BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa
dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara
terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk
maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan makan, minum,
hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah “
Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa
membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan
mengharap ridha Allah SWT.[1]
Di
dalam syariat islam puasa digolongkan menjadi dua yaiti puasa wajib dan
sunnah, puasa wajib merupakan
salah satu dari rukun islam, yaitu puasa Ramadhan, Selain puasa wajib
ada juga puasa sunnah yang diperintahkan Rasullah seperti puasa 6 hari
pada bulan syawwal, puasa pada hari senin dan kamis, puasa
‘arafah,dan Puasa Asyura’ masih banyak lagi
B. Tujuan
penuisan
a. Memahami keutamaan-keutamaan
sunnah
b. Menjelaskan Macam-macam Puasa Sunnah
C. Metode
penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode
kepustakaan buku dan webseat yang bahan nya bersangkutan dengan isi makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PUASA SUNAH
Puasa Sunah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan
mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Sabda Nabi Saw,
Artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw, dia bertanya: Ya, Rasulullah, terangkan
kepadaku tentang puasa yang difardukan Allah atas diriku. Rasul menjawab: bulan Ramadlan. Orang itu bertanya lagi,
Adakah puasa yang lain yang diwajikan atas diriku?, Rasul menjawab: Tidak,
kecuali engkau mengerjakan puasa tatawu’ (sunah). (HR.Bukhori dan
Muslim)
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi
kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan
derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun al
muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan
cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, “Hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran
yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk
memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia
memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).
B. Ketentuan
dalam Melakukan Puasa Sunnah
A. Boleh
berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama
tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka
niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah R.a ا, ia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ
شَيْءٌ ؟ فَقُلْنَا: لا. قَالَ: فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ، ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا
آخَر. فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ . فَقَالَ: أَرينيْهِ،
فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا، فَأَكَلَ.
“Pada suatu
hari, Nabi SAW menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai
makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan
berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari
yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa
Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun
berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR.
Muslim no. 1154).
An Nawawi رحمه
الله memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab:
Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal
(bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun
tanpa udzur. ”
2. Boleh
menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah
diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin
memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat
dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi
mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk
tetap menyempurnakan puasa tersebut.
3. Seorang
istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan
seizin suaminya.
4. Dari
Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ
وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192
dan Muslim no. 1026)
Imam
An Nawawi رحمه الله menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut
adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang
dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan
oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki
hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib
ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang
dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang
sebenarnya bisa diakhirkan.”
Beliauرحمه الله menjelaskan pula, “Adapun jika si
suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di
sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
B. Macam-macam Puasa Sunah
1.
Puasa
hari Senin dan Kamis.
Sabda
nabi SAW
“ Adalah nabi SAW
selalu berusaha untuk puasa senin dan kamis”. (HR. Tirmizi).[2]
Artinya: Rasullullah pernah ditanya tentang sebab-sebab disyariatkanya puasa Senin-Kamis.
Rosulullah menjawab dalam hadits yang artinya, “ Amal-amal kita ditunjukan kepada Allah pada
setiap hari Senin dan Kamis, oleh karena itu, aku suka ketika amal-amalku
ditunjukan kepada Allah, aku sedang puasa,” (HR. Ahmad)
Dasar Hukum: Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid R.a,
dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Saw selalu berpuasa pada hari
Senin dan Kamis, mana kala beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau
menjawab:
إِنَّ أَعْمَالَ
اْلعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ
“Sesungguhnya
amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis."
2.
Puasa
selama 6 hari pada bulan Syawal
puasa sunnah 6 hari di bulan syawal (puasa syawal) adalah
puasa sunnah yang dianjurkan oleh rasulullah saw, sebagai penyempurna ibadah
puasa ramadan. bila dikerjakan maka nilai pahalanya sama dengan (berpuasa
sepanjang tahun.
Sebagai dasar hukum dari puasa sunnah 6 hari di bulan
syawal adalah berdasarkan hadits Rasulullah Saw, dari Abu Ayyub Ra, bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa 6 hari di
bulan Syawal, berarti dia telah berpuasa selama setahun.”(Hr. Muslim)[3]
Rasulullah Saw biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian ulama memperbolehkan tidak harus
berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya allah sama dengan yang
berturut-turut.
namun, menurut pendapat beberapa ulama termasuk Syaikh
Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan
sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak menunda-nunda amal yang
bisa menyebabkan tidak jadi beramal
3.
Puasa
hari Arafah (9 Zulhijjah atau sebelum Idul Adha)
Puasa Arafah adalah puasa yang jatuh pada tanggal 9
Dzulhijjah. Puasa Arafah dinamakan demikian karena saat itu jamaah haji sedang
wukuf di terik matahari di padang Arafah. Puasa Arafah ini dianjurkan bagi
mereka yang tidak berhaji. Sedangkan yang berhaji tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai hari
Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ يَوْمِ
عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ مَا
مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ
هَؤُلاَءِ فَيَقُولُ
مَا أَرَادَ
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan
seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan
menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa
yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arofah adalah
hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa
saja yang sedang wukuf di Arofah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak
melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arofah –yaitu hari Idul
Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang
melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan
pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif,
482)
Mengenai keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam hadits
Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَعْدَهُ وَصِيَامُ
يَوْمِ عَاشُورَاءَ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang
lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa
setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah adalah di antara jalan
untuk mendapatkan pengampunan di hari Arafah. Hanya sehari puasa, bisa
mendapatkan pengampunan dosa untuk dua tahun. Luar biasa fadhilahnya ...
Hari Arafah
pun merupakan waktu mustajabnya do’a s ebagaimana disebutkan dalam hadits,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا
وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik
do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula
diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu
laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir
(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang
menguasai segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Praktik Puasa Arafah
bisa diikuti dengan Puasa Tarwiyah. Jadi pada tanggal 8 Zulhijjah, berpuasa
Tarwiyah disambung dengan puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah.
4.
Puasa
hari Asyura ( tanggal 10 Muharam)
Pada
Muharram, awal tahun baru hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa
hadis, terdapat anjuran dari pada Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk
berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram
biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).
Suatu
ketika Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari
’Asyuura. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka
pun menjelaskan bahawa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah
menolong Nabi Musa as bersama kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya.
Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan
kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun
menyatakan bahawa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam
mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa as. Setelah itu, baginda pun
menganjurkan kepada kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.
لَهُمْ فَقَالَ عَاشُورَاءَ
يَوْمَ صِيَامًا الْيَهُودَ فَوَجَ دَ الْمَدِينَةَ قَدِمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ
صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ
مُوسَى فِيهِ اللَّهُ
أَنْجَى عَظِيمٌ يَوْمٌ هَذَا فَقَالُوا تَصُومُونَهُ الَّذِي الْيَوْمُ مَا هَذَا وَسَلَّمَ
اللَّهُ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ وَقَوْمَه
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ وَقَوْمَه
بِصِيَامِهِ وَأَمَرَ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ فَصَامَهُ مِنْكُمْ بِمُوسَىوَأَوْلَىأَحَقُّفَنَحْنُ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati
kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Hari
apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab:
”Ini adalah hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta
menenggelamkan Firaun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai
ungkapan syukur sehingga kami pun berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda:
”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi).
Maka Rasulullah SAW pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR
Muslim)
Adapun
fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa
agar sesiapa yang berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu
tahun yang telah berlalu.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW
bersabda: ”Puasa hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar
menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR
Muslim)
5.
Puasa
pada bulan Sya’ban
Bulan Sya'ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw
melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak
melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban. Namun tak ada kejelasan,
tepatnya berapa hari yang disunnah kan berpuasa.
Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah
berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Sungguh
beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”
Dalam sebuah riwayat dikatakan, “Beliau berpuasa di
seluruh bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja beliau tidak berpuasa.”
(Muttafaq Alaihi).
Riwayat Ibn
Hibban, al-Bazzar dan lain-lain). Al-Albani mensahihkan “Allah melihat
kepada hamba-hambaNya pada malam nisfu Sya'ban, maka Dia ampuni semua
hamba-hambaNya kecuali musyrik (orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang
benci membenci)".(hadith ini dalam Silsilah al-Ahadith al-Sahihah.
(jilid 3, .m.s. 135, cetakan: Maktabah al-Ma`arf, Riyadh).
Itulah kebiasaan yang kerap dilakukan Rasulullah SAW pada
Sya’ban. Beliau mengisi hari-harinya pada bulan Sya’ban dengan memperbanyak
puasa sunah demi mengharap rida Allah SWT.
6.
Puasa
Hari Abyadh (puasa setiap tanggal 13,14 dan 15 bulan Qomariyah)
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih
(Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah
benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih
adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
7.
Puasa Dawud (
sehari puasa sehari buka)
Hal
ini di dasarkan kepada hadits Nabi SAW:
Artinya:”Puasa yang paling dicintai
Allah SWT adalah puasa Dawud Dan Shalat yang paling dicintai Allah adalah
Shalat Nabi , biasanya Dia tidur sampai pertengahan malam lalu bangun
spertiganya dan tidur lagi seperenam malamnya.Beliau biasanya puasa sehari dan
berbuka sehari”, (HR. Bukhari)[4]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puasa
mempunyai kedudukan yang tinggi, karena disamping sebagai ibadah wajib yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga mengandung banyak hikmah yang berkaitan
dengan rohani dan jasmani. Hanyalah Allah yang mampu menghitung secara pasti
berapa banyak fadlilah dan pahala puasa sunnah; dari sini, Allah berkenan
menyandarkan ibadah puasa untuk diri-Nya sendiri, bukan yang lain.
B. Saran
Kita sebagai seorang
mukmin selain menunaikan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, kita seharusnya
melaksanakan puasa-puasa sunnah sama seperti yany dikerjakan oleh Rosulullah,
karena dalam puasa-puasa sunnah tersebut terdapat banyak sekali faidah-faidah/keutamaan-keutamaan
jika kita dapat melaksanakannya. Maka dari itu kita selaku orang mukmin
hendaknya berusaha untuk melaksanakan puasa-puasa sunnah tersebut
Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan orang yang mendengarkannya. Tentunya
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, maka dari
itu kamu akan menerima kritikan-kritikan atau saran-saran para pembaca maupun
pendengar demi kesempurnaan makalah kami ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Basri, Helmi. Fiqih
Ibadah, Pekanbaru: Suska press. 2010
Ridwan hasa, Fiqih Ibadah. Bandung:
Pustaka Setia bandung. 2009
ijin copy yah kak makasih
ReplyDeletestreaming global tv