Subscribe di sini

Tuesday, 21 April 2020

MACAM MACAM PUASA SUNAT


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
          Puasa dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al- imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan   makan, minum, hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah “ Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.[1]
          Di dalam syariat islam puasa digolongkan menjadi dua yaiti puasa wajib dan sunnah, puasa wajib merupakan salah satu dari rukun islam, yaitu puasa Ramadhan, Selain puasa wajib ada juga puasa sunnah yang diperintahkan Rasullah seperti puasa 6 hari pada  bulan syawwal, puasa pada hari senin dan kamis, puasa ‘arafah,dan Puasa Asyura’ masih banyak lagi
B.     Tujuan penuisan
a.     Memahami keutamaan-keutamaan sunnah
b.    Menjelaskan Macam-macam Puasa Sunnah



C.    Metode penulisan
          Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan buku dan webseat yang bahan nya bersangkutan dengan isi makalah ini.











BAB II
PEMBAHASAN
A.  PUASA SUNAH
          Puasa Sunah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Sabda Nabi Saw,
Artinya:  Sesungguhnya seorang  laki-laki  bertanya  kepada  Rasulullah  Saw,  dia  bertanya:  Ya,  Rasulullah,  terangkan kepadaku  tentang  puasa  yang  difardukan  Allah  atas  diriku.  Rasul  menjawab:  bulan  Ramadlan.  Orang  itu  bertanya  lagi, Adakah puasa yang lain yang diwajikan atas diriku?, Rasul menjawab: Tidak, kecuali engkau mengerjakan puasa tatawu’ (sunah). (HR.Bukhori dan Muslim)
          Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).

B.  Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
A.  Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah R.a ا, ia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ فَقُلْنَا: لا. قَالَ: فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ، ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَر. فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ . فَقَالَ: أَرينيْهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا، فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi SAW menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154).
An Nawawi رحمه الله memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
2.     Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.
3.    Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
4.    Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
          Imam An Nawawi رحمه الله menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.” 
Beliauرحمه الله menjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”   
B.  Macam-macam Puasa Sunah 
1.    Puasa hari Senin dan Kamis.  
          Sabda nabi SAW
   “ Adalah nabi SAW selalu berusaha untuk puasa senin dan kamis”. (HR. Tirmizi).[2]
Artinya:  Rasullullah  pernah  ditanya  tentang  sebab-sebab  disyariatkanya  puasa  Senin-Kamis. Rosulullah  menjawab  dalam  hadits  yang  artinya,  “  Amal-amal  kita  ditunjukan  kepada  Allah  pada setiap hari Senin dan Kamis, oleh karena itu, aku suka ketika amal-amalku ditunjukan kepada Allah, aku sedang puasa,” (HR. Ahmad)

          Dasar Hukum: Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid R.a, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Saw selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis, mana kala beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab:
إِنَّ أَعْمَالَ اْلعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ
“Sesungguhnya amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis."

2.    Puasa selama 6 hari pada bulan Syawal 
          puasa sunnah 6 hari di bulan syawal (puasa syawal) adalah puasa sunnah yang dianjurkan oleh rasulullah saw, sebagai penyempurna ibadah puasa ramadan. bila dikerjakan maka nilai pahalanya sama dengan (berpuasa sepanjang tahun.
          Sebagai dasar hukum dari puasa sunnah 6 hari di bulan syawal adalah berdasarkan hadits Rasulullah Saw, dari Abu Ayyub Ra, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
 Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, berarti dia telah berpuasa selama setahun.”(Hr. Muslim)[3]
Rasulullah Saw biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya allah sama dengan yang berturut-turut.
          namun, menurut pendapat beberapa ulama termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal

3.    Puasa hari Arafah (9 Zulhijjah atau sebelum Idul Adha)
          Puasa Arafah adalah puasa yang  jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Arafah dinamakan demikian karena saat itu jamaah haji sedang wukuf di terik matahari di padang Arafah. Puasa Arafah ini dianjurkan bagi mereka yang tidak berhaji. Sedangkan yang berhaji tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai hari Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ
هَؤُلاَءِ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ 
 Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)
          Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arofah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arofah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arofah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif, 482)
          Mengenai keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam hadits Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
 أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
 Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
          Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah adalah di antara jalan untuk mendapatkan pengampunan di hari Arafah. Hanya sehari puasa, bisa mendapatkan pengampunan dosa untuk dua tahun. Luar biasa fadhilahnya ...
Hari Arafah pun merupakan waktu mustajabnya do’a s ebagaimana disebutkan dalam hadits,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى 
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Praktik  Puasa  Arafah bisa  diikuti  dengan  Puasa  Tarwiyah.  Jadi  pada  tanggal  8  Zulhijjah,  berpuasa Tarwiyah disambung dengan puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah. 
  
4.    Puasa hari Asyura ( tanggal 10 Muharam)
          Pada Muharram,  awal tahun baru hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa hadis, terdapat anjuran dari pada Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).
          Suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka pun menjelaskan bahawa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah menolong Nabi Musa as bersama kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya. Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun menyatakan bahawa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa as. Setelah itu, baginda pun menganjurkan kepada kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.
لَهُمْ فَقَالَ عَاشُورَاءَ يَوْمَ صِيَامًا الْيَهُودَ فَوَجَ دَ الْمَدِينَةَ قَدِمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ
مُوسَى فِيهِ اللَّهُ أَنْجَى عَظِيمٌ يَوْمٌ هَذَا فَقَالُوا تَصُومُونَهُ الَّذِي الْيَوْمُ مَا هَذَا وَسَلَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ وَقَوْمَه
بِصِيَامِهِ وَأَمَرَ  وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ فَصَامَهُ مِنْكُمْ بِمُوسَىوَأَوْلَىأَحَقُّفَنَحْنُ
          Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Firaun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur sehingga kami pun berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah SAW pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim)
          Adapun fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa agar sesiapa yang berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu tahun yang telah berlalu.



وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)

5.    Puasa pada bulan Sya’ban
          Bulan Sya'ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban. Namun tak ada kejelasan, tepatnya berapa hari yang disunnakan berpuasa.
          Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”
          Dalam sebuah riwayat dikatakan, “Beliau berpuasa di seluruh bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja beliau tidak berpuasa.” (Muttafaq Alaihi).
Riwayat Ibn Hibban, al-Bazzar dan lain-lain). Al-Albani mensahihkan “Allah melihat kepada hamba-hambaNya pada malam nisfu Sya'ban, maka Dia ampuni semua hamba-hambaNya kecuali musyrik (orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang benci membenci)".(hadith ini dalam Silsilah al-Ahadith al-Sahihah. (jilid 3, .m.s. 135, cetakan: Maktabah al-Ma`arf, Riyadh).
          Itulah kebiasaan yang kerap dilakukan Rasulullah SAW pada Sya’ban. Beliau mengisi hari-harinya pada bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunah demi mengharap rida Allah SWT.

6.    Puasa Hari Abyadh (puasa setiap tanggal 13,14 dan 15 bulan Qomariyah)
          Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.

7.    Puasa Dawud ( sehari puasa sehari buka)
          Hal ini di dasarkan kepada hadits Nabi SAW:
Artinya:”Puasa yang paling dicintai Allah SWT adalah puasa Dawud Dan Shalat yang paling dicintai Allah adalah Shalat Nabi , biasanya Dia tidur sampai pertengahan malam lalu bangun spertiganya dan tidur lagi seperenam malamnya.Beliau biasanya puasa sehari dan berbuka sehari”, (HR. Bukhari)[4]










BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
          Puasa mempunyai kedudukan yang tinggi, karena disamping sebagai ibadah wajib yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga mengandung banyak hikmah yang berkaitan dengan rohani dan jasmani. Hanyalah Allah yang mampu menghitung secara pasti berapa banyak fadlilah dan pahala puasa sunnah; dari sini, Allah berkenan menyandarkan ibadah puasa untuk diri-Nya sendiri, bukan yang lain.

B.  Saran
Kita sebagai seorang mukmin selain menunaikan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, kita seharusnya melaksanakan puasa-puasa sunnah sama seperti yany dikerjakan oleh Rosulullah, karena dalam puasa-puasa sunnah tersebut terdapat banyak sekali faidah-faidah/keutamaan-keutamaan jika kita dapat melaksanakannya. Maka dari itu kita selaku orang mukmin hendaknya berusaha untuk melaksanakan puasa-puasa sunnah tersebut
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan orang yang mendengarkannya. Tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, maka dari itu kamu akan menerima kritikan-kritikan atau saran-saran para pembaca maupun pendengar demi kesempurnaan makalah kami ini.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Helmi. Fiqih Ibadah, Pekanbaru: Suska press. 2010
Ridwan hasa, Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia bandung. 2009






                [1] Hasan Ridwan, Fiqih Ibadah, (bandung: Pustaka Setia: Bandung, 2009) hlm. 235.
                [2] Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hlm.104
                [3] Ibid, hlm.104
                [4] Helmi Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska press, 2010) hlm.105.

1 comment:

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...