Subscribe di sini

Tuesday 21 April 2020

FIQIH ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
          Fiqih Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling terkenal atau dikenal oleh masyarakat. Ini terjadi karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat, dan itu terjadi dari sejak lahir sampai dengana meninggal dunia, manusia itu selalu berhubungan dengan Fiqih.
          Karena sifat dan fungsinya yang demikian itu maka fiqih dikategorikan sebagai ilmu al-hal. Ilmu al-hal yaitu Ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan manusia, dan juga termasuk ilmu yang wajib dipelajari oleh manusia, karena dengan Ilmu itu pula seseorang baru bisa atau seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah SWT melalui ibadah seperti dalam melaksanakan sholat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
          Fiqih selalu menyertai seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali dan selalu menyertai semua kegiatan seorang muslim. Jadi fiqih mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam islam terutama dalam mengarahkan apa dan bagaimana seorang muslim bertindak dan melakukan kegiatannya dalam kehidupan sehari-hari.
          Secara sederhana, fiqih bisa dipahami sebagai hasil dari pemikiran manusia tentang sesuatu hal yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa fiqih merupakan penjabaran yang lebih rinci dari  tentang syari’at untuk memudahkan dalam mengamalkan syari;at. Adapun ruang lingkup yang dikaji fiqih meliputi hubungan manusia dengan Allah SWT yang biasa disebut dengan ibadah dan hubungan manusia ddengan sesamanya atau yang biasa disebut dengan mu’amalah.

B.   Rumusan Masalah
          Rumusan masalah digunakan untukk membatai pembahasan materi yang dibahas dalam pembuatan makalah ini. Adapun yang dipakai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.     Apa yang dimaksud fiqih dalam ilmu fiqih?
2.     Bagaiman makna fiq menurut ilmu fiq ?
3.     Siapa yang mencetus ilmu fiq  ?
4.     Bagaimana Hubungan Ilmu Fiqih dengan ilmu Ushul Fiqih

C.   Tujuan penulisan
1.     Untuk Mengetahui dimaksud fiqih dalam ilmu fiqih
2.     Untuk Mengetahui  Bagaiman makna fiq menurut ilmu fiq
3.     Untuk Mengetahui  Siapa yang mencetus ilmu fiq 
4.     Untuk Memahami Hubungan Ilmu Fiqih dengan ilmu Ushul Fiqih






BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Fiqih
          Kata Fiqih dalam al-Qur’an disebut sebanyak 20 kali dalam bentuk kata kerja (fi’il) dan berbagai derefiasinya[1]. Fiqih menurut bahasa artinya  pengetahuan dan pemahaman yang mendalam (تفهم  )[2], sebagaimana firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad saw, yaitu :
1.     Al-qur’an : surat al-taubah : 122
فلو لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين       
          “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”
2.     Al-hadits, HR. Bukhori sebagai berikut
من يرد الله خيرا يفقهه في الدين          
          “jika allah menginginkan suatu kebaikan bagi seseorang , dia akan memberikan suatu pemahaman keagamaan (yang mendalam) kepadanya

B.   Makna Fiq Menurut Ilmu Fiq dan Pembahagiannya
          Pada pokoknya yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqih adalah perbuatan mukalaf dilihat dari sudut hukum syara’.perbuatan tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1.     Ibadah
Bagian ibadah mencakup segala persoalan yang pada pokokny aberkaitan dengan urusan akhirat. Artinya segala perbuatan yang dilakukan dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
2.     Mu’amalah
Bagian mu’amalah yang mencakup hal-hal yang berhubungan dengan harta seperti, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, amanah, dan harta peninggalan. pada bagian ini juga dimasukan persoalan munakahah dan siyasah
3.     ‘Uqubah
Bagian ‘uqubah yang mencakup segala persoalan yang berkaitan dengan tindak pidana seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, pemberontakan, dan lain-lain. Bagian ini juga membicarakan hukuman-hukuman, seperti qisas, had, diyat, dan ta’zir.[3]
          Definisi fikih, menurut para Uama Ushul Fikih, adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Islam yang bersifat amali-amalan melalui dalil-dalinya yang bersifat terperinci.
          Para Ulama Fikih sendiri mendefinisikan bahwa fikih sebagai sekumpulan hukum amaliah –sifatnya akan diamalkan- yang disyariaatkan dalam Islam.
Para Ulama membagi hukum Fikih menjadi delapan, yaitu :
1.     Hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah swt : shalat, wudhu, puasa, haji.
2.     Hukum yang berkaitan dengan permasalahan keluarga : nikah, talak, keturunan, waris, dsb.
3.     Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia yang berkaitan dengan harta, disebut juga : Muamalah.
4.     Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan pidana : Jinayah.
5.     Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan sengketa antara sesame manusia : Ahkam Al-Qadha.
6.     Hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya adalah : Ahkam As-Sylthaniyah atau Siyasah Asy-Syar’iyah.
7.     Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dalam keadaan perang dan damai adalah : Al-Huquq Ad-Dhauliyah.
8.     Hukum yang berkaitan dengan akhlak baik dan buruk adalah : Adab.

          Fiqih menurut bahasa bermakna faham atau tahu. Sementara secara istilah, makna fikih mengalami perubahan secara berangsur-angsur dalam tiga periode :
1.               Periode pertama : Fiqih bermakna pemahaman terhadap semua ilmu agama tanpa klasifikasi apapun, dalam kata lain segala hal yang mencangkup segmentasi dalam agama seperti aqidah, ibadah, fadail a’mal dan muamalat menjadi cangkupan dalam definisi fiqih. Hal ini berlaku dalam periode risalah atau ketika diutusnya Rasulullah hingga kepada era sahabat.
2.               Periode kedua : fiqih secara istilah bermakna hukum syar’i yang berkaitan dengan amaliyah selain aqidah. Paham definisi ini berlaku sepanjang pertengahan abad kedua hijriah. Dalam hal ini, disiplin ilmu akhlaq ataupun tasawwuf termasuk dalam lingkup definisi fiqih.
3.               Periode ketiga : dalam era ini fiqih bermakna segala hukum yang berkaitan dengan ibadah dan muamalat tanpa segmen yang lain. definisi ini berlaku sejak era kebangkitan Ijtihad. Maka sebagian ulama usul mendefinisikan istilah fiqih sebagai : ilmu yang berfungsi untuk mengetahui hukum syar’i bagi mukallaf dengan kategori 5 hukum. Imam Syafi’i Rahimahullah mendefinisikan Fiqih dengan : ilmu tentang hukum-hukum syar’iyah amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang tafsil (terperinci/jelas).
          Sementara kata madzhab berasal dari bahasa Arab yaitu ism makan atau kata  keterangan tempat, diambil dari kata dzahaba yang artinya pergi. Maka, madzhab secara bahasa artinya tempat pergi atau jalan.
          Secara istilah dalam ushul fiqih, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syar’I yang rinci serta dari berbagai kaidah dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

C.   Tokoh-Tokoh Yang mencetuskan Ilmu Fiqih
          ILMU hadis dan ilmu fiqih merupakan dua cabang ilmu yang penting dalam Islam. Meski seakan berbeda, sesungguhnya di masa lalu kedua cabang ilmu itu justru berada di dalam rahim yang sama.

          Para tokoh atau ulama dalam ilmu hadis ternyata justru merupakan tokoh dalam ilmu fiqih. Bahkan para mujtahid mutlak mustaqil pendiri mazhab-mazhab besar yang mukamat, sejatinya mereka justru merupakan tokoh-tokoh utama dalam meletakkan dasar-dasar ilmu hadis.[4]
          Banyak sekali tokoh ilmu fiqih yang juga pada saat yang sama merupakan tokoh ilmu hadis. Berikut ini ulasan tentang mereka:
1.     Imam Malik
                   Al-Imam Malik (w. 179 ) adalah mujtahid mutlak mustaqil, pendiri mazhab fiqih muktamad Maliki. Namun beliau juga ulama senior yang mendapat julukan sebagai imam ahli hadis, sebagai tandingan dari mazhab satunya Hanafi yang lebih dikenal sebagai mazhab ahli ra’yi.
                   Dalam bidang hadis, beliau terbilang ulama yang pertama kali menulis kitab hadis, jauh sebelum masa penulis kutubus-sittah menuliskan karya mereka. Kitab hadis yang lahir dari tangan beliau adalah Al-Muwwaththa’. Kitab ini dianggap sebagai kitab tershahih di zamannya. Kitab ini telah diakui dan disepakati keshahihannya oleh setidaknya 70 ulama Madinah di zamannya.
          Kitab Al-Muwaththa’ inilah yang dihafal oleh Asy-syafi’i sejak masa kecilnya. Dan kitab ini pula yang dimintakan oleh Khalifah Harus Ar-Rasyid untuk dijadikan kitab standar resmi yang diberlakukan di seluruh dunia Islam.

2.     Al-Imam Asy-Syafi’i
          Al-Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) adalah ulama yang ahli di bidang ilmu fiqih, ushul fiqih dan juga ilmu hadis, juga bahasa Arab dan sastranya. Beliau adalah satu dari empat pendiri mazhab muktamad yang bertahan selama 14 abad dan merupakan mazhab terbesar pengikutnya di seluruh dunia hingga hari ini.
          Dalam masalah hadis, sejak usia 12 tahun Beliau sudah hafal di luar kepala kitab Al-Muwathta’ yang disusun oleh Al-Imam Malik (w. 179 H). Dalam bidang hadis, meski tidak menulis kitab hadis sendiri, namun justru beliau menulis dasar-dasar ilmu hadis di dalam kitab Ar-Risalah, yang sebenarnya menjelaskan ilmu ushul fiqih. Dan karena ilmu hadis merupakan bagian dari pembahasan ushul fiqih, maka pembahasan tentang ilmu hadis pun tidak luput di dalamnya.
          Syeikh Abdullah As-Sa’d dalam masalah ini berkata, “Orang yang pertama kali menulis tentang ilmu musthalah hadis adalah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah. Apa yang beliau tulis di dalam kitab Ar-Risalah, meskipun beliau tulis dalam rangka menjelaskan ilmu ushul fiqih, tetapi salah satu bagian dari ilmu ushul fiqih adalah ilmu ushul hadis. Beliau banyak sekali menyebutkan kaidah-kaidah dalam ilmu musthalah hadis.”[5]
          Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani (w. 189 H), salah satu murid dari dua murid Abu Hanifah (w. 150 H) yang terkenal pernah memberi komentar tentang sosok Al-Imam Asy-Syafi’i dalam bidang ilmu hadis

“Apabila para ahli hadis berbicara pada suatu hari, pastilah itu lewat lisan Asy-Syafi’i, maksudnya mengutip apa yang ada dalam kitab-kitabnya.”
          Salah satu kitab beliau yang juga sangat penting dipahami oleh para pembelajar ilmu hadis adalah Ikhtilaful Hadis. Kitab yang membahas bagaimana cara kita menyimpulkan masalah apabila ada terdapat hadis-hadis yang sama-sama shahih namun secara lahiriyah nampak bertentangan.

3.     Imam Ahmad bin Hanbal
                   Al-Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) adalah seorang ahli hadis dan juga sekaligus ahli fiqih yang levelnya mencapai derajat muhtahid mutlaq mustaqil. Beliau lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah. Lengkapnya lagi,  Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi.
          Di bidang ilmu hadis, beliau mendapatkan pujian khusus dari gurunya, Al-Imam Asy-syafi’i . “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadis, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al-Quran, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah.”
          Dalam hal ilmu hadis, Imam ahmad memang sangat menonjol, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa beliau bukan ahli fiqih tetapi sekedar ahli hadis saja. Namun hal itu ditampik oleh Ibnu ‘Aqil Al-Hanbali (w. 513 H) dengan pernyataannya, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang jahil yang mengatakan, ‘Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadis saja. Ini adalah puncaknya kejahilan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadis yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia lebih unggul dari seniornya”.
          Dan bahwa beliau bukan sekedar ahli hadis saja pun mendapat dukungan Al-Imam Adz-Dzahabi (w. 748 H). Beliau menegaskan. “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain.”
          Dari sini kita tidak perlu memperdebatkan lagi bahwa sosok Al-Imam Ahmad adalah ahli hadis, yang justru diperdebatkan apakah selain sebagai ahli hadis, beliau juga ahli fiqih. Tetapi sejarah sampai hari ini kemudian mencatat bahwa Al-Imam Ahmad adalah salah satu imam mazhab yang mencapai derajat mujtahid mutlak mustaqil. Mazhabnya tersebar di beberapa negara Arab seperti Saudi Arabia dan beberapa negara sekitarnya.

D.   Hubungan Ilmu Fiqh Dengan Ushul Fiqh
          Hubungan ilmu Ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti hubungan ilmu mathiq (logika)  dengan filsafat, bahwa mantiq merupakan kaedah berfikir yang memelihara akal agar tidak ada kerancuan dalam berfikir. Juga seperti hubungan antara ilmu nahwu dalam bahasa arab, dimana ilmu nahwu merupakan gramatikal yang menghindarkan kesalahan seseorang di dalam menulis dan mengucapkan bahasa arab.  Demikian juga Ushul Fiqh adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqaha’ agar tidak terjadi kesalahan di dalam mengistimbatkan (menggali) hukum.
Hasil gambar untuk QS. Al- Isra: 78          Untuk memudahkan pemahaman dalam masalah seperti ini, kami kemukakan contoh- contoh tentang perintah mengerjakan sholat berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’ yang terjemahannya sebagai berikut:


          “ Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula) sholat shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksiakn ( oleh Malaikat). QS. Al- Isra: 78
     Dari firman Allah SWT belum dapat diketahui, apakah hukmnya mengerjakan shalat itu, baik wajib, sunat, atau harus. Dalam masalah ini Ushul Fiqh memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib, terkecuali adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumannya yang asli itu. Hal itu dapat dilihat dari kalimat perintah mengenai mengerjakan Shalat bagi umat Islam.





BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
          Hubungan ilmu fiqih dengan Ushul Fiqih, jelas sangat berhubungan sebab memang Ilmu Fiqih merupakan produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang kerena berkembangnya Ilmu Ushul Fiqh.Ilmu fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh mengalami kemajuan karena ilmu Ushul Fiqh adalah semacam ilmu atau alat yang menjelaskan metode dan sistem penetapan hukum berdsarkan dalil- dalil naqli maupun naqli. Sedangkan Ilmu Ushul fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam- macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus diamalkan manusia.

B.   Saran
            Tentunya penyusun menyadari bahwa apa yang ada dalam makalah ini masih sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penyusun berharap kepada para pembaca dan penyimak makalah ini untuk bersedia memberikan kritik ataupun saran yang sifatnya konstruktif untuk kemudian bisa lebih memperbaiki lagi dalam penysunan makalah serupa yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA

          A Rahman, Asjmuni. 1976. Qaidah-Qaidah Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.
          Djalali, Basiq. 2010. Ilmu ushul fiqh. Jakarta: Kencana.
          Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung: PT Remaja.
          Hidayatullah, Syarif. 2012. Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah). Depok: Gramata Publishing.
          Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. 1997. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
          Syahar, Saidu. 1996.  Asas-asas hukum Islam.  Bandung: Alumni.
Yasin dan Solikul Hadi. 2008.  Fiqh Ibadah, Kudus: STAIN Kudus


                [1] Sutrisno. Nalar Fiqih Gus Mus. 2010. Yogyakarta : Mitra Pustaka.
                [2] Abu al-Husain Ahmad ibnu Faris ibn Zakariya, Mu’jam maqayis al-lughah, (beirut: Dar Ihya al-turats al-‘Arabi, 2001 M/1422H), hlm. 442.
                [3] Sofyan. Fiqih Alternatif. (Yogyakarta : Mitra Pustaka,2013) hlm.  8-10.
                [4] Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Mesir: Dar al-Fikr Al-‘Arabi,t,th.), h. 56; Saifuddin al-Amidi, Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, jilid 1, (Kairo:Muassal al-Halabi, 1976), hlm. 8.
                [5] Anwar, Syahrul. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010). hlm. 23-25.

3 comments:

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...