua penggunaan biaya pendidikan menjadi
langkah yang tidak bisa ditinggalkan.
Untuk lebih memahami bagaimana
sebenarnya manajemen pembiayan pendidikan dalam lembaga pendidian ditingkat
persekolahan maka dari tulisan ini mencoba menjelaskan secara singkat segala
hal yang berkaitan dengan manajemen pembiayaan pendidikan, namun tidak
menghilangkan substansinya. Dari hal yang akan dijelaskan dalam tulisan kali
ini adalah (1) perencanaan anggaran pendidikan, (2) pelaksanaan anggaran
pendidikan, (3)penataausahaan keuangan pendidikan, (4)pengawasan anggaran
pendidikan, dan (5) pertanggungjawaban keuangan pendidikan
.
Perencanaan Anggaran
Pendidikan
Dalam sebuah manajemen apapun selalu
pelaksanaannya diawali dengan perencanaan, pun begitu dengan bidang pendidikan
yang berkaitan dengan penganggaran. Untuk dapat menyusun anggaran pendidikan
yang tepat para administrator dan manajer pendidikan harus mengerti dan
memahami segala hal yang berkaitan dengan sistem penganggaran yang berlaku di
suatu Negara. Di antara sistem yang ada adalah Line Item Budgeting
(LIB), Capital Budgeting (CAB), Performance Budgeting (PEB),
dan Zero Based Budgeting (ZBB)
LIB adalah sistem penganggaran yang
menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan. Pengalokasian barangnya pun
disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan misalnya; komputer,
kursi-meja, 12 lusin ATK, 3 LCD proyektor, dan 6 Lemari guru dan lain-lainnya.
Sedangan CAB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jangka waktu
yang lama, dalam CAB ini anggaran diperhitungkan untuk jumlah anggaran yang
diperlukan untuk perencanaan jangka panjang. Misalnya; rencana jangka panjang
adalah membangun 15 lokal kelas, merehabilitasi gedung sekolah, membangun 10
ruang laboratorium, dan mebangun 25 gedung perpustakaan. Dalam sistem CAB ini
dipergunakan untuk hal-hal yang mengandung nilai investasi jangka panjang, jadi
hal ini bisa dikatakan dengan sistem pengalokasian anggaran untuk biaya modal atau
biaya pembangunan.
PEB sendiri adalah sistem
penganggaran pendidikan yang menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan
dalam jangka waktu yang lebih lama lagi dan juga dikategorikan dengan keluaran.
Maka dari hal itu pengeluaran ini harus ditulis secara ketat yang berkaitan
dengan perumusan tujuan umum maupun tujuan khusus. Sedangkan yang dimaksud
dengan sistem penganggaran pendidikan yang berorientasi pada keterbatasan
sumber dana. Karena dana terbatas maka dalam melakukan pengalokasian anggaran harus
ada penajaman prioritas baik mengenai program, kegiatan, maupun sasaran yang
ingin dicapai.
Indonesia sendiri menggunakan sistem
yang dikenal dengan SIPPA yang merupakan kepanjangan dari Sistem Perencanaan,
Penyusunan Program dan Anggaran. Untuk dapat melakukan SIPPA ini perlu
diperhatikan langkah-langkah berikut ini; (1) merumuskan kebijakan program
berdasarkan pada rencana umum yang ada, (2) menyusun alternative tujuan-tujuan
program yang dijabarkan dari kebijakan program yang sudah dirumuskan, (3)
memilih program dengan mempertimbangkan tujuan program, alternative-alternatif,
dan cara pembiayaannya, (4) program yang terpilih selanjutnya dirumuskan dengan
mangacu kepada alternative tujuan dan biaya yang dikaitkan dengan dimensi
waktu.
Dalam kaitannya dengan satuan
pendidikan (sekolah), maka perencanaan anggaran pendidikannya mengikuti alur
berikut; perencanaan tingkat sekolah, perencanaan tingkat kabupaten/kota, dan
perencanaan tingkat provinsi. Berbicara pada tatanan tingkat mikro yaitu
sekolah yang merupakan unit kerja yang bertugas mengelola keuangan yang
diperolehnya dari berbagai sumber serta memiliki kewenangan dalam penggunaannya
dalam untuk berbagai kebutuhan seperti untuk membiayai proses belajar mengajar,
melengkapi sarana sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru, dan pekerja
sekolah, dan lain-lain sebagainya, maka sekolah harus mempunyai Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Kemudian RAPBS ini memuat
jenis dan besarnya pendapatan serta jenis dan besarnya pengeluaran sekolah.
Besarnya pengeluaran sekolah harus sesuai dengan besarnya pemasukan dan sumber
daya sekolah yang berasal dari pendapatan sekolah.
Sumber pendapatan dan penerimaan
sekolah dapat berasal dari pemerintah, masyarakat, organisasi dan perorangan.
Anggaran yang berasal dari pemerintah berbentuk dari kegiatan-kegiatan rutin
(DIK) dan proyek-proyek pembangunan (DIP). Sedangkan anggaran yang datang dari
masyarakat bisa berupa bentuk SPP/DPP dan sumbangan-sumbangan sukarela. Walau
banyak sumberdana yang datang namun tetap yang masih manjadi andalan setiap
sekolah adalah anggaran yang datang dari pemerintah.
Dalam penyusunan RAPBS, semua aspek
keuangan beserta mekanisme penerimaan dan pengeluaran serta harga satuan setiap
komponen kegiatan harus diperhitungkan. Kepala sekolah harus memasukkan
anggaran yang diperoleh dari pemerintah dalam usulan kebutuhannya ditahun yang
akan datang. Sehingga kebutuhan besarnya biaya yang dibutuhkan akan terpenuhi
dan tidak mengalami kekurangan.
Pelaksanaan Anggaran
Pendidikan
`Mekanisme pembiayaan pendidikan
sekolah negeri di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan pelaksanaan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Saat ini aliran dana dari pusat ke
daerah dilakukan melalui mekanisme dan perimbangan, khususnya melalui dana
alokasi umum (DAU) yang bersifat block grant. Melalui alokasi ini pemda lebih
memiliki kepastian tentang waktu dan jumlah dana yang diterimanya. Dari sisi
pembelanjaan, pemda juga mempunyai keleluasaan dalam merencanakan anggarannya,
sehingga dapat mengalokasikan anggaran sesuai prioritas pembangunan
didaerahnya. Menurut UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, selain DAU, dana perimbangan yang diterima daerah
adalah dana bagi hasil dan dana alokasi khusus (DAK). Sumber penerimaan daerah
lainnya adalah pendapatan asli daerah (PAD), pinjaman daerah dan lain-lain
penerimaan yang sah. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
Selain melalui mekanisme dana
perimbangan, alokasi dana pusat ke daerah juga dilakukan melalui mekanisme
pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemerintah provinsi selain
melaksanakan tugas desentralisasi, sekaligus juga melaksanakan tugas
dekonsentralisasi yang secara operasional dilakukan oleh dinas (teknis)
provinsi. Anggaran pelaksanaan dekonsentralisasi merupakan bagian dari APBN
yang disalurkan melalui gubernur oleh departemen/lembaga pemerintah
non-departemen terkait. Anggaran tugas pembantuan sama dengan anggaran dekonsentralisasi,
tetapi dapat disalurkan baik keprovinsi maupun kabupaten/kota, bahkan langsung
ke desa. Pertanggungjawaban penggunaan dana dekonsentralisasi dan tugas
pembantuan langsung kepada pemerintah pusat melalui departemen/lembaga
pemerintah non-departemen yang menugaskan. Administrasi penggunaan dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan dipisahkan dari administrasi penggunaan dana
desentralisasi.
Di sector pendidikan, pelimpahan
kewenangan dan anggaran yang terkait dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh
depdiknas kepada gubernur yang pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada
dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan
anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan
provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota atau langsung ke tingkat
desa. Mengingat sebagian besar kewenangan dibidang pendidikan dasar dan
menengah telah diserahkan ke daerah, khususnya ke pemerintah kabupaten/kota,
maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk
pengalokasian dananya menjadi tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian,
dimasa depan kemajuan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian
pemkab/pemkot pada sector pendidikan.
Penatausahaan Anggaran
Pendidikan
Penatausahan keuangan pendidikan adalah kegiatan pencatatan
transaksi keluar masuknya uang yang digunakan untuk membiayai program
pendidikan dengan maksud agar diperoleh informasi tentang pengelolaan anggaran
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini perlu diperhatikan
dengan baik, karena hal ini sangat berguna dalam rangka pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengguna anggaran pendidikan.
Dalam hal penatausahaan anggaran pendidika setidaknya ada dua hal
penting yang harus dilakukan yaitu; pendataan dan pelaporan keuangan
pendidikan, dan pembukuan pelaksanaan anggaran pendidikan.
Dalam kegiatan pendataan ini meliputi indentifikasi dan pengukuran
data keuangan, pencatatan dan pengklasifiasian data keuangan, dan melakukan
pelaporan keuangan kepada oihak pengguna. Untuk mengidentifikasi data keuangan
pendidikan dilakukan secara mendetil dan ditulis sear kronologis dan sistematis
selama satu periode tertentu di dalam sebuah buku atau jurnal. Setiap
pencatatan harus didukung dengan sejumlah faktur, kwitansi, dan nota yang
sesuai dan telah disahkan oleh pihak yang berwenang mengeluarkan itu.
Dalam memproses data keuangan pendidikan hal yang perlu dilakukan
adalah pencatatan, engeonpokan, dan pengiktisaran. Pencatatan trnsaksi yang dimaksud
adalah pengumpulan data secara kronologis yang kemudian akan digolong-golongkan
kedalam kategori tertentu agar penyajian dapat diringkaskan. Misalnya upah guru
dan para staf digolongkan dalam sebuah rubric khusus “gaji pegawai”. Apabila
telah digolongkan maka selanjutnya harus disajikan dalam bentuk laporan
bertabel, diagram, dan paiye, agar orang lain dapat menbaca informasi yang
disajikan.
Pengawasan Anggaran
Pendidikan
Dalam sebuah manajemen manapun tidak
akan pernal lepas dengan pengawasan atau yang kita kenal dengan controlling.
Secara istilah pengawasan ini bermakna suatu kegiatan melihat, memerhatikan,
memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan pelaksaanan dari sebuah
program yang telah dicanangkan untuk melihat ketercapaian tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan pengawasan penggunaan dana
pendidikan dapat diartikan dengna memperhatikan, melihat, menilai, dan
melaporkan penggunaan anggaran pendidikan yang telah dialokasikan untuk
membiayai program=program pendidikan agar anggaran yang dialokasikan tersebut
digunakan sesuai dengan semestinya, dan program pendidikan dapat berjalan
secara baik, efesian, dan efektif.
Agar pengawasan keuangan pendidikan
ini dapat hasil yang diinginkan, maka pengawasan tersebut harus dijalani dengan
baik secara sistematik dan sistematis muali dari kegiatan memonitor, memeriksa,
menilai, dan melaporkan. Pengawasan dana pendidikan tidak dapat dilakukan
dengan setengah-setengan namun ia harus dilakukan secara total. Pola pengawasan
yang digunakan dalam pengawasan keuangan pendidikan ditujukan pada kondisi riil
dari kinerja (input), informasi yang tepat untuk bahan pelapran kepada pihak
yang berwenang melakukan pengambilan kebijaksanaan (out put), dan monitoring,
evaluating, dan reporting menjadi focus utama dalam proses pengawasan.
Pengawasan penggunaan anggaran
pendidikan merupakan kegiatan untuk mengamankan rencana, program, dan
keputusan-keputusan yang telah dibuat dan sedang dilaksanakan di bidang pendidikan.
Oleh sebab itu pengawasan penggunaan anggaran pendidikan juga dapat dikatakan
sebagai suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan yang sedang dan telah
dikerjakaan, menilainya, mengoreksinya dengan maksud agar pelaksaanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana awal.
Setidaknya ada ada empat presfektif
pelaksanaan pengawasan biaya pendidikan di antaranya adalah; pengawasan
melekat, pengawasan fungsional, pengawsan legalistif, dan pengawasan
masyarakat. Ini merupakan bentuk optimalisasikan peran pengawasan pkeuangan
pendidikan.
Pertanggungjawaban Keuangan
Pendidikan
Dalam pengolahan keuangan pendidikan
tidak akan terlepas dari pembuatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, yang
dimaksud dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan adalah aktivitas membuat
laporan keuangna dari kegiatan pengelolaan keunangan pendidikan yang disusun
setelah semua bukti pengeluaran diuji kebenarannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan untuk atasan langsung
bendaharawan atau untuk instansi yang terkait.
Kegiatan pertanggungjawaban keuangan
pendidikan dilakukan dengan mengecek keabsahan bukti pengeluaran, keabsahan itu
harus memiliki komponen berikut; nama instansi, nama yang berhak menerima
pembayaran, uraian pembayaran, jumlah uang yang dibayar, tahun anggaran dan
mata anggaran, bea materai temple. Sebenarnya masih banyak sekali hal yang
terkait dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, hal ini dianggap penting
karena jika tidak ada pelaporan pertanggungjawaban maka bisa jadi akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan penggunaan keuangan yang ada.
Kepala sekolah wajib menyampaikan
laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran
keuangan sekolah. Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester.
Dana yang digunakan akan dipertanggung jawabkan kepada sumber dana. Jika dana
tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggung
jawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana
tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada
pemerintah.
Pengelola anggaran sekolah biasanya
adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru berpengalaman (senior) atau
anggota komite sekolah. Disekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak
lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus,
pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan
persetujuan untuk memastikan bahwa:
1. Dana dibelanjakan sesuai rencana,
2. Ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran
pajak,
3. Pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia
4. Dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang
tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.
Hasil analisis kebutuhan secara logis
diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa,
pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan
uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus
disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun
berjalan.
Daftar Pustaka
Mulyasa.E. 2002. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/08/12/manajemen-pembiayaan-pendidikan-672795.html.
Di akses pada 18 Maret 2015
No comments:
Post a Comment