BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Fiqih
Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling terkenal atau dikenal
oleh masyarakat. Ini terjadi karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan
masyarakat, dan itu terjadi dari sejak lahir sampai dengana meninggal dunia,
manusia itu selalu berhubungan dengan Fiqih.
Karena
sifat dan fungsinya yang demikian itu maka fiqih dikategorikan sebagai ilmu
al-hal. Ilmu al-hal yaitu Ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan
manusia, dan juga termasuk ilmu yang wajib dipelajari oleh manusia, karena
dengan Ilmu itu pula seseorang baru bisa atau seseorang baru dapat melaksanakan
kewajibannya mengabdi kepada Allah SWT melalui ibadah seperti dalam
melaksanakan sholat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
Fiqih
selalu menyertai seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari mulai dari bangun
tidur hingga tidur kembali dan selalu menyertai semua kegiatan seorang muslim.
Jadi fiqih mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam islam terutama dalam
mengarahkan apa dan bagaimana seorang muslim bertindak dan melakukan
kegiatannya dalam kehidupan sehari-hari.
Secara
sederhana, fiqih bisa dipahami sebagai hasil dari pemikiran manusia tentang
sesuatu hal yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa fiqih merupakan penjabaran yang lebih
rinci dari tentang syari’at untuk
memudahkan dalam mengamalkan syari;at. Adapun ruang lingkup yang dikaji fiqih
meliputi hubungan manusia dengan Allah SWT yang biasa disebut dengan ibadah dan
hubungan manusia ddengan sesamanya atau yang biasa disebut dengan mu’amalah.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah digunakan untukk membatai pembahasan materi yang dibahas dalam
pembuatan makalah ini. Adapun yang dipakai penulis dalam penyusunan makalah ini
adalah:
1.
Apa yang dimaksud fiqih dalam ilmu
fiqih?
2.
Bagaiman makna fiq menurut ilmu fiq ?
3.
Siapa yang mencetus ilmu fiq ?
4.
Bagaimana Hubungan Ilmu Fiqih dengan
ilmu Ushul Fiqih
C.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk Mengetahui dimaksud fiqih dalam
ilmu fiqih
2.
Untuk Mengetahui Bagaiman makna fiq menurut ilmu fiq
3.
Untuk Mengetahui Siapa yang mencetus ilmu fiq
4.
Untuk Memahami Hubungan Ilmu Fiqih
dengan ilmu Ushul Fiqih
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqih
Kata Fiqih dalam al-Qur’an disebut sebanyak 20 kali dalam bentuk kata
kerja (fi’il) dan berbagai derefiasinya[1].
Fiqih menurut bahasa artinya pengetahuan dan pemahaman yang
mendalam (تفهم )[2],
sebagaimana firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad saw, yaitu :
1. Al-qur’an : surat al-taubah : 122
فلو
لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama.”
2. Al-hadits, HR. Bukhori sebagai berikut
من
يرد الله خيرا يفقهه في الدين
“jika allah menginginkan suatu
kebaikan bagi seseorang , dia akan memberikan suatu pemahaman keagamaan (yang
mendalam) kepadanya
B.
Makna
Fiq Menurut Ilmu Fiq dan Pembahagiannya
Pada pokoknya yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqih adalah perbuatan
mukalaf dilihat dari sudut hukum syara’.perbuatan tersebut dapat dikelompokan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Ibadah
Bagian ibadah mencakup segala persoalan yang pada
pokokny aberkaitan dengan urusan akhirat. Artinya segala perbuatan yang
dilakukan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti shalat,
zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
2. Mu’amalah
Bagian mu’amalah yang mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan harta seperti, seperti jual-beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, amanah, dan harta peninggalan. pada bagian ini juga dimasukan
persoalan munakahah dan siyasah
3. ‘Uqubah
Bagian ‘uqubah yang mencakup segala persoalan yang
berkaitan dengan tindak pidana seperti pembunuhan, pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan lain-lain. Bagian ini juga membicarakan hukuman-hukuman,
seperti qisas, had, diyat, dan ta’zir.[3]
Definisi fikih, menurut para Uama
Ushul Fikih, adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Islam yang bersifat
amali-amalan melalui dalil-dalinya yang bersifat terperinci.
Para Ulama Fikih sendiri
mendefinisikan bahwa fikih sebagai sekumpulan hukum amaliah –sifatnya akan
diamalkan- yang disyariaatkan dalam Islam.
Para Ulama membagi hukum Fikih menjadi delapan, yaitu :
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah swt
: shalat, wudhu, puasa, haji.
2. Hukum yang berkaitan dengan permasalahan keluarga :
nikah, talak, keturunan, waris, dsb.
3. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar sesama
manusia yang berkaitan dengan harta, disebut juga : Muamalah.
4. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan
pidana : Jinayah.
5. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan
sengketa antara sesame manusia : Ahkam Al-Qadha.
6. Hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan
warganya adalah : Ahkam As-Sylthaniyah atau Siyasah Asy-Syar’iyah.
7. Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dalam
keadaan perang dan damai adalah : Al-Huquq Ad-Dhauliyah.
8. Hukum yang berkaitan dengan akhlak baik dan buruk
adalah : Adab.
Fiqih
menurut bahasa bermakna faham atau tahu. Sementara secara istilah, makna fikih
mengalami perubahan secara berangsur-angsur dalam tiga periode :
1.
Periode
pertama : Fiqih bermakna pemahaman terhadap semua ilmu agama tanpa klasifikasi
apapun, dalam kata lain segala hal yang mencangkup segmentasi dalam agama
seperti aqidah, ibadah, fadail a’mal dan muamalat menjadi cangkupan dalam
definisi fiqih. Hal ini berlaku dalam periode risalah atau ketika diutusnya
Rasulullah hingga kepada era sahabat.
2.
Periode
kedua : fiqih secara istilah bermakna hukum syar’i yang berkaitan dengan
amaliyah selain aqidah. Paham definisi ini berlaku sepanjang pertengahan abad
kedua hijriah. Dalam hal ini, disiplin ilmu akhlaq ataupun tasawwuf termasuk
dalam lingkup definisi fiqih.
3.
Periode
ketiga : dalam era ini fiqih bermakna segala hukum yang berkaitan dengan ibadah
dan muamalat tanpa segmen yang lain. definisi ini berlaku sejak era kebangkitan
Ijtihad. Maka sebagian ulama usul mendefinisikan istilah fiqih sebagai : ilmu
yang berfungsi untuk mengetahui hukum syar’i bagi mukallaf dengan kategori 5
hukum. Imam Syafi’i Rahimahullah mendefinisikan Fiqih dengan : ilmu tentang
hukum-hukum syar’iyah amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang tafsil
(terperinci/jelas).
Sementara
kata madzhab berasal dari bahasa Arab yaitu ism makan atau kata keterangan tempat, diambil dari kata dzahaba
yang artinya pergi. Maka, madzhab secara bahasa artinya tempat pergi atau
jalan.
Secara
istilah dalam ushul fiqih, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang
berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syar’I yang rinci serta
dari berbagai kaidah dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut,
yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
C.
Tokoh-Tokoh
Yang mencetuskan Ilmu Fiqih
ILMU
hadis dan ilmu fiqih merupakan dua cabang ilmu yang penting dalam Islam. Meski
seakan berbeda, sesungguhnya di masa lalu kedua cabang ilmu itu justru berada
di dalam rahim yang sama.
Para
tokoh atau ulama dalam ilmu hadis ternyata justru merupakan tokoh dalam ilmu
fiqih. Bahkan para mujtahid mutlak mustaqil pendiri mazhab-mazhab besar yang
mukamat, sejatinya mereka justru merupakan tokoh-tokoh utama dalam meletakkan
dasar-dasar ilmu hadis.[4]
Banyak
sekali tokoh ilmu fiqih yang juga pada saat yang sama merupakan tokoh ilmu
hadis. Berikut ini ulasan tentang mereka:
1.
Imam Malik
Al-Imam Malik (w. 179 )
adalah mujtahid mutlak mustaqil, pendiri mazhab fiqih muktamad Maliki. Namun
beliau juga ulama senior yang mendapat julukan sebagai imam ahli hadis, sebagai
tandingan dari mazhab satunya Hanafi yang lebih dikenal sebagai mazhab ahli
ra’yi.
Dalam bidang hadis, beliau
terbilang ulama yang pertama kali menulis kitab hadis, jauh sebelum masa
penulis kutubus-sittah menuliskan karya mereka. Kitab hadis yang lahir dari
tangan beliau adalah Al-Muwwaththa’. Kitab ini dianggap sebagai kitab tershahih
di zamannya. Kitab ini telah diakui dan disepakati keshahihannya oleh
setidaknya 70 ulama Madinah di zamannya.
Kitab Al-Muwaththa’ inilah yang
dihafal oleh Asy-syafi’i sejak masa kecilnya. Dan kitab ini pula yang
dimintakan oleh Khalifah Harus Ar-Rasyid untuk dijadikan kitab standar resmi
yang diberlakukan di seluruh dunia Islam.
2.
Al-Imam Asy-Syafi’i
Al-Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) adalah
ulama yang ahli di bidang ilmu fiqih, ushul fiqih dan juga ilmu hadis, juga
bahasa Arab dan sastranya. Beliau adalah satu dari empat pendiri mazhab
muktamad yang bertahan selama 14 abad dan merupakan mazhab terbesar pengikutnya
di seluruh dunia hingga hari ini.
Dalam masalah hadis, sejak usia 12
tahun Beliau sudah hafal di luar kepala kitab Al-Muwathta’ yang disusun oleh
Al-Imam Malik (w. 179 H). Dalam bidang hadis, meski tidak menulis kitab hadis
sendiri, namun justru beliau menulis dasar-dasar ilmu hadis di dalam kitab
Ar-Risalah, yang sebenarnya menjelaskan ilmu ushul fiqih. Dan karena ilmu hadis
merupakan bagian dari pembahasan ushul fiqih, maka pembahasan tentang ilmu
hadis pun tidak luput di dalamnya.
Syeikh
Abdullah As-Sa’d dalam masalah ini berkata, “Orang yang pertama kali menulis
tentang ilmu musthalah hadis adalah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah. Apa yang
beliau tulis di dalam kitab Ar-Risalah, meskipun beliau tulis dalam rangka
menjelaskan ilmu ushul fiqih, tetapi salah satu bagian dari ilmu ushul fiqih
adalah ilmu ushul hadis. Beliau banyak sekali menyebutkan kaidah-kaidah dalam
ilmu musthalah hadis.”[5]
Muhammad
bin Hasan Asy-Syaibani (w. 189 H), salah satu murid dari dua murid Abu Hanifah
(w. 150 H) yang terkenal pernah memberi komentar tentang sosok Al-Imam
Asy-Syafi’i dalam bidang ilmu hadis
“Apabila para ahli hadis berbicara pada
suatu hari, pastilah itu lewat lisan Asy-Syafi’i, maksudnya mengutip apa yang
ada dalam kitab-kitabnya.”
Salah
satu kitab beliau yang juga sangat penting dipahami oleh para pembelajar ilmu
hadis adalah Ikhtilaful Hadis. Kitab yang membahas bagaimana cara kita
menyimpulkan masalah apabila ada terdapat hadis-hadis yang sama-sama shahih
namun secara lahiriyah nampak bertentangan.
3.
Imam Ahmad bin Hanbal
Al-Imam Ahmad bin Hanbal (w.
241 H) adalah seorang ahli hadis dan juga sekaligus ahli fiqih yang levelnya
mencapai derajat muhtahid mutlaq mustaqil. Beliau lahir di Marw (saat ini
bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad,
Irak. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah. Lengkapnya lagi, Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin
Asad Al Marwazi Al Baghdadi.
Di
bidang ilmu hadis, beliau mendapatkan pujian khusus dari gurunya, Al-Imam
Asy-syafi’i . “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadis, Imam
dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al-Quran, Imam dalam kefaqiran, Imam
dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah.”
Dalam
hal ilmu hadis, Imam ahmad memang sangat menonjol, bahkan sampai ada yang
mengatakan bahwa beliau bukan ahli fiqih tetapi sekedar ahli hadis saja. Namun
hal itu ditampik oleh Ibnu ‘Aqil Al-Hanbali (w. 513 H) dengan pernyataannya,
“Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang jahil yang
mengatakan, ‘Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadis saja. Ini adalah
puncaknya kejahilan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang
didasarkan pada hadis yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia
lebih unggul dari seniornya”.
Dan
bahwa beliau bukan sekedar ahli hadis saja pun mendapat dukungan Al-Imam
Adz-Dzahabi (w. 748 H). Beliau menegaskan. “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai
derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia
menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan
Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak
mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain.”
Dari
sini kita tidak perlu memperdebatkan lagi bahwa sosok Al-Imam Ahmad adalah ahli
hadis, yang justru diperdebatkan apakah selain sebagai ahli hadis, beliau juga
ahli fiqih. Tetapi sejarah sampai hari ini kemudian mencatat bahwa Al-Imam
Ahmad adalah salah satu imam mazhab yang mencapai derajat mujtahid mutlak
mustaqil. Mazhabnya tersebar di beberapa negara Arab seperti Saudi Arabia dan
beberapa negara sekitarnya.
D.
Hubungan
Ilmu Fiqh Dengan Ushul Fiqh
Hubungan
ilmu Ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti hubungan ilmu mathiq (logika) dengan filsafat, bahwa mantiq merupakan
kaedah berfikir yang memelihara akal agar tidak ada kerancuan dalam berfikir.
Juga seperti hubungan antara ilmu nahwu dalam bahasa arab, dimana ilmu nahwu
merupakan gramatikal yang menghindarkan kesalahan seseorang di dalam menulis
dan mengucapkan bahasa arab. Demikian
juga Ushul Fiqh adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqaha’ agar tidak
terjadi kesalahan di dalam mengistimbatkan (menggali) hukum.
Untuk memudahkan pemahaman dalam
masalah seperti ini, kami kemukakan contoh- contoh tentang perintah mengerjakan
sholat berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra’ yang terjemahannya sebagai berikut:
“
Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula) sholat shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksiakn ( oleh
Malaikat). QS. Al- Isra: 78
Dari firman Allah SWT belum dapat diketahui, apakah hukmnya mengerjakan
shalat itu, baik wajib, sunat, atau harus. Dalam masalah ini Ushul Fiqh
memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib,
terkecuali adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumannya yang asli itu.
Hal itu dapat dilihat dari kalimat perintah mengenai mengerjakan Shalat bagi
umat Islam.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan
ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih, jelas sangat berhubungan sebab memang Ilmu Fiqih
merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena berkembangnya
Ilmu Ushul Fiqh.Ilmu fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami
kemajuan karena ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau alat yang menjelaskan
metode dan sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil naqli maupun naqli.
Sedangkan Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam-
macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus
diamalkan manusia.
B.
Saran
Tentunya penyusun menyadari bahwa
apa yang ada dalam makalah ini masih sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu penyusun berharap kepada para pembaca dan penyimak makalah ini untuk
bersedia memberikan kritik ataupun saran yang sifatnya konstruktif untuk
kemudian bisa lebih memperbaiki lagi dalam penysunan makalah serupa yang akan
datang.
DAFTAR
PUSTAKA
A
Rahman, Asjmuni. 1976. Qaidah-Qaidah Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.
Djalali,
Basiq. 2010. Ilmu ushul fiqh. Jakarta: Kencana.
Hasbiyallah.
2014. Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung: PT Remaja.
Hidayatullah,
Syarif. 2012. Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan
Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah). Depok:
Gramata Publishing.
Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra.
Syahar,
Saidu. 1996. Asas-asas hukum Islam. Bandung: Alumni.
Yasin dan Solikul Hadi. 2008. Fiqh Ibadah, Kudus: STAIN Kudus
ijin copy yah kak
ReplyDeleteberita tinju
Iya boleh
ReplyDeleteKunjungi juga channel YouTube
Makasih ya , Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
ReplyDeleteJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah