Subscribe di sini

Tuesday 21 April 2020

HADIST TENTANG NIAT


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sehubungan dengan pentingnya keikhlasan dalam melaksanakan ibadah, Imam Mujahid berkata bahwa: “Amal tanpa niat adalah sia-sia. Niat tanpa didasari keikhlasan adalah riya’. Keikhlasan tanpa dibarengi dengan ilmu bagaikan debu beterbangan tanpa arah. Amalan yang dilakukan atas dasar riya tak ubahnya dengan perbuatan orang-orang munafik, yang aspek luarnya menampakkan ketaatan tapi aspek bathinnya penuh dengan penipuan dan kepalsuan. Dengan kata lain, hakikat amal mereka adalah penipuan belaka, karena ibadah yang mereka lakukan bukan karena menjalankan perintah dan mengharapkan ridha-Nya, melainkan untuk mendapatkan penilaian manusia.
Oleh karena itu segala perbuatan yang baik harus diiringi oleh niat, untuk lebih sempurnanya amal perbuatan yang kita lakukan.

B.   Rumusan Masalah
1.     Bagaimana Pemaparan Definisi Hadis ?
2.     Apa Sababul Wurud (Latar Belakang Hadits) ?
3.     Bagaiman Kualitas Hadis ?
4.     Apa Maksud dari Urgensi Hadis ?





C.   Tujuan Penulisan
1.     Mengetahui Bagaimana Pemaparan Definisi Hadis
2.     Mengetahui Bagaimana  Apa Sababul Wurud (Latar Belakang Hadits)
3.     Mengetahui Bagaiman Kualitas Hadis
4.     Mengetahui Bagaimana Apa Maksud dari Urgensi Hadis


















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pemaparan Hadits
Hadits
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
(رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة)[1]
          Artinya
 (عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ)    Dari Amirul mukminin Abi Hafsh Umar bin Khattab ra. (قَالَBeliau-Semoga Allah memberi manfaat kepada kita dengan keberkahannya-berkata (سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم) aku mendengar Rasulullah Saw., artinya aku mendengar suara Nabi Saw. tatkala (يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ) bersabda, “Sesungguhnya (segala) amal itu teggantung niat. (وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَىdan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan apa yang diniatkannya. (فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِBarang siapa hijrahnya menuju kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan di terima di sisi Allah dan Rasul-Nya. (وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِBarangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang akan di perolehnya atau wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya menuju apa yang diniatkannya. (رواه إماما المحدثينDiriwayatkan dan dinukilkan oleh dua imam ahli hadits. (أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاريAbu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori. (وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيريAbu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairiy. (النيسابوريAn-Naisaburiy. (في صحيحيهماdalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim. اللذين هما أصح الكتب المصنفة) kedua kitab tersebut merupakan kitab yang paling sahih yang di karang dalam kitab hadis.[2]

B.   Sababul Wurud (Latar Belakang Hadits)
          Imam At-Thabrani meriwayatkan, dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dengan sanad yang bisa di percaya, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Diantara kami ada seorang laki” yang melamar wanita, bernama Ummu Qais. Namun, wanita itu menolak sehingga ia berhijrah kemadinah. Maka laki-laki itu ikut hijrah ke Madinah. Maka laki-laki tersebut ikut hijrah dan menikahinya. Karena itu kami memberinya julukan Muhajir Ummu Qais.”
          Sa’ad Ibnu Manshur meriwayatkan dalam kitab Sunan-ny, dengan sanad sebagaimana syarat  Bukhari dan Muslim, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Siapa yang hijrah untuk mendapatkan kepentingan duniawi maka pahala yang didapat sebagaimana yang didapat oleh laki-laki yang hijrah untuk menikahi wanita yang bernama Ummu Qais, hingga ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.”[3]
Maksud kandungan Hadits
1.     Syarat niat
                   Para ulama sepakat bahwa perbuatan seorang mukmin tidak akan diterima dan tidak akan mendapatkan pahala kecuali jika diiringi dengan niat.[4]
Oleh karena itu, niatkanlah dengan benar perbuatan-perbuatan yang mubah –seperti makan, tidur, berpakaian, dan lain-lain- agar bernilai ibadah. Ibnu Rajab berkata, manakala seorang mukmin memenuhi syahwatnya yang mubah dengan niat takwa maka hal itu menjadi ketaatan yang berpahala, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud,’Sesungguhnya aku mengharapkan pahala dari tidurku sebagaimana aku mengharapkan pahala dari shalat malamku.”[5]
2.     Waktu dan tempat niat
                   Waktu niat adalah di awal ibadah. Seperti: takbiratul ihram untuk shalat, dan ihram untuk haji, sedangkan puasa maka diperbolehkan sebelumnya karena untuk mengetahui masuknya waktu subuh secara tepat cukup sulit. Niat bertempat dihati, jadi tidak disyaratkan untuk di ucapkan. Namun demikian, boleh saja diucapkan untuk membantu konsentrasi hati.
3.     Keharusan hijrah
                   Hijrah dari negeri Islam adalah wajib bagi seorang muslim jika ia tidak bisa melakukan ajaran Islam dengan terang-terangan. Hukum ini berlaku secara umum dan tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Sedangkan hadits mengatakan “tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah).” Maka maksudnya adalah tidak ada hijrah dari Makkah setelah peristiwa Fathu Makkah karena Makkah sudah menjadi negari Islam.
4.     Orang yang berniat melakukan kebaikan, namun karena satu atau lain hal-misalnya sakit parah ataupun meniggal dunia-sehingga ia tidak bisa melaksanakannya, maka ia akan tetap mendapatkan pahala.
5.     Hadits ini mendorong kita untuk ikhlas dalam segala perbuatan dan ibadah agar mendapat pahala di akhirat serta kemudian dan kebahagiaan di dunia.
6.      Semua perbuatan baik dan bermanfaat, jika diiringi niat yang ikhlas dan hanya mencari keridhaan Allah, maka perbuatan tersebut adalah Ibadah.[6]
Hadits
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
Artinya
          Bersumber dari Umar radhiyallahu anhu (ra), ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu allaihi wa sallam (saw) bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (sah) dengan niat. Dan setiap orang itu sesuai pada niatnya. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya pun kepada Allah dan Rasullnya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang di kehendakinya, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya adalah kepada (baca:sesuai) apa yang ia niatkan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)[7]
          Maksud kandungan hadits
          Hadits ini menunjukkan bahwa niat adalah untung menimbang keabsahan amal. Artinya, jika niat seseorang baik maka amalnya baik. Sebaiknya, jika niatnya keliru amalnya pun keliru. Jika terdapat amal yang dibarengi dengan niat maka hal ini tidak lepas dari tiga kemungkinan sebagai berikut:
          Pertama, seseorang melakukan hal itu karena takut kepada Allah Ta’ala. Ini adalah gaya ibadah para budak.
          Kedua, seseorang melakukan hal itu untuk mencari surga dan pahala. Ini adalah gaya ibadah para pedagang.
          Ketiga, seseorang melakukan hal itu karena merasa malu kepada Allah Ta’ala, untuk menunaikan kewajiban pengabdian, dan untuk mengungkapkanrasa syukur. Selain itu ia merasa dirinya bersalah dan hatinya merasa takut karena ia tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak? Ini adalah gaya ibadah orang-orang yang merdeka.[8]
Hadits
وَأَعْمَالِكُمْ بِكُمْ قُلُوإِلَى يَنْظُرُ وَلَكِنْ وَأَمْوَالِكُمْ صُوَرِكُمْ إِلَى يَنْظُرُ لَا اللَّهَ إِنَّ
Artinya
          “Sesungguhnya Alloh tidak melihat bentuk kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kamu. (HR. Muslim, no. 2564)
Oleh karena itulah mengikhlaskan niat merupakan perintah Alloh kepada seluruh manusia.[9]

C.   Kualitas hadits
          Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati kebenarannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.
Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
          Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya.
          Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.[10]

D.   Urgensi Hadits
          Hadits ini sangat penting, karena menjadi orientasi seluruh hukum dalam Islam.  Ini biasdilihat dari pendapat ulama. Abu Dawud berkata, “Hadits ini setengah dari ajaran Islam. Karena agama bertumpu pada dua hal: Sisi lahiriyah (amal perbuatan) dan sisi batiniyah (niat).” Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata,” Hadits ini mencakup sepertiga ilmu, karena perbuatan manusia terkait dengan tiga hal: Hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan niat dalam hati merupakan salah satu dari tiga hal tersebut.”
          Mengingat urgensinya, maka banyak ulama yang mengawali berbagai buku dan karangannya dengan hadits ini. Imam Bukhari menempatkan hadits ini di awal kitab shahihnya. Imam Nawawi menempatkan hadits ini pada urutan pertama dalam tiga bukunya: Riyadhus Shalihin, Al-adzkar, danAl-Arba’in An-Nawawiyah. Ini dimaksudkan agar pembaca menyadari pentingnya niat, sehingga ia akan meluruskan niatnya hanya karena Allah, baik ketika menuntut ilmu atau melakukan perbuatan baik yang lain.
          Urgensi hadits ini juga di pertegas oleh riwayat Bukhari yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah berhkutbah dengan hadits ini, begitu juga Umar ra. Abu ‘Ubaid berkata, “Tidak ada hadits yang lebih luas dan padat maknanya dari hadits ini.”[11]
          Hadits ini di angkat karena untuk memberikan pengertian pada umat dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar.
Hadist ini masih sangat dibutuhkan pada era sekarang karna ini termasuk hadits shahih, dan mempunyai banyak faedah, diantaranya:
1.     Tidak akan pernah ada amal perbuatan kecuali disertai dengan niat.
2.     Amal perbuatan tergantung niatnya.
3.     Pahala seseorang yang mengerjakan suatu amal perbuatan sesuai dengan niatnya.
4.     Seorang ‘alim (guru, ustadz atau pendidik) diperbolehkan memberikan contoh dalam menerangkan dan menjelaskan.
5.     Keutamaan hijrah, karena Rasulullah saw menjadikannya sebagai contoh permisalan. Dalam Shahih Muslim (No. 192), dari ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasulullah saw bersabda:
6.     Seseorang akan mendapatkan pahala kebaikan, atau dosa, atau terjerumus dalam perbuatan haram dikarenakan niatnya.
7.     Suatu amal perbuatan tergantung wasilahnya. Maka sesuatu yang mubah dapat menjadi suatu bentuk ketaatan dikarenakan niat seseorang ketika mengerjakannya adalah untuk memperoleh kebaikan, seperti ketika makan dan minum, apabila diniatkan untuk menyemangatkan diri dalam ketaatan.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
          Ketauhilah, menurut pengertian bahasa, niat adalah bermaksud. Disebutkan dalam bahasa Arab “Nawaka Allahu bi khairin” yang berarti Allah bermaksud memberimu kebajikan.
          Sementara menurut pengertian syari’at, niat adalah bermaksud pada sesuatu yang dibarengkan dengan mengerjakannya. Jika seseorang bermaksud mengerjakan sesuatu yang tidak sepontan atau segera itu disebut azam. Niat di anjurkan guna membedakan tingkatan sebagian ibadah dengan sebagian yang lain.
Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut sebagian ulama, dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.






DAFTAR PUSTAKA

          Abu Muhammad, Amalan Harian Seorang Muslim, (Bogor:Tim Pustaka Ibnu Umar,2013)
          Ahmad Najieh, Hadits dan Syair untuk Bekal Dakwah, (Jakarta:Pustaka Amani,1984)
          Muhammad bin Abdullah, 40 Hadis Imam Nawawi, (Jakarta:PT Mizan Publika,2010)
Musthafa Dieb Al-Bugha, Muhyiddin Mistu, Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah saw:Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah,(Jakarta:Al-I’tishom,2003)
Syaikh Muhammad Nasharuddin al-Albani, Syarah Arba’in Nawawiyah, (Jakarta:AKBARMEDIA,2010)


                [1] Musthafa Dieb Al-Bugha, Muhyiddin Mistu, Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah saw:Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah,(Jakarta:Al-I’tishom,2003),hlm,1
                [2] Muhammad bin Abdullah, 40 Hadis Imam Nawawi, (Jakarta:PT Mizan Publika,2010), hlm.40-58
                [3] Musthafa Dieb Al-Bugha, hlm.03
                [4] Musthafa Dieb Al-Bugha, hlm.04
                [5] Abu Muhammad, Amalan Harian Seorang Muslim, (Bogor:Tim Pustaka Ibnu Umar,2013),hlm.8
                [6] Musthafa Dieb Al-Bugha, hlm.4-5
                [7] Syaikh Muhammad Nasharuddin al-Albani, Syarah Arba’in Nawawiyah, (Jakarta:AKBARMEDIA,2010), hlm.01
                [8] Ibid, Hlm.02
                [9] Ahmad Najieh, Hadits dan Syair untuk Bekal Dakwah, (Jakarta:Pustaka Amani,1984), hlm.21
                [10] Syaikh Muhammad Nasharuddin al-Albani,  hlm.14-15
                [11] Musthafa Dieb Al-Bugha, hlm.02

2 comments:

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...