PEMBAHASAN
Mengenai
hubungan antara suatu ayat / surah dengan ayat / surah lain (
sebelum/sesudahnya), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul
ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah itu dapat
pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang
bersangkutan.
Ilmu ini
dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya
relevansi ayat itu dengan ayat lainnya. Sehingga dikalangan ulama timbul
masalah : mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan
mengetahui hubungan antara ayat itu dengan ayat lain.
Seorang ulama
bernama Burhanuddin al-Biqa’i menyusun kitab yang sangat berharga dalam ilmu
ini, yang diberi nama :
لسورا و لايات
ا فى تناس لدرر مانظ
Ada
beberapa pendapat diklangan ulama tentang : لسوراو الايات تناس علم ini. Ada
yang berpendapat, bahwa setiap ayat / surah selalu ada relevansinya dengan ayat
/ surah lain. Adapula yang berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada
hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu sama
lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara
suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu
surah dengan surah lain.
Golongan yang
pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat Al-Qur’an itu di dalam surah-surahnya
tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak
teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat
lain yang berisi larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang
berisi qisshah, maka tidak mungkin jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada
hubungannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh mereka : “Bahwa perbuatan orang
yang memperhubungkan satu ayat dengan ayat yang lain itu, adalah suatu
perbuatan yang memberatkan diri sendiri”.
Golongan yang
kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surah Al-Qur’an itu dari
sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah dan Nabi SAW, tinggal
memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan
tentang letak dan tempatnya tiap-tiap ayat dan surah, maka sudah barang tentu
pimpinan yang sedemikian itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam
Al-Qur’an itu satu dengan lainnya ada hubungannya. Selanjutnya oleh mereka
dikatakan : “Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak
teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun
rapi”.
Kedua
pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena kedua-duanya adalah dari
buah pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian,
bahwa kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surah
Al-Qur’an itu ada hubungannya satu dengan yang lain.
Mengingat
pentingnya ilmu ini, kami rasa perlu menambah penjelasan-penjelasan sebagai
berikut :
1. Abu
Bakar al-Naisabury[5] ( wafat tahun 324 H ) .Ia mencela / mengeritik ulama
Baghdad, karena mereka tidak tahu adanya relevansi antara ayat-ayat dan antara
surat-surat.
2. Muhammad
‘Izah Daruzah menyatakan, bahwa semula orang mengira tidak ada hubungan antara
satu ayat / surah dengan ayat / surah lain. Tetapi sebenarnya ternyata, bahwa
sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah itu ada hubungan antara satu dengan
yang lain. Untuk jelasnya
kami ambilkan contoh-contoh surah-surah yang ada hubungannya satu sama lain,
ialah surah al-Fath, ada hubungannya dengan surah sebelumnya ( surah al-Qital /
Muhammad ) dan juga dengan surah sesudahnya ( al-Hujarat ).
3. Dr.
Shubi al-Shalih dalam kitabnya[6] :
Mengemukakan bahwa mencari hubungan antara satu surah dengan surah lainnya
adalah sesuatu yang sulit dan sesuatu yang dicari-cari tanpa ada pedoman /
petunjuk, kecuali hanya didasarkan atas tertib surah-surah yang tauqifi itu.
Padahal tertib surah-surah yang tauqifi tidaklah berarti harus ada hubungan
antara ayat-ayat yang tauqifi itupun tidak berarti harus ada relevansi antara
ayat-ayat al-Qur’an itu, apabila ayat-ayat itu mempunyai sebab-sebab nuzul
Qur’an itu, apabila ayat-ayat itu mempunyai sebab-sebab nuzul Qur’an yang
berbeda-beda. Hanya biasanya, tiap surat itu mempunyai maudhu’ ( topik ) yang
menonjol dan bersifat umum, yang kemudian di atas maudlu’ itu tersusun
bagian-bagian surat itu, yang ada hubungannya antara semua bagiannya itu.
Tetapi itu tidaklah berarti ada kesatuan atau persamaan maudlu’ pada semua
surah al-Qur’an.
Dengan
kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian ( munasabah / relevansi ) antara ayat-ayat dan antara
surat-surat itu kadang-kadang tampak jelas dan kadang-kadang tidak nampak dan
bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat itu sedikit kemungkinannya,
sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara surat-surat itu
jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan
mengenai suatu hal, jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena
itu berturut-turut beberapa ayat mengenai satu maudlu’ untuk menguatkan dan
menerangkan وتفسيرا توكيدا , atau untuk menghubungkan dan memberi penjelasan
وبيانا عطفا , atau untuk mengecualikan dan mengkhususkan وحصرا استثناء , atau
untuk menengahi dan mengakhiri pembicaraan وتذييلا اعتراضا , sehingga ayat-ayat
beriring-iringan itu merupakan satu kelompok ayat yang sebanding dan serupa.
Kesimpulan
Mengkaji
munasabah al-Qur’an dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah
memperoleh pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Qur’an. Karena persoalan
munasabah termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat
ijtihadi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu
Bahasa mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis
bahasa menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Qur’an.
Munasabah al-Qur’an dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu
Al-Qur’an yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi
sebuah perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Qur’an secara
konprehensif.
Tentang
ini para ulama yang ahli Ilmu Bahasa Arab dan bahasa Al-Qur’an tidak
kurang-kurang yang telah mengupas dan menjelaskannya. Dan Syekh Muhammad Abduh
serta Said Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya “Al-Manar” tidak sedikit
menjelaskan tentang hubungan ayat satu dengan ayat lainnya dalam menafsiri dan
mengupas ayat-ayat yang ditafsiri.
Saran
Dengan
melihat secara seksama mengenai isi dari makalah ini, penulis berharap kiranya
makalah ini dapat menjadi salah satu acuan yang nantinya dapat menambah
pengetahuan tentang kajian munasabah yang terdapat dapat dalam Ulumul Qur`an,
selain itu untuk dapat dijadikan sebagai salah satu referensi para pembaca
untuk keperluan yang bertalian dengan Ilmu Munasabah itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu
Al-Qur’an, Pustaka Amzah, 2005.
Anwar, Rosihan Ulum al-Qur`an,
(Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
Departemen Agama RI, al-Qur`an dan
terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
Gazali, Ulumul Qur’an. (Banjarmasin:
Indra Media, 2003).
http://assaadah.com/?pilih=lihat&id=…,
diakses 14 juni 2010
http://mulkys.blogspot.com/,
diakses 14 juni 2010
http://yodisetyawan.wordpress.com/2008/0…,
diakses pada tanggal 14 juni 2010.
Khalil, Moenawar. “Al-Qur’an Dari
Masa Ke Masa”. ( Solo : Ramadhani, 1985 ).
Shihab, M. Quraisy “Sejarah dan
‘Ulumul Qur’an”. ( jakarta : Pustaka Firdaus, 1999 )
Y.P. Penterjemah al-Qur’an. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. ( Jakarta : Departemen Agama RI, 1979 / 1980 )
Zuhdi, Masjfuk. “Pengantar Ulumul
Qur’an.” ( Surabaya : Bina Ilmu, 1982
Terima kasih
[1] QS. AL-FATIHAH : 6
[2] QS. AL-MUKMINUN : 1
[3] Departemen Agama RI, al-Qur`an
dan terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu
Al-Qur’an, Pustaka Amzah, 2005
[4] al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an.
[5] ulama yang pertama-tama
memperkenalkan : والسور الايات تناس علم di Baghdad Iraq.
[6] القران علوم فى مباحث
No comments:
Post a Comment