BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu pokok ajaran
Islam yang paling penting adalah pembinaan akhlak. Hal ini sesuai dengan salah
satu misi Rasulullah Saw, bahwa beliau diutus kepermukaan bumi
ini adalah untuk memperbaiki akhlak dan prilaku manusia. Sebagaimana yang
terdapat dalam hadist Rasulullah Saw yang berbunyi:
عن أبي هريرة رضي الله
عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :انما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
" (رواه البيهقى )[1]
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra.
Berkata: Rasulullah Saw bersabda: ‘’bahwasanya aku diutus oleh Allah Swt untuk
menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Baihaqi).
Pembinaan akhlak adalah usaha sadar yang
dilakukan secara sadar, berencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan
pengetahuan, prilaku dan keterampilan subjek dengan tindakan pengarahan dan
bimbingan.[2] Dalam konteks pendidikan seorang
guru ia bukan hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran,
melainkan ia juga sebagai pengawal moral dan teladan. Sebagaimana fungsi Rasul
yaitu sebagai uswah hasanah dan sebagai contoh
panutan yang baik, atau sebagai model ideal bagi kehidupan dalam segala bidang,
terutama dari segi akhlak yang mulia seperti dalam segi bertutur kata, makan,
minum, berpakaian, bergaul dan lain sebagainya. Contoh ideal yang demikian itu
sangat dipentingkan di masa sekarang ini, saat di mana umat sudah mulai
kehilangan idola, figur, dan panutan yang baik. Akibat dari kelangkaan contoh
ideal tersebut, akhirnya siswa berkiblat kepada contoh yang sama sekali tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan spiritual.[3]
Proses pembelajaran mempunyai tujuan terjadinya
perubahan tingkah laku pada anak didik kearah yang positif. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan oleh Slameto bahwa,’’ belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan’’.[4] Perubahan
tersebut tidak hanya dalam aspek ilmu pengetahuan saja, akan tetapi meliputi
segala kebiasaan, tingkah laku, pola pikir, serta penyesuaian diri dengan
sekitarnya.
M. Ngalim Purwanto mengemukakan salah satu
syarat menjadi guru adalah ‘’berkelakuan baik yang di dalamnya terkandung
segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik.’’[5] Dari
pernyataan ini menunjukkan bahwa guru harus memiliki akhlak yang baik karena
guru menjadi teladan bagi anak didiknya, sehingga segala perilakunya
mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik. Demikian juga guru agama, kemampuan
dalam membina murid sangat mempengaruhi pembentukan akhlak anak didik pada
sebuah lembaga pendidikan.
Tugas seorang guru memang
berat dan banyak, akan tetapi semua tugas guru itu akan dikatakan berhasil
apabila ada perubahan tingkah laku dan perbuatan bagi anak didik kearah yang
lebih baik dan berhasil ajarannya berdampak pada kerendahan hati dan perilaku
yang baik, baik terhadap sesama manusia, maupun lingkungan dan yang paling
pokok adalah akhlak kepada Allah Swt.
Akhir-akhir ini kemerosotan nilai-nilai akhlak
dikalangan masyarakat terutama di sekolah sudah kian meresahkan. Banyaknya
keluhan orang tua, guru, pendidik dan orang-orang yang berkecimpung dalam
pendidikan, keagamaan serta pengaduan masyarakat sosial pada umumnya, yang
berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, seperti nakal,
sering bolos sekolah, merokok dan berbicara tidak sopan dengan orang yang lebih
tua (guru).[6]
Madrasah Aliyah Swasta
Darul Aman Lampuuk merupakan salah satu lembaga pendidikan yang terletak di
Tungkop Darussalam Aceh Besar yang mempunyai kader-kader yang memiliki
pengetahuan agama dan umum. Di sekolah ini siswa tinggal di asrama, tetapi
ada sebagian siswa yang tinggal bersama orang tua. Para siswa yang tinggal di
asrama tersebut dan mendapat pembinaan akhlak dari pengurus asrama (musyrif).
Para ustadz dan dan ustadzah yang berada dibawah payung yayasan Darul Aman
telah berupaya sesuai dengan prosedur dalam membina akhlak siswa untuk menjadi
lebih baik.
Namun kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan
dari segi sarana dan prasana ini dapat berpengaruh kepada siswa sehingga
menyebabkan siswa kurang merespon terhadap pendidikan akhlak, ditambah lagi
dengan kondisi keluarga yang kurang memperhatikan tingkah laku dan tindakan
siswa tersebut sehingga menyebabkan siswa bebas bergerak dan bersikap tanpa ada
yang memperhatikan, kurangnya sikap penghormatan terhadap guru hampir tiap hari
terjadi, di mana setiap perkataan dan anjuran guru sering tidak dihiraukan
termasuk peraturan yang diberlakukan sekolah hampir tidak pernah
dilaksanakan.
MAS ini berusaha untuk menjadikan kader-kader
tersebut agar berguna bagi agama dan bangsa. Salah satu usaha yang menunjang
untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melaksanakan pembinaan akhlak.
Beranjak dari latar belakang masalah di atas,
maka penulis ingin meneliti lebih lanjut bagaimana pembinaan akhlak mulia pada
MAS Darul Aman Lampuuk, dengan judul “Pembinaan Akhlak Mulia
Pada Siswa-Siswa di MAS”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini
adalah:
1. Bagaimana pembinaan
akhlak mulia Siswa-Siswa di MAS?
2. Apa kendala yang
dihadapi guru dalam pembinaan akhlak mulia Siswa-Siswa di MAS?
C. Tujuan Penelitian dan
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui pembinaan akhlak mulia Siswa-Siswa di MAS.
2. Untuk
mengetahui hambatan dalam pembinaan akhlak mulia di MAS.
Adapun manfaat
penelitiannya adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat member kontribusi pada ilmu pendidikan,
khususnya yang berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia siswa.
2. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber rujukan atau sumber bahan penting
bagi peneliti dan mendorong peneliti lain untuk melukan peneliti yang sejenis
dengan lebih mendalam.
b. Manfaat Praktis
1. Hasil
peneliti dapat digunakan untuk bahan masukan agar dapat meningkatkan dalam
Pembinaan Akhlak Mulia Siswa-Siswa pada MAS
D.
Kajian Terdahulu yang Relevan
Di dalam skripsi Taufik Hidayat tentang
Pembinaan Akhlak (suatu penelitian di MAN 1 Negeri) mengatakan bahwa:’’
pembinaan akhlak pada siswa dengan cara teguran langsung ataupun pembinaan
secara langsung terhadap siswa yang melakukan pelanggaran, kemudian
pelaksanaannya diterapkan kepada guru secara keseluruhan sehingga pembinaan
akhlak siswa merupakan tanggung jawab bersama bukan hanya guru tertentu saja.[7]
Dalam melaksanakan
pembinaan akhlak terhadap para siswa, para guru mengalami berbagai macam
kendala di antaranya adalah faktor orang tua yang kurang memperhatikan terhadap
perkembangan akhlak anaknya. Faktor lingkungan tempat siswa tersebut tinggal
dan berkembang, faktor guru sebagai pendidik, faktor siswa itu
sendiri, dan faktor pemerintah yang kurang memperhatikan masalah pendidikan.
Selaras dengan masalah pembinaan akhlak mulia
siswa, Sayed Fauzan dalam skripsinya tentang Upaya Guru PAI dalam Pembinaan
Akhlak Siswa di MTsN menjelaskan bahwa:’’Guru Pendidikan Agama Islam dalam
membina akhlak siswa adalah menegur dan menasehati, terutama siswa-siswi yang
kurang dengan akhlak terpuji, serta membimbing agar senantiasa siswa tersebut
bersikap baik sesuai dengan tuntunan Islam. Dalam mendidik dan
membina akhlak siswa guru mengalami hambatan meskipun berbeda-beda seperti,
besarnya pengaruh keluarga serta lingkungan, dan siswa terlalu nakal. Hal
ini harus diperlukan usaha dari seorang guru untuk mengatasi hambatan tersebut
serta bekerjasama dengan keluarga siswa dan menindak pada siswa yang melanggar.[8]
Wahyuni dalam skripsinya
yang berjudul Upaya Guru dalam Pembinaan Akhlak Siswa pada SD Negeri menjelaskan,
bahwa kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pembinaan akhlak siswa
disebabkan kuranngnya perhatian orang tua terhadap pembinaan akhlak siswa,
kurangnya perhatian dari lingkungan masyarakat dan pengaruh budaya terhadap
pembinaan akhlak siswa.[9]
Rosmaita dalam skipsinya
yang berjudul Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak Siswa pada
SMP Negeri mengatakan “kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembinaan akhlak
anak baik itu berasal dalam diri anak seperti kurangnya minat anak dalam
mempelajari ilmu agama, kurangnya dukungan dalam keluarga serta perbedaan
karakter anak, hal ini merupakan hambatan bagi guru dalam membina akhlak
siswa”.[10]
Triyana Harsa dalam Jurnal
Edukasi menjelaskan bahwa penyebab timbulnya krisis akhlak dalam masyarakat
cukup banyak, yang terpenting di antaranya adalah: pertama, krisis
akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan
hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control). Kedua, krisis
akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah
dan masyarakat sudah kurang efektif, Ketiga, krisis akhlak terjadi
karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan
sekularistik. Keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya
kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah.[11]
Sejalan dengan sebab-sebab
timbulnya krisis akhlak tersebut di atas, maka cara mengatasinya dapat ditempuh
dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama,
pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menerapkan pelaksanaan pendidikan
agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Kedua, mengintegrasikan
antara pendidikan dan pengajaran. Ketiga, bahwa pendidikan
akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan seluruh
guru bidang studi. Keempat, pendidikan akhlak harus didukung
oleh kerjasama yang padu dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua
(keluarga), sekolah dan masyarakat.
E. Sistematika
Pembahasan
Pembahasan dalam karya tulis ini dibagi dalam
lima bab, yaitu:
Bab satu membahas tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan mamfaat penelitian, kajian terdahulu yang relevan dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua menjelaskan tentang
teori pembinaan akhlak mulia di sekolah. Pembahasan akan diawali dengan hakikat
pembinaan akhlak mulia, peran guru dalam pembinaan akhlak mulia, strategi guru
dalam pembinaan akhlak mulia dan ruang lingkup akhlak mulia dalam Islam.
Bab ketiga membahas tentang metodelogi penelitian
yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
peneliti, subjek peneliti, instrument pengumpulan data, prosedur pengumpulan
data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.
Bab keempat membahas tentang hasil
penelitian yang meliputi: usaha yang dilakukan guru dalam pembinaan akhlak
mulia dan hambatan-hambatan dalam pembinaan akhlak mulia.
Bab kelima berisi simpulan dan saran-saran.
[1]Al-Baihaqi, Sunan Qubra, (Bairut:Darul
Fikri tt), h.275.
[2]Hidayat, Pembinaan Generasi
Muda, (Surabaya: Studi Grup, 2005), h. 26.
[3]Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan ( Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h.96-97.
[4]Slameto, Identifikasi
Kesulitan Belajar, (Jakarta: Rajawali, 1994), h.2.
[5]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h.143.
[6]Rusjdi Ali Muhammad, dkk, Jurnal
Edukasi Media Komunikasi Pendidikan (Banda Aceh: Stkip
al-Wasliyah,2008). h.46.
[7]Taufik Hidayat, “Pembinaan Akhlak (Suatu
Penelitian di MAN I Negeri)”, Skripsi, Banda Aceh: UIN Ar-Raniry,
2009, h.67.
[8]Sayed Fauzan, “Usaha Guru PAI
dalam Pembinaan Akhlak Siswa di MTsS”. Skripsi, Banda Aceh:
UIN Ar-Raniry, 2012, h.72.
[9]Wahyuni, “Upaya Guru dalam Pembinaan Akhlak
Siswa pada SD Negeri”, Skripsi, Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2011, h.53.
[10]Rosmaita, “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Pada SMP Negeri”,Skripsi, Banda Aceh:
UIN Ar-Raniry, 2011,h.60.
[11]Triyana Harsa, Peran
Pendidikan dalam Mengatasi Krisis Akhlak,
(Banda Aceh: Widya Iswara Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BPKP),
2008), h. 46-47.
No comments:
Post a Comment