Subscribe di sini

Tuesday, 21 April 2020

DAULAH UMAYYAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
          Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij .
          Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya, Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik, yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan.  Tahun tersebut dalam sejarah dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam.  Dengan demikian, maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang bersifat demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang bersifat keturunan.
B.   Rumusan masalah
1.     Bagaimana sejarah Daulah Umayyah  ?
2.     Jelaskan Munculnya Daulah Umayyah ?
3.     Sebut dan Jelaskan Periodesasi ?

C.   Tujuan Penulisan
1.     Mengetahui Bagaimana sejarah Daulah Umayyah
2.     Mengetahui  Jelaskan Munculnya Daulah Umayyah
3.     Mengetahui Bagaimana  sejarah pada periode-periode tertentu











BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Daulah Umayyah
          Daulah Umayyah adalah negara Islam yang memiliki sejarah besar dan pengaruh yang luas dalam penyebaran agama Islam. Daulah ini berhasil mempersatukan wilayah dari Cina hingga Prancis bagian Selatan di bawah satu naungan kekhalifahan Islam, Kekhalifahan Bani Umayyah.[1]
          Masa ini adalah masa keemasan Islam, masa dimana generasi terbaik Islam hidup bahkan di antara mereka menduduki kursi pemerintahan. Masa ini adalah masa dimana para sahabat Nabi masih hadir membimbing umat. Masa ini adalah masa berkumpulnya tiga generasi terbaik; sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
          Dari negeri-negeri taklukkan, Daulah Umayyah lahirlah putra-putra terbaik Islam semisal Imam Bukhari, Muslim, an-Nasa-i, Tirmidzi, Ibnu Khaldun, ath-Thabari, adz-Dzahabi, dan tokoh-tokoh lainnya.[2]
          Semestinya hal ini cukup membuat orang-orang setelah mereka memuji mereka dan mendoakan kebaikan untuk mereka atas jasa yang telah mereka usahakan untuk Islam dan kaum muslimin.
          Wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang dari sebagian wilayah Cina hingga  Selatan Prancis. Artinya, Bani Umayyah telah menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan dunia.
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang dari sebagian wilayah Cina hingga Selatan Prancis. Artinya, Bani Umayyah telah menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan dunia.
Namun, orang-orang lebih pandai melihat cela kemudian jasa-jasa besar itu pun seolah-olah tiada artinya. Beberapa kejadian buruk di masa pemerintahan inilah yang selalu diangkat dan diulang-ulang, terutama oleh kalangan musuh-musuh Islam. Sehingga hal itu cukup berpengaruh di sebagian umat Islam.

B.   Munculnya Daulah Umayyah
          Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H dengan penyerahan kekuasaan oleh cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali, kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Al-Hasan radhiallahu ‘anhu melakukan hal itu untuk menjaga persatuan dan terjaganya darah kaum muslimin setelah sebelumnya terjadi perpecahan.[3]
          Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar fitnah perpecahan terpojok dan membuat cita-cita mereka pupus. Karena mereka hanya menginginkan kejelekan untuk umat Islam. Mereka menginginkan peperangan dan perpecahan umat ini terus berlangsung.
          Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah menunjukkan bahwa berdirinya kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti memberontak dan lain sebagainya.[4]

C.   Periodesasi
          Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada masa pemerintahan dua khalifah, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah. Proses tersebut berlangsung dari tahun 41 H sampai 64 H.[5]
          Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung antara tahun 64 H sampai 86 H, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ini terjadi pemberontakan terhadap penguasa dan peperangan sesama umat Islam.
          Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya dengan periode Muawiyah dan Yazid. Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H. Yaitu pada masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, dan Hisyam bin Abdul Malik.
          Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani Umayyah terjadi antara tahun 125 H hingga 132 H. Pada masa ini banyak terdapat khalifah dalam satu negara.
          Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua fase, antara tahun 41–64 H dan 86–125 H. Begitu pula masa kemundurannya terbagi menjadi dua fase, antara tahun 64–86 H (tidak sampai menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125–132 H ditandai dengan runtuhnya kekhalifahan.

1.     Khalifah Muawiayah bin Abi Sufyan
          Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu memeluk Islam pada tahun 7 H. Ia adalah saudara ipar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena istri Nabi, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, merupakan saudari dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran dan periwayat hadits-hadits Nabi. Dari sini kita bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah adalah mereka yang menghendaki batalnya apa yang diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran dan hadits.[6]
          Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan. Tidak heran sedari zaman Rasulullah hingga zaman Utsman bin Affan, ia diberikan amanat yang besar. Rasulullah mengamanitinya sebagai penulis wahyu, Umar dan Utsman menjadikannya sebagai gubernur Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik dibanding Muawiyah, jika dibandingkan dengan masa setelahnya. Adapun jika dibandingkan dengan masa Abu Bakar dan Umar, barulah terlihat ada penguasa yang lebih utama”. (Minhajussunnah, 6: 232). Demikian juga pendapat ahli sejarah semisal al-Ya’qubi dan al-Mas’udi.

2.     Khalifah Yazid bin Muawiyah
          Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu wafat, putranya Yazid menggantikan kedudukannya sebagai khalifah. Muawiyah memilih Yazid karena menurutnya pengangkatan Yazid akan meredam gejolak dan fitnah. Ia menyadari di saat itu ada orang-orang yang utama semisal Husein bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, dll. Namun memilih mereka dikhawatirkan akan terjadi pemberontakan dari kalangan Bani Umayyah yang memiliki kekuatan di saat itu.[7]

          Singkat cerita, pengangkatan Yazid memang dipandang kontroversial namun kenyataannya tidaklah seperti penilaian orang-orang pada saat ini. Mari kita serahkan penilaian terhadap Yazid kepada seseorang yang shaleh yang hidup sezaman dengan Yazid, bukan kepada orang-orang yang hidup setelah Yazid dan diperparah seandainya mereka bukan orang yang shaleh. Penilaian itu kita serahkan kepada salah seorang anak Ali bin Abi Thalib, saudara beda ibu dari Hasan dan Husein, dan ulama di masa tabi’in, yakni Muhammad al-Hanafiyah.
          Ibnu Muthi` berkata kepada Muhammad al-Hanafiyah, “Sesungguhnya Yazid itu meminum khamr dan meninggalkan shalat”. Ia mengajak Muhammad al-Hanafiyah untuk memberontak kepada Yazid. Lalu Muhammad al-Hanafiyah menjawab, “Aku tidak melihat pada dirinya seperti apa yang kalian katakan. Aku datang di majlisnya dan tinggal bersamanya, kulihat ia adalah seorang yang tekun dalam shalat, semangat mengerjakan kebaikan, bertanya tentang fikih, dan memegang erat sunnah”.
          Ibnu Muthi’ dan orang-orang yang bersamanya menjawab, “Hal itu ia buat-buat dihadapanmu”. Muhammad menjawab, “Apa yang ia takutkan dan harapkan dariku? Apakah kalian bisa memperlihatkan kepadaku apa yang kalian katakana terhadapnya?” Tantang Muhammad al-Hanafiyah.
          Mereka menjawab, “Sesungguhnya kabar yang kami dengar itu bagi kami adalah kenyataan, walaupun kami belum pernah melihatnya”. Kata Muhammad, “Demi Allah, penilaian seperti itu hanyalah hak bagi orang-orang yang benar-benar melihatnya.” (Huqbah min at-Tarikh, Hal: 138-139).
          Syaikh Utsman al-Khomis mengatakan, “Kefasikan yang dinisbatkan kepada pribadi Yazid seperti meminum khamr, mempermainkan hukum, kejal, dll. Tidaklah bersumber dari berita yang shahih” (Huqbah min at-Tarikh, Hal: 139). Berita-berita demikian dibuat-buat oleh orang-orang yang membenci Yazid lalu kemudian menjadi santapan para orientalis untuk menyerang bobroknya kekhalifahan Islam, meskipun masanya tidak jauh dari zaman Nabi. Sangat disayangkan hal ini ditelah mentah-mentah oleh generasi Islam yang belakangan.
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
          Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam merebutkan kekuasaan dan kedudukan
          Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terjadi sejak zaman khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa diempat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia






DAFTAR PUSTAKA

Al-Khomis, Utsman bin Muhammad. Huqbah min at-Tarikh. 1999. Iskandariyah: Dar al-Iman.
ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. ad-Daulah al-Umayyah. 2008. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Ali, K, Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, dari buku asli   A Study of Islamic History, diterjemahkan oleh Ghufron Aa,. Mas’adi, Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Amin, Ahmad, Dhuha Islam, Kairo: Maktabah Al-Nahda,1972.
Al-Harwy, Abd, al-Sami Salim, Lugha al-Idarah, t.tp: al-Haiah al-Misrishriyah, 1986.
Al-Hisyam, Sejarah Kebudayaan Islam, Cet.IV; Jakarta: Bulan Bintang, 199


                [1] Ahmad Amin, Dhuha Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nahda,1972), h. 255
                [2] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Cet. I; Bandung: Angkasa, 1988),h. 15.
                [3]  Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 45.
                [4] K. Ali, Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, dari buku asli A Study of Islamic History, diterjemahkan oleh Ghufron Aa,. Mas’adi, (Cet. !V; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 284.
                [5] al-Hisyam, Sejarah Kebudayaan Islam, (Cet.IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 196.
                [6]  Abd, al-Sami Salim al-Harwy, Lugha al-Idarah, (t.tp: al-Haiah al-Misrishriyah, 1986), h. 256.
                [7] Muhammad Jalal al-Syaraf & Ali abdul Muthy, al-fikr al-Siyasi fi al-Islam, (Iskandariah: Dar al-Jama’ah al-Mashriyah, 1978), h. 148.

2 comments:

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...