BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sumber utama institusi wakaf adalah Alquran. Walaupun
dalam Alquran, kata wakaf yang bermakna memberikan harta tidak ditemukan
sebagaimana zakat, tetapi merupakan interprestasi ulama mujtahid terhadap
ayat-ayat yang membicarakan pendermaan harta berupa sedekah dan amal jariah.
Diantara ayat-ayat tersebut; QS. Ali Imran (3) : 92 dan
QS. Al-hajj (22) : 77, para ulama memahami ayat-ayat tersebut sebagai ibadah
wakaf. Diantara mufassir itu ditemukan dalam Tafsir Al-Manar karangan Muhammad
Rasyid Ridha. Kendatipun di dalam Alquran terdapat kata-kata wakaf ditemui
sebanyak empat kali; yaitu pada QS. Al-an’am (6) : 27 dan 30, QS. Saba’ (34) :
31, QS. Al-saffat (37) : 24, tetapi wakaf dalam ayat-ayat tersebut bukan
bermakna wakaf sebagai pemberian. Tiga ayat pertama berarti mengedepakan
sedangkan ayat keempat bermakna berhenti atau menahan. Konteks pembicaraan
dalam ayat ini adalah proses ahli neraka yang akan dimasukkan kedalam neraka.
Meski demikian, Alquran dapat dikatakan sebagai sumber utama perwakafan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf ?
2. Bagaimana Hukum Wakaf
benda Bergerak ?
3. Bagaimana Hukum Wakaf
benda Tidak Bergerak ?
4. Apa Tujuan Wakaf
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Wakaf
dan Dasar Hukum Wakaf
2. Untuk mengetahui Bagaimana Hukum Wakaf
benda Bergerak ?
3. Untuk mengetahui Bagaimana Hukum Wakaf
benda Tidak Bergerak ?
4. Untuk mengetahui Apa Tujuan Wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
dan Dasar Hukum Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Menurut
bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan)
, al-tasbil (tertawan) dan al-man’u (mencegah).[1] Perkataan
wakaf yang menjadi bahasa Indonesia, berasal dari bahsa Arab dalam bentuk masdar atau
kata yang dijadikan kata kerja atau fi’il waqafa. Kata kerja atau
fi’il waqafa ini adakalanya memerlukan objek (muta’addi).
Dalam perpustakaan sering ditemui sinonim waqf ialah habs Waqafa dan habasa
dalam bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan menahan atau berhenti di
tempat.[2]
Sedangkan
menurut istilah syara, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk
diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang
kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula
diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada
beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
a. Menurut
mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa
dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta
tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa.
b. Menurut
imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang
berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta
tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu
Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf
(wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia
sudah meninggal baik untuk dijual atau dihibahkan.
c. Menurut
mazhab Maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta,
dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut
walaupun sesaat.
d. Menurut
Peraturan Pemerintah / PP No.41 tahun 2004 adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk
dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya
guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari
definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu
diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan
bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan
adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan,
misalnya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum,
misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan
sebagainya.
Hukum
wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan
sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya
terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus
selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat.
Hukum wakaf adalah sunah.
Harta
yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi,
harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang
artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar.
Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu
kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka
tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu,
Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak
dihibahkan dan tidak pula diwariskan.”(HR Bukhari dan Muslim).
2.
Dasar Hukum Wakaf
Dalil
yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari :
a. Ayat
Al-Quran, antara lain :
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”(QS: al-hajj: 77)
b. Sunnah
Rasulullah SAW.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
الله عَنْهُمَا قَالَ : أَصَابَ عُمَرَ أَرْضًا بِخَـيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْـتَأْمِرُ فِيْهَا فَقَالَ :يَارَسُوْلُ الله إِنِّي
أُصِـبْتُ أَرْضًا بِخَـيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطٌّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِيْ
مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُنِيْ بِهِ . فَقَالَ لَهُ
رَسُوْلُ الله صلّى الله عليه وسلّم ،
إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ اَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا فَتَـصَـدَّقَ بِهَا عُمَرُ، أَنَّهَا
لاَتُبَاعُ وَلاَتُوْهَـبُ وَلاَتُوْرَثُ .قَالَ وَتَـصَـدَّقَ بِهَا فِي الْفُـقَرَاءِ
وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيْلِ الله
وَاِبْنُ السَّبِيْلِ وَالضَّيْفِ لاَجُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيُّهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَـعْرُوْفِ
وَيُـطْعِمُ غَيْرَ مُتَـمَوِّلٍ
Artinya: "Dari Ibnu Umar ra. berkata :
'Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra.
menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai
Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan
(pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar
mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan
tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil
pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya,
sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola
(Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau
memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR.
Muslim).
c. Dalil
Ijma' :
Imam Al-Qurthuby berkata:
Sesungguhnya permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para
sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah,
Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya mengamalkan
syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah maupun Madinah, sudah
dikenal masyhur oleh khalayak ramai
Jabir
berkata: Tiada seorangpun dari sahabat Nabi yang memiliki kemampuan dan
kelapangan rizqi, kecuali pasti pernah mewakafkannya. Ibnu
Hubairah berkata: Mereka sepakat atas dibolehkannya wakaf.
Imam
Syafii berkata: Telah sampai riwayat kepadaku bahwa ada 80 orang sahabat Nabi
dari kalangan Anshar yang mengeluarkan shadaqah dengan shadaqah mulia. Imam
Syafii menyebut wakaf dengan nama shadaqah mulia.
Imam
Tirmidzi menyatakan: Wakaf telah diamalkan oleh para ulama, baik dari kalangan
sahabat Nabi maupun yang lainnya, saya tidak melihat ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama mutaqaddimin tentang bolehnya wakaf, baik wakaf tanah maupun
wakaf yang lainnya.”
B. Pengertian Wakaf Benda Bergerak
Dalam membentuk hukum wakaf benda bergerak karena sifatnya,
dapat diberlakukan prinsip umum, yaitu wakaf benda bergerak yang tidak habis
dipakai hukumnya adalah boleh, dan benda bergerak yang habis dipakai hukumnya
tidak boleh. Setiap kaidah memiliki pengecualian (al-mustasnayat). Oleh karena
itu, kaidah tersebut juga memiliki pengecualian.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf telah
diatur mengenai objek wakaf, yakni (1) benda tidak bergerak, dan (2) benda
bergerak. Objek wakaf berupa benda bergerak yang tidak habis karena
dikonsumsi diatur dalam Undang-Undang,
sedangkan objek wakaf berupa benda bergerak yang habis karena dimanfaatkan diatur
dalam peraturan pemerintah.[3]
Dalam peraturan pemerintah ditetapkan bahwa:
1. benda bergerak yang
tidak habis dikonsumsi dapat diwakafkan.
2. benda bergerak yang
habis karena dikonsumsi tidak dapat diwakafkan kecuali air dan bahan bakar
minyak yang persediaannya berkelanjutan.
Dalam penjelasan
peraturan pemerintah ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan air dan bahan bakar
minyak yang persediaannya berkelanjutan tidak termasuk sumber daya air dan sumber minyak. Klausul boleh mewakafkan
air dan bahan bakar minyak karena persediannya berkelanjutan, dan penegasan
yang terdapat dalam penjelasan peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa
sumber daya air dan sumber minyak bukan bagian dari wakaf air dan bahan bakar
minyak, merupakan ketentuan yang menarik ari segi kaidah serta sejarah fikih
wakaf.
Pertama, pengertian wakaf yang disusun oleh ulama dan
dimuat dalam kitab-kitab fikih merujuk kepada sabda Nabi saw. yang menyatakan
bahwa harta pokok harus tertahan (tidak habis karena dipakai) dan yang
disedekahkan adalah hasil atau manfaatnya. Oleh karena itu, syarat wakaf adalah
bahwa objek harus kekal - tidak habis karena dikonsumsi atau dimanfaatkan –
ma’a baqa’ aynihi. Oleh karena itu, secara implisit terdapat produk ijtihad “baru”, seakan-akan
air dan bahan bakar minyak tidak habis sekali pakai karena persediannya
berkelanjutan. Dengan demikian, air dan bahan bakar minyak tetap abadi (tidak
habis sekali pakai) secara hukum, bukan secara fisik.
Kedua, ketentuan yang terdapat dalam penjelasan peraturan
pemerintah yang menetapkan bahwa sumber daya air dan sumber minyak bukan bagian
dari wakaf air dan bahan bakar minyak, juga merupakan terobosan baru. Dalam
sejarah wakaf terdapat peristiwa yang relevan dengan wakaf air, yaitu wakaf sumur
Raumah (bi’r al-rawmah).
Usman Ibn Affan meriwayatkan suatu ketika Nabi saw. tiba di
Madinah tidak mempunyai air bersih sehingga beliau menggunakan sumur Raumah.
Ketika itulah beliau bersabda, “Barang siapa yang membeli sumur Raumah, maka
embernya akan ditempatkan bersama ember umat Islam lainnya dengan dengan
kualitas yang lebih baik di surga”. Usman kemudian berkata, “Sumur itu kubeli
dengan hartaku sendiri ”. Sedangkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa Usman
berkata, “Kekosongan sumur itu untuk kepentingan kaum muslimin”. Dalam riwayat
lain dijelaskan bahwa Nabi saw. bersabda, “Barang siapa mewakafkan (hafara)
sumur Raumah, akan ditempatkan di surrga”. Usman berkata, “Aku mewakafkannya ”.[4]
Contoh wakaf benda
bergerak :
a. Surat berharga;
b. Kendaraan;
c. Air;
d. Bahan bakar minyak;
e. Hak atas kekayaan
intelektual;
C. Wakaf Benda Tidak
Bergerak
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
peundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar. Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah tanaman dan benda lain yang
berkaitan dengan tanah hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]
Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 16 ayat 2, UU No.
41 tahun 2004).
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Perorangan atau badan
hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya (sebagai calon wakif) diharuskan
datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan Ikrar Wakaf
2. Calon wakif sebelum
mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan kepada PPAIW, surat-surat sebagai
berikut :
a. Sertifikat hak milik
atau tanda bukti kepemilikan tanah;
b. Surat Keterangan Kepala
Desa diperkuat oleh Camat setempat mengenai kebenaran pemilikan tanah dan tidak
dalam sengketa;
c. Surat Keterangan
pendaftaran tanah;
d. Ijin
Bupati/Walikotamadya c.q. Sub Direktorat Agraria setempat, hal ini terutama
dalam rangka tata kota atau master plan city.
D. Tujuan Wakaf
Tujuan wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai
dengan fungsinya. Fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
keperntingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf ialah
menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk
kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya
tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya
disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Dalam
sebuah hadits disebutkan yang Artinya: "Apabila anak adam meninggal dunia,
maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya". (HR.Muslim)
Wakaf
dinyatakan sah apabila terpenuhi rukun dan syaratnya apabila terpenuhi rukun
dan syaratnya.
Keutamaan wakaf dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Melalui
wakaf seseorang dapat menumbuhkan sifat zuhud dan melatih seseorang untuk
saling membantu atas kepentingan orang lain.
2. Dapat
menghidupkan lembaga-lembaga sosial keagamaan maupun kemasyarakatan untuk
mengembangkan potensi umat.
3. Menanamkan
kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik
seseorang yang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti
diserahakan sebagaimana halnya zakat.
4. Menyadarkan
seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup. Maka
persiapan itu di antaranya wakaf, sebagai tabung akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
al-Syarbini al-Khatib, Al-‘Iqna
fi Hall al-Alfadz Abi Syuza,(Dar
al-Ihya al-Kutub: Indonesia, t.t)
Drs. H.
Abdul Halim, M.A, Hukum
Perwakafan di Indonesia,(Ciputat:
Ciputat Press, 2005).
Hendi
Suhendi, fiqh
muamalh, PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta, 2010.
Drs. H. Hasanuddin MA,Manajemen
Zakat dan Wakaf,(Pamulang: FIDKOM, 2010), hal. 104
nice info makasih yah
ReplyDeletekabar rusia