Sebelum masa Islam datang, orang arab, bangsa Quraisy telah
memiliki hubungan dagang dengan beberapa negara tetangga. Meskipun demikian,
mereka tidak memiliki mata uang sendiri yang dicetak, dimana uang emas berasal
dari Romawi dan uang perak berasal dari Persia, dan hanya sedikit dirham yang
berasal dari Yaman.
Kemudian pada masa Islam, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang yang sah dalam perdagangan atau perniagaan (uang sunnah). Adalah Arqam ibn Abi Arqam, sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang ahli menempa emas dan perak membantu beliau dalam penetapan timbangan.
Sanad pencetakan (dan
mitsqal) tidak pernah terputus dari masa Rasulullah shalallahu
alaihi wassalam hingga hari ini, dan sanad tersebut bukan di ambil
dari buku. Dengan adanya sanad tersebut ilmupun menjadi terjaga, Ibnu Mubarak
berkata, “Isnad termasuk agama, tanpa isnad orang akan berkata sekehendaknya.”
Sufyan Ats-Tsaury mengatakan, “Sanad adalah senjatanya orang mukmin.”
Adapun para sahabat
nabi Muhammad yang ahli di bidang mencetak dinar dan dirham adalah:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
2. Umar bin Khattab
3. Utsman bin Affan
4. Ali bin ABi Thalib
5. Abdurrahman bin ‘Auf
6. Sa`d bin Abî Waqâs
7. Arqam bin Abil Arqam
8. Thalhah bin Ubaidillah
9. Zubair bin Awwam
Diriwayatkan oleh Baladzuriy dari
‘Abdulllah bin Tsa’labah bin Sha’ir: “Dinar Hiraklius (Romawi) dan Dirham
Persia biasa digunakan oleh penduduk Makkah pada masa Jahiliyah. Mereka sudah
mengetahui timbangan mitsqal. Dan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
menetapkan hal itu. Begitu pula Abubakar meneruskannya, juga ‘Umar, ‘Utsman dan
‘Ali. Saat itu kaum muslim telah menggunakan dinar Hiraklius dan dirham Kisra
pada masa Rasulullah Abubakar dan pada permulaan masa ‘Umar.
Pada masa ‘Umar (*sekitar tahun
642-651M), beliau mencetak dirham yang baru berdasarkan dirham Sasanid di mana
bentuknya mengacu kepada dirham Kisra, gambarnya bermotif Bahlawiyah dengan
ditambahkan tulisan Arab kufi, dengan nama Allah dan dengan nama Allah Tuhanku
Al Qur’an menyebutkan uang dinar sudah digunakan oleh Kaum Ahli Kitab sebelum Nabi Muhammad (Al Quran, Ali ‘Imran 75). Demikian pula uang dirham telah dipakai pada masa Nabi Yusuf (Al Quran, Yusuf 20).
Al Qur’an menyebutkan uang dinar sudah digunakan oleh Kaum Ahli Kitab sebelum Nabi Muhammad (Al Quran, Ali ‘Imran 75). Demikian pula uang dirham telah dipakai pada masa Nabi Yusuf (Al Quran, Yusuf 20).
Rasululllah shalallahu alaihi wassalam
menetapkan timbangan dinar sama dengan satu mitsqal dan setiap 10 (sepuluh)
dirham itu 7 (tujuh) mitsqal. ‘Umar bin Khattab menselaraskan pelbagai berat
drachma menjadi dirham syar’i (yaitu 6 dawaniq) sesuai timbangan Makkah pada
masa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
Pada tahun 682M gubernur Iraq (Mush’ab
ibn Az- Zubayr) mencetak dinar. Dan dua tahun kemudian, 684M, Abdul Malik ibn
Marwan, Khalifah Bani Umayyah di Damaskus mencetak dinar dengan berat 4,4 gram
sesuai timbangan mitsqal (seberat 72 butir gandum). Pada tahun 695 M berat
dinarnya dikurangi oleh Hajjaj ibn Yusuf (Gubernur Iraq) menjadi 4,2 gram
(seberat 65-66 butir gandum) dan melakukan reformasi keuangan. Namun kemudian
dikoreksi kembali oleh Khalifah Harun Al Rasyid karena tidak sesuai timbangan
(wazan) yang ditetapkan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, yaitu mitsqal.
Hal ini diperkuat juga dengan pernyataan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mengatakan bahwa dirham buatan Khalifah Abdul
Malik bin Marwan bobotnya kurang, maka perbandingannya bukan 7/10 mitsqal
tetapi 7/10.5 mitsqal (disebutkan dalam kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, hal.
65), ini artinya 7 mitsqal = 10,5 x 2.97 gram = 31.1 gr atau 1 troy ounce,
artinya berat 1 Dirham adalah 3.11 gram. Dari sini kita dapat tentukan 1 Dinar
adalah 31.1 : 7 = 4.44285 gram.
Dinar yang beredar di negeri-negeri
muslim berada dalam rentang mitsqal 4.4 – 4.55 gram. Berbagai jenis dinar dapat
kita lihat di dalam buku Coinage Of Islam.
Pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani
ditemukan juga sistem perdagangan menggunakan dinar dan dirham beberapa catatan
perniagaan Kesultanan Turki Utsmani mempunyai perdagangan yang kuat dan
menjalin hubungan dagang dengan berbagai negara di Eropa, India, Yaman, Cina
dan lain lain. Dan dalam sejarah perdagangan Kekhalifahan Turki Utsmani
beredar berbagai jenis uang emas dan perak seperti Ducat emas, Gulden emas dan
perak, Florin emas, dan Cruzados. Kekhalifahan Turki mencetak koin emas yang
disebut Khurus dan koin perak yang disebut Akche (Acke) atau dirhem. Timbangan
dan berat yang umum pada saat itu digunakan yaitu ratl, okka, ukiya dan kirat.
Dan dari
hal ini diketahui berat dirham dimasa itu, yaitu rata-rata antara 3.0898 –
3.207 gram. seperti yang di jelaskan di bawah ini:
· Dirham atau Dirhem atau Akche (Acke) = 16 kirat = 64 dang = 3.207
gram.
· Dirham Bizantium dan awal Islam = 3.125 gr.
· Dirham menurut shariah dan kanonikal = 3.125 gram.
· Dirham di Kairo = 3.0898 gram.
· Dirham di Dimishki = 3.086 gram.
· Dirham di Tabriz = 3.072 gram.
Hal yang menjadi dasar utam dari kita semua kembali
mengamalkan dinar dan dirham adalah kepada keimanan dan ketakwaan, bukan yang
lain, karena ini bagian dari perintah Allah yang merupakan urusan akidah Islam
dan berkaitan erat dengan salah satu rukun Islam yaitu tiang zakat maal, dimana
semua 4 Ulama Madhab menyatakan bahwa zakat maal harus ditarik sebanyak 20
Mitsqal untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak, dan kesemuanya
dihitung bahan emas dan perak murni Imam Hanafi mengatakan tentang hal ini:“Bahwa
ukuran Nisab Zakat yang disepakati ulama’ bagi emas adalah 20 Mitsqal, dan
telah mencapai haul (1 tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham” Imam
Asy-Syafi’I berkata dalam Kitab Al-Umm, Volume 2: “Rabi’ meriwayatkan
bahwasanya Imam Asy-Syafi’I berkata: Tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf)
bahwasanya Dalam Zakat Emas itu adalah 20 Mitsqal (Dinar)”.
Penggunaan dinar dan dirham sebenarnya sudah terjadi sekian
lama, jauh sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam lahir,
yaitu yang pertama kali menggunakan dinar dan dirham adalah Nabi Adam alaihis
salam, dapat di lihat dalam Tafsir ad-Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur
(Vol. I hal, 326) yang disusun oleh Imam Jalaluddin Suyuthi mengatakan,
(dikeluarkan oleh Ibn Abi Syuibah dalam Kitab Al-Mushonnaf). Pada masa Nabi
Idris ‘alaihis salam, 9000 tahun Sebelum Masehi, sebagai Rasul
Ke-2 yang pertama kali hidup menetap, mengenal tambang emas dan perak, dan
mengolahnya menjadi sebuah mata uang yang diberi nama raqim untuk
mata uang emas, dan wariq untuk mata uang perak.
Standarisasi ukuran dinar dan dirham pada masa
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sama dengan ukuran raqim dan
wariq pada masa Nabi Idris sampai Nabi Ishaq, dan sama pula
ukurannya dengan dinar dan dirham pada masa Nabi Ya’qub sampai Nabi Muhammad
Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati
oleh Jumhur Ulama’. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20
Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, menerapkan kaidah timbangan dinar dan dirham ini sesuai dengan “(berat) 7 dinar harus setara dengan (berat) 10 dirham”. Sunnah dinar dan dirham ini kemudian diikuti oleh para Khulafâ’ur Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 11 H sampai 40 H, berlangsung di Madinah yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin ‘Affan dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Standarisasi dinar dan dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani Umayyah, berjalan selama 92 tahun, sejak tahun 40 H sampai 132 H. dengan 14 orang Khalifah yang berpusat di Damaskus. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Mu’awiyyah, Mu’awiyyah II bin Yazid, Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul ‘Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik, Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II bin Ja’diy.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, menerapkan kaidah timbangan dinar dan dirham ini sesuai dengan “(berat) 7 dinar harus setara dengan (berat) 10 dirham”. Sunnah dinar dan dirham ini kemudian diikuti oleh para Khulafâ’ur Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 11 H sampai 40 H, berlangsung di Madinah yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin ‘Affan dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Standarisasi dinar dan dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani Umayyah, berjalan selama 92 tahun, sejak tahun 40 H sampai 132 H. dengan 14 orang Khalifah yang berpusat di Damaskus. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Mu’awiyyah, Mu’awiyyah II bin Yazid, Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul ‘Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik, Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II bin Ja’diy.
Standarisasi dinar dan dirham di atas juga dijaga tradisinya
pada masa Bani ‘Abbasiyyah, berjalan selama 518 tahun, sejak tahun 132 H sampai
656 H. dengan 37 orang Khalifah yang berpusat di Baghdad. Khalifah-Khalifah itu
yaitu: Abul ‘Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Manshur, Mahdi bin Al-Manshur, Hadi
bin Mahdi, Harun ar-Rasyid bin Mahdi, Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid, Al-Ma’mun
bin Harun Ar-Rasyid, Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid, Al-Watsiq bin Mu’tasyim,
Al-Mutawakkil bin Mu’tashim, Al-Mutashir bin Al-Mutawakkil, Al-Musta’in bin
Mu’tashim, Al-Mu’tazz bin Mutawakkil, Muhtadi bin Al-Watsiq, Mu’tamid bin
Mutawakkil, Mu’tadid bin Al-Muwaffiq, Muktafi bin Mustadhid, Ar-Radhi bin
Muqtadir, Al-Muqtaqi bin Muqtadir, Mustaqfi bin Mustaqfi, Al-Mu’thi bin
Muqtadir, At-Ta’bin Al-Mu’thi, Al-Qadir bin Ishaq, Al-Qaim bin Al-Qadir,
Muqtadi bin Muhammad, Mustazhir bin Muqtadi, Murtashid bin Mustashir, Ar-Rashid
bin Murtasyid, al-Muqtafi bin Mu’atshir, Mustanjid bin Muqtafi, Mustadi bin
Al-Muqtadi, An-Nashir bin Muatahdi, Az-Zhahir bin An-Nashir, Mustanshir bin
Az-Zhahir, Musta’sihim bin Mustansir.
Standarisasi dinar dan dirham di atas juga dijaga tradisinya
pada masa kerajaan-kerajaan kecil (Mulukut Thawâif), baik di benua
Timur maupun di benua Barat (Andalusia) yang masuk menyelusup di masa Bani
‘Abbasiyyah, yaitu dari tahun 321 H sampai 685 H berjalan selama 350 tahun.
Pada masa nabi SAW dan masa khalifah memakai mata uang dinar
dan hirham ini, nilai 1 dinar di amerika = 1 dinar di indonesia. Disinilah yang
diperlukan dalam islam, konsep keadilam atau kesejahteraan, tidak adanya
spekulatif dalam penjualan mata uang. Dan mata uang dinar dan dirham ini tidak
akan terjadi inflasi, kemungkinan terjadi infalsi ada juga. Namun sangat kecil
kemungkinannya.
No comments:
Post a Comment