Subscribe di sini

Thursday, 2 October 2014

Pola Pikir Fazlur Rahman Dalam Menafsirkan dan Memahami Surat An-Nisa’: Ayat 11-12 dalam Aspek Kewarisan.


Syariat Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.
Dalam hal hak anak laki-laki dan anak perempuan di dalam hukum islam dan di jelskan juga dalam Al-Qur’an bagiannya adalah seorang anak laki-laki sama dengan dua orang perempuan.  Dan hal itu sudah qadh’i dan tidak bisa diubah-ubah karena telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan menurut Fazlur Rahman mungkin dapat dicatat sebagai salah satu pembaharu yang mempromosikan metode kontekstual. Ketika ia ingin memahami pengertian literal dari kata al-Ribā menurut al-Qur’an, ia mengemukakan sejumlah ayat yang terkait, dan menelusuri konteks pembicaraan ayat-ayat tersebut, kemudian mengaitkannya dengan latar sosio-historis masyarakat Arab ketika itu demi menemukan prinsip-prinsip moral yang dikandungnya.
Langkah ini disajikan Fazlur Rahman sebagai bagian dari penerapan metode tafsir yang disebutnya gerak ganda (double movement). Sederhananya pada gerakan pertama metode ini, dilakukan makna teks yang selaras dengan konteks pada waktu teks al-Qur’an diturunkan, karenanya pesan al-Qur’an harus dipelajari secara kronologis, dilanjutkan dengan menggali prinsip-prinsip umum al-Qur’an melalui konteks sosio-culture masyarakat Arab pada waktu itu. Dilanjutkan dengan gerakan yang kedua, mengkaji keadaan sosiologis masyarakat kontemporer di atas prinsip-prinsip umum al-Qur’an yang nantinya dapat diterapkan. Salah satu isu kontemporer yang berkembang dalam khazanah pemikiran Islam adalah problem pembagian waris. Tidak lain penyebab timbulnya isu ini disebabkan karena adanya dikotomi metodologi klasik yang condong pada nilai-nilai normatif dan metodologi kontemporer yang condong pada nilai-nilai progressif. Jika merujuk pada doktrin normatifitas kewarisan Islam, perbandingan pembagian waris antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dan sampai kapan pun akan tetap sperti itu, dengan landasan bahwa ayat-ayat tentang ketentuan waris bersifat qath’i (tetap) dan ijbari (paksaan), implikasi dari ketentuan itu menimbulkan tidak boleh adanya ruang ijtihad dalam kewarisan Islam. Dalam hal ini Fazlur Rahman menafsiri lain dengan kewarisan Islam normatif, perbandingan laki-laki dan perempuan pembagian waris yang ketentuanya 2:1 di interpretasikan menjadi menjadi 1:1, berdasarkan teori double movementnya dalam menafsiri ayat-ayat al-Qur’an. Menurut modernis asal Pakistan ini, bagian waris yang diterima oleh anak perempuan sama dengan yang diterima oleh saudara laki-lakinya (1:1). Hal ini dikarenakan kondisi perempuan telah mengalami perubahan, sebagaimana nilai-nilai dan keajaiban ekonomi dalam suatu masyarakat tradisional yang merupakan simbol-simbol fungsional dari peran-peran aktual dalam masyarakat yang bersangkutan. Rahman menilai, peran-peran di masyarakat itu tidak ada yang inherent dan pasti mengalami perubahan. Maka jika rasa dan pertimbangan keadilan menghendakinya, perubahan atas peran-peran tersebut sudah barang tentu tidak bertentangan dengan prinsip moral dalam al-Qur’an. Demikian pula mengenai bagian suami dan istri.




Rujukan :
-          Abd al-Wahab Khalla>f, ‘Ilm Usul Fiqh, terj. Masdar Helmy, cet.1 (Bandung: Gema Risalah Press, 1996).
-          Totok Jumantoro dan Samsul Munir, Kamus Ilmu Ushul Fikih (Jakarta: Amzah, 2009).
-          Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Hendrik Meulemen, Tradisi Kemodernan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, cet. 1 (Yogyakarta: LKiS, 1996).

-          Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Jakarta: Rajawali, 1997).

No comments:

Post a Comment

Kumpulan ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma

Berikut video ceramah ustadz Abdul Somad Lc Ma Semoga menjadi motivasi dan bermanfaat  Hukum membaca Al-Qur'an digital di hp tanpa berwu...