BAB I
PEMBUKAAN
A. LATAR BELAKANG
Islam pada dasarnya melarang Aborsi adalah sesuatu yang dipaksakan. Menurut Faqih, islam atau lebih tepatnya Fiqih telah membiarkan teks-teks tentang aborsi terbuka untuk diperdebatkan. Jika pada masa lalu saja, mereka membuka perbedaan dan perdebatan seputar aborsi, maka pada masa sekarang perdebatan itu juga harus diteruskan untuk menemukan pandangan yang lebih tepat dengan konteks kita saat ini.
Ayat-ayat Al Qur’an yang biasa digunakan para penulis dalam membicarakan persoalan aborsi adalah ayat-ayat yang tidak langsung, karena yang eksplisit (Terus Terang)melarang atau membolehkan aborsi sebenarnya memang tidak pernah disebutkan didalam Al Qur’an itu sendiri.
Maka dari itu marilah kita bersama-sama menemukan pandangan yang lebih tepat melalui referensi-referensi yang kita dapat mengenai hukum aborsi menurut pandangan Islam itu sendiri dengan mengajak seluruh mahasiswa untuk memperdebatkannya dimata kuliah Fiqih Ikhtilaf dan Kontemporer.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan aborsi?
2. Apakah ada Dalil yang melarang aborsi ?
3. Apa hukum aborsi menurut para ulama ?
C. TUJUAN MASALAH
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ikhtilaf dan Kontemporer, juga untuk membahas secara luas Hukum Aborsi menurut para ulama fikih dan ulama Kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa yang di maksud Aborsi ?
Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar) dan imlash (menyingkirkan) . Aborsi secara terminology adalah keluarnya hasil konsepsi (janin, mudgah) sebelum bisa hidup sendiri (viable) atau Aborsi didefenisikan sebagai berakhirnya kehamilan, dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik wanita / akibat penyakit biomedis intenal atau sengaja melalui campur tangan manusia) .
Berbeda dengan aborsi yang disengaja atau akibat campur tangan manusia, yang jelas-jelas merupakan tindakan yang “menggugurkan” yakni; perbuatan yang dengan sengaja membuat gugurnya janin. Dalam hal ini, menggugurkan menimbulkan kontroversi dan berbagai pandangan tentang “boleh” dan “tidak boleh” nya menggugurkan kandungan.
Terdapat beberapa jawaban dari pertanyaan ini, akan tetapi hampir para ahli sependapat bahwa aborsi adalah pengguguran janin dalam kandungan sebelum waktunya, baik disengaja atau tidak. Aborsi yang tidak disengaja biasa disebut dengan aborsi spontan, yang oleh ulama disebut dengan isqath al-‘afw. Aborsi spontan tersebut bisa terjadi karena penyakit, kecelakaan, terlalu capek, dan sebagainya. Hukum dari aborsi tersebut dimaafkan, atau tidak menimbulkan akibat hukum. Sedangkan aborsi yang disengaja terbagi dalam dua macam:[1]
1. Aborsi artificialis Therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh seorang dokter atas dasar indikasi medis sebelum janin lahir secara alami untuk menyelamatkan jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilan dipertahankan. Aborsi ini di kalangan ulama disebut dengan isqath al-dharury (aborsi darurat) atau isqath al-‘Ilajiy (aborsi pengobatan).
2. Aborsi Provocatus Criminal, yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan tanpa indikasi medis, atau tanpa sebab sebab membolehkan sebelum masa kelahiran tiba. Aborsi bentuk kedua ini biasa disebut dengan isqath al-ikhtiyari (aborsi yang disengaja). Tindak aborsi yang disengaja tersebut bisa disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: kekhawatiran terhadap kemiskinan, tidak ingin mempunyai keluarga besar, kekhawatiran janin yang ada dalam kandungan akan lahir dalam keadaan cacat, hamil di luar nikah.
B. Apakah ada Dalil yang melarang aborsi ?
Ayat-ayat Al Qur’an yang biasa digunakan para penulis dalam membicarakan persoalan aborsi adalah ayat-ayat yang tidak langsung, karena yang eksplisit melarang atau membolehkan aborsi sebenarnya memang tidak pernah disebutkan didalam Al Qur’an itu sendiri.
Ayat-ayat yang tidak langsung yang dimaksud kebanyakan berisi tentang penghormatan manusia, penciptaan proses perkembangan janin serta larangan membunuh anak seperti :[2]
• QS. Al Isra : 70
* ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan (QS. Al Isra : 70)
• QS. Al An’am : 151
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6š/u‘ öNà6øŠn=tæ ( žwr& (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«ø‹x© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( Ÿwur (#þqè=çFø)s? Nà2y‰»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ã—ötR öNèd$-ƒÎ)ur (Ÿwur (#qç/tø)s? |•Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur šÆsÜt/ ( Ÿwur (#qè=çGø)s? š[øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al An’am : 151)
• QS. Al Isra : 31
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y‰»s9÷rr& spu‹ô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ã—ötR ö/ä.$-ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al Isra :31)
• QS. Al Hajj : 5
$yg•ƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. ’Îû 5=÷ƒu‘ z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒ•B 7ps)¯=sƒ’C ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4”É)çRur ’Îû ÏQ%tnö‘F{$# $tB âä!$t±nS #’n<Î) 9@y_r& ‘wK|¡•B §NèO öNä3ã_ÌøƒéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£‰ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4†¯ûuqtGムNà6ZÏBur `¨B –Štム#’n<Î) ÉAsŒö‘r&ÌßJãèø9$# Ÿxø‹x6Ï9 zNn=÷ètƒ .`ÏB ω÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«ø‹x© 4 “ts?ur šßö‘F{$# Zoy‰ÏB$yd !#sŒÎ*sù $uZø9t“Rr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨”tI÷d$# ôMt/u‘ur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry— 8kŠÎgt/ ÇÎÈ
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
• QS. Al Mu’minun : 31
ô‰s)s9ur $oYù=y™ö‘r& %•nqçR 4’n<Î) ¾ÏmÏBöqs% tA$s)sù ÉQöqs)»tƒ (#r߉ç7ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ÿ¼çnçŽöxî ( Ÿxsùr& tbqà)¬Gs? ÇËÌÈ
Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
Sebenarnya masih sulit untuk menyatakan dengan tegas bahwa Al Qur’an telah membicarakan persoalan aborsi dan mengharamkannya. Beberapa sisi memang aborsi disamakan dengan pembunuhan yang diharamkan, tetapi dari sisi lain tidak bisa disamakan begitu saja. Contohnya pemaknaan kandungan yang masih di perdebatkan kapan ia mulai memiliki nyawa. Berbeda jelas pada objek pembunuhan yakni manusia yang jelas-jelas bernyawa.
C. Hukum aborsi menurut para ulama
Perincian mengenai hukum menggugurkan kandungan (aborsi) adalah sebagai berikut :
a. Sebelum ditiupnya ruh
Para ulama' berbeda pendapat mengenai hukum aborsi yang dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh. Perincian mengenai perbedaannya adalah sebagai berikut :
• Haram
Hukumnya haram secara mutlak. Pendapat ini merupakan pendapat "al-aujah" dalam madzhab Syafi'i, yang didukung oleh Syekh Ibnul Imad dan beberapa ulama' dari kalangan madzhab syafi'i. Alasannya ketika mani/sperma sudah menetap didalam rahim, maka mani tersebut sudah akan tiba waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh. Imam Ghozali dalam kitab Ihya' menyatakan; ketika mani laki-laki (sperma) sudah bercampur dengan mani perempuan (ovum) maka sudah siap menerima kehidupan, karena itu merusaknya adalah suatu tindakan kriminal (kejahatan/jinayat) hal ini lah yang membedakan aborsi dengan azl dimana azl adalah mengeluarkan sperma sebelum sperma belum bercampur dengan ovum.
Pendapat ini juga merupakan pendapat madzhab Hanbali sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Jauzi. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang mu'tamad dalam madzhab Maliki, Imam Malik rohimahulloh mengatakan : "Semua yang digugurkan oleh seorang wanita, baik itu berupa gumpalan daging (mudhghoh) atau segumpal darah (alaqoh) adalah suatu kejahatan (jinayah).
• Boleh Secara Mutlak
Boleh secara mutlak. Pendapat ini diikuti oleh Syekh Abu Ishaq Al Maruzi dari kalangan madzhab syafi'i, bahkan menurut Imam Romli pendapat yang rojih (unggul) adalah diperbolehkannya menggurkan akndungan sebelum ditiupnya. Pendapat ini juga dinyatakan oleh beberapa ulama' madzhab Hanafi, sedangkan dari kalangan madzhab Maliki yang mengikuti pendapat ini adalah Syekh Ibnul Kamil Al-Lakhmi, sebagian ulama' madzhab Hanbali juga ada yang mengikutiu pendapat ini.
• Boleh Jika Ada Udzur
Boleh jika ada udzur. Pendapat inilah sejatinya pendapat madzhab Hanafi, sebagian udzur yang memperbolehkan pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh, sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Wahban, semisal ketika seorang wanita sudah dinyatakan positif hamil, namun air susunya tidak bisa keluar sedangkan ayah dari bayi tersebut tidak memiliki uang untuk menyewa wanita untuk menyusui anaknya ketika bayinya lahir nanti, dan dikhawatirkan apabila kandungan tersebut tidak digugurkan, nanti saat bayi tersebut lahir akan mati karena ibunya tidak bisa menyusui.
• Makruh Secara Mutlak
Makruh secara mutlak. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Romli dari kalangan madzhab Syafi'i, beliau menyatakan bahwa hukum pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh tanzih atau makruh tahrim, dan hukum makruh tahrim akan semakin kuat ketika umjur janin didalam kandungan mendekatiu masa ditiupnya ruh. Penbdapat ini juga dinyatakan oleh Syekh Ali bin Musa, ulama' dari kalangan madzhab Hanafi, beliau memberikan asalasan dimakruhkannya sebab ketika mani sudah masuk kedalam rahim maka sudah siap untuk menerima kehidupan. Selain itu pendapat ini juga diikuti oleh sebagian ulama' madzhab Maliki dalam masalah pengguguran kandungan sebelum masa kandungan mencapai 40 hari.
b. Setelah ditiupnya ruh
Ditiupnya ruh/nyawa pada janin yang berada dalam kandungan berarti janin tersebut sudah hidup, adapun masa ditiupnya ruh adalah setelah 120 hari (4 bulan) sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
يَكُونُ ثُمَّ ،ذَلِكَ مِثْلَ عَلَقَةًيَكُونُ ثُمَّ ،يَوْمًا أَرْبَعِينَ أُمِّهِ بَطْنِ فِي خَلْقُهُ يُجْمَعُ أَحَدَكُمْ إِنَّ
، عَمَلَهُ اكْتُبْ :لَهُ وَيُقَالُ ،كَلِمَاتٍ بِأَرْبَعِ فَيُؤْمَرُ مَلَكًا اللَّهُ يَبْعَثُ ثُمَّ ،ذَلِكَ مِثْلَ مُضْغَةً
الرُّوحُ فِيهِ يُنْفَخُ ثُمَّ سَعِيدٌ، أَوْ وَشَقِيٌّ وَأَجَلَهُ، وَرِزْقَهُ،
"Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan RUH kepadanya." [3]
Semua ulama' sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah kandungan berumur 120 hari/4 bulan yang berarti setelah ditiupnya ruh pada janin hukumnya adalah harom. Keharoman menggugurkan kandungan setelah bayi kandungan berumur 4 bulan itu bersifat umum yang mencapup permasalahan apabila kandungan tersebut digugurkan dengan alasan mengkhawatirkan keselamatan wanita yang mengandung, sebab kematian ibu yang mengandung adalah sesuatu yang belum pasti (mauhum) sedangkan kematian janin tersebut setelah digugurkan itu sudah pasti (qoth'i), sedangkan pembunuhan terhadap seorang manusia itu tidak diperbolehkan hanya untuk sesuatu yang belum pasti. Jadi menggugurkan kandungan dengan alasan tersebut tetap diharamkan.
1. Menurut ulama Hanafiyah diperbolehkan menggugurkan kandungan yang belum berusia 120 hari, dengan alasan bahwa sebelum janin usia 120 hari atau 4 bulan belum ditiupkan ruh. Dengan demikian kehidupan insaniyah belum dimulai. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat makruh apabila pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.
2. Madzhab Malikiyah mengharamkan aborsi sejak terjadinya konsepsi atau bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu. Sebagian ulama Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi ketika usia kandungan 40 hari. Dan apabila telah mencapai usia 120 hari (4 bulan), maka haram hukumnya melakukan aborsi.
3. Pendapat yang sama dengan ulama Malikiyah dikemukakan oleh al-Ghazali dan ulama Dhahiriyah yang mengharamkan aborsi sejak masa konsepsi. Dan menurut al-Ghazali mutlak keharaman tersebut.
4. Madzhab Syafi’iyah berpendapat dimakruhkamn aborsi ketika usia kandungan belum sampai 40 hari, 42 hari atau 45 hari. Disamping itu, ulama Syafi’iyyah juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak. Dan apabila usia kandungan lebih dari 40 hari, maka hukumnya haram.
5. Menurut Romli, diperbolehkan aborsi sebelum ditiupkan ruh dan dilarang ketika usia kandungan 120 hari atau telah ditiupkan ruh.
6. Menurut Madhab Hanabilah—sebagaimana pendapat ulama Hanfiyah—memperbolehkan aborsi ketika usia kendungan belum sampai 120 hari atau sebelum ditiupkan ruh. Apabila lebih dari 120 hari atau telah ditiupkan ruh maka hukumnya haram.
Dalam kitab-kitab fiqh juga disebutkan bahwa tindak aborsi boleh dilakukan apabila benar-benar dalam keadaan terpaksa, dalam kondisi darurat, seperti demi menyelamatkan ibu—sebagaimana disebutkan dalam aborsi bentuk pertama—maka pengguguran kandungan diperbolehkan.
Sebagaimana menurut Kaidah Ushul Fiqhi :
الْمَحْظُوْرَاتِ تُبِيْحُ الضَّرُوْرَاتُ
“Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)”[4]
Dan nyawa ibu lebih diutamakan mengingat ia sebagai sendi keluarga yang telah mempunyai kewajiban, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama makhluk. Sedangkan janin sebelum ia lahir dalam keadaan hidup, maka ia belum mempunyai hak dan kewajiban. Hal yang sama dapat diterapkan dalam kasus korban perkosaan yang mengakibatkan stress berat, jika tidak melakukan aborsi maka ia akan sakit jiwa. Sedangkan ia telah berkonsultasi dengan ahli psikoterapi dan ahli agama tetapi tidak berhasil.
Sementara ini, keputusan yang diambil oleh perempuan untuk melakukan aborsi bukanlah keputusan yang mudah dan sangatlah dilematis. Karena tindakan tersebut bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Sering kali perempuan yang melakukan aborsi merasa malu, takut, sedih, stress, merasa berdosa, ingin bunuh diri dan lain sebagainya. Dan biasanya keputusan tersebut diambil setelah perempuan merasa tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Jika terjadi demikian maka factor kesehatan sering kali terabaikan.
Bila memang aborsi menjadi jalan yang terakhir yang diambil, maka yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental serta informasi yang cukup agar aborsi bisa berlangsung secara aman. Aborsi aman apabila: dilakukan oleh pekerja kesehatan (dokter umum & dokter spesialis obstetri) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi, pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak, dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri, dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudan terakhir kali mendapat haid.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menangani masalah ini antara lain: mengadakan layanan aborsi yang aman dilengkapi dengan pelaksana terlatih dan terstandard, konseling yang memberdayakan perempuan dalam mengambil keputusan, sarana dan metode yang aman, sesuai standard WHO; memberikan informasi dan konseling mengenai kesehatan reproduksi terutama pemahaman upaya pencegahan kehamilan dan bahaya aborsi yang tidak aman; dan melatih kaum perempuan untuk aktif menjadi pendidik sebaya (peer educator) dan konselor bagi kaumnya.
PP Fatayat NU sebagai sebuah organisasi massa keagamaan yang beranggotakan perempuan usia produktif merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi positif terhadap persoalan perempuan, khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya aborsi. Salah satu aksi untuk merealisasikan program tersebut adalah diselenggarakan seminar dengan tema ‘ABORSI DALAM PERSPEKTIF FIQH KONTEMPORER’.[5]
Dalam kenyataannya, informasi mengenai aborsi ditinjau dari sisi Agama Islam, khususnya fiqh, banyak yang masih dalam bentuk kitab-kitab klasik sehingga sulit untuk dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Berangkat dari kenyataan di atas, maka seminar mengenai aborsi tersebut dilanjutkan dengan bedah kitab yang mengupas permasalahan aborsi dengan merujuk pada kitab-kitab klasik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semua ulama' sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah usia kehamilan mencapai 4 bulan hukumnya haram. Sedangkan menggugurkan kandungan sebelum masa itu, hukumnya diperselisihkan oleh ulama', terdapat 4 pendapat yang berbeda yaitu; Harom, boleh, boleh jika ada udzur dan makruh. Wallohu a'lam.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI , Al Qur’an Terjemahan
Prof. Dr.Gulardi H. Winknjossastro, K.H. Husain Muhammad, dkk. 2002. Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer, Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim. Penerbit: Insan Kamil.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta. 2010, Penerbit : Sekertariat Majelis Ulama Indonesia.
http://fatayat.or.id/pustaka/detail/5
________________________________________
[1] Prof. Dr.Gulardi H. Winknjossastro, K.H. Husain Muhammad, dkk. 2002. Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer, Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Fatayat NU, h. 12
[2] Departemen Agama RI , Al Qur’an Terjemahan
[3] Syaikh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim.Shohih Bukhori, no.3208 dan Shohih Muslim, no.2643.
[4] Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. 2010, h. 452
[5] http://fatayat.or.id/pustaka/detail/5
No comments:
Post a Comment